Kompasianer, pernahkah kalian merasa didiamkan oleh pasangan dan merasa bingung serta cemas apa alasan dibalik sikap tersebut?Â
Jika pernah, apakah kalian menjadi menebak-nebak kesalahan yang kalian perbuat dan berujung gelisah karena tidak ada yang bisa dikomunikasikan? Hal ini merupakan salah satu masalah besar dalam hubungan, lho! Bisa saja kalian sedang mengalami yang dinamakan silent treatment.Â
Apa itu silent treatment? Silent treatment merupakan keadaan dimana seseorang mendiamkan orang lain dengan tujuan untuk "menghukum" orang tersebut karena adanya kondisi atau situasi yang tidak diinginkan. Umumnya silent treatment terjadi setelah adanya adu argumen atau pertengkaran. Hal ini menyebabkan kedua pihak menjadi tidak bisa mengkomunikasikan permasalahan yang terjadi dan justru semakin memperkeruh suasana.Â
Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan, silent treatment tergolong emotional abuse. Hal ini dikarenakan silent treatment bisa menjadi salah satu bentuk perilaku pasif-agresif dengan tujuan untuk mengontrol pasangan. Contohnya ketika kita mendapatkan perlakuan silent treatment dari pasangan, maka kita akan bertanya-tanya kesalahan apa yang telah kita perbuat dan meminta maaf atas kesalahan tersebut. Padahal sebenarnya kita belum menyadari secara pasti kesalahan apa yang membuat kita didiamkan oleh pasangan. Dengan demikian, kita akan merasakan kebingungan untuk mengkomunikasikan jalan keluar dari permasalahan dengan tujuan memperbaiki hubungan. Ketika salah satu pihak ingin menyelesaikan masalah namun pihak lain justru menarik diri, maka akan timbul emosi negatif berupa kemarahan. Kemudian emosi tersebut dapat menjadi bumerang dalam hubungan yang menyebabkan perpisahan karena dirasa tidak ada jalan keluar atau buntu.Â
Kompasianer mungkin bertanya-tanya, bagaimana cara menghadapi perilaku silent treatment yang ditujukan kepada kita? Cara pertama ialah dengan memvalidasi keadaan dan perasaan yang ada dalam diri sebagai penenang atau penetral suasana hati. Ketenangan sangat dibutuhkan karena dengan begitu kita bisa melihat permasalahan dengan lebih terbuka. Selanjutnya kita dapat memperkirakan kemungkinan terbesar alasan di balik perlakuan tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan menganalisis kejadian-kejadian yang terjadi sebelumnya. Kompasianer mungkin akan merasa sangat kebingungan dalam menghadapi kondisi ini. Namun, langkah tersebut juga bisa menjadi sarana untuk introspeksi diri saat menjalin hubungan.Â
Cara utama yang bisa diterapkan saat menghadapi perilaku silent treatment adalah dengan memberikan jeda waktu bagi kedua belah pihak. Hal ini dimaksudkan untuk merenungkan dan memikirkan kembali penyelesaian masalah dalam konflik yang terjadi. Selanjutnya merupakan tahapan penting dimana kedua belah pihak diharuskan untuk mengkomunikasikan tentang pikiran dan perasaan mereka. Pihak yang diberi perlakuan silent treatment harus menyampaikan ketidaknyamanannya dan saling merefleksikan diri satu sama lain agar situasi tersebut tidak terulang lagi.Â
Jadi, sangat jelas bahwa komunikasi merupakan kunci penting dalam suatu hubungan. Rasa percaya yang ada haruslah dibangun dengan kuat agar tidak terjadi kesalahpahaman. Perilaku silent treatment tidak pernah dibenarkan untuk penyelesaian suatu konflik. Usahakan untuk tetap mengkomunikasikan setiap kegelisahan terhadap pasangan agar tercipta komunikasi yang baik. Hubungan yang didasarkan pada komunikasi akan menciptakan suasana yang lebih harmonis.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H