Mohon tunggu...
Adinda Tiara Putri
Adinda Tiara Putri Mohon Tunggu... -

i spill by writing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ariel Fakdawer: Masyarakat Raja Ampat Tetap Miskin

5 Januari 2018   12:13 Diperbarui: 5 Januari 2018   22:40 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nationalgeographic.co.id

Raja Ampat, atau Empat Raja, adalah gugusan pulau yang terdiri dari lebih 1.500 pulau kecil dan pulau karang yang mengelilingi empat pulau utama Misool, Salawati, Batanta, dan Waigeo, dan pulau kecil Kofiau. Raja Ampat menjadi suaka bagi 1.400 spesies ikan dan 600 spesies terumbu karang. Banyaknya keragaman di gugusan pulau seluas 40.000 km2 ini membuatnya dinobatkan menjadi salah satu habitat bawah laut terbesar di dunia.

Sebagian besar kepulauan berada di belahan bumi selatan dengan beberapa pulau kecil di barat laut Waigeo seperti Pulau Sajang berada di belahan bumi utara. Beberapa pulau berada di bagian paling utara Benua Australia.

Nama Raja Ampat berasal dari mitos setempat yang bercerita tentang seorang wanita yang menemukan tujuh telur. Empat dari ketujuh telur tersebut menetas dan menjadi para raja yang menguasai empat pulau terbesar di Raja Ampat, sementara sisanya menjadi hantu, seorang wanita, dan sebuah batu.

Melansir dari CNNIndonesia, pasir putih yang menghampar dan warna-warni terumbu karang di bawah perairan biru kehijauannya selalu menjadi magnet bagi turis yang meramaikan Raja Ampat setiap tahun. 

Ditambah lagi, penduduk asli Kepulauan Raja Ampat adalah sekumpulan orang yang ramah dan terbuka pada tamu dari luar. Nilai tambah bila tamu dari luar itu membawa buah tangan untuk mereka berupa pinang atau permen sekalipun, sebab barang ini menjadi semacam pipa perdamaian indian di sana.

Gugusan pulau yang berada di bagian barat Kepala Burung Pulau Papua ini dianggap sebagai surga oleh baik turis dalam maupun luar negeri. Banyak yang memberikan pendapat memuaskan mengenai Raja Ampat, bahkan mengakui bahwa Raja Ampat adalah pulau paling cantik dari banyak pulau yang telah dikunjunginya seperti yang dilakukan oleh seorang turis dari Kanada, Angelika Redweik-Leung.

"Pulau ini sangat menakjubkan." Begitu katanya.

Pemeritah Indonesia yang menyadari potensi Raja Ampat memberikan kesempatan pada para investor untuk membangun usaha memajukan industri pariwisata di sana, seperti penginapan, tempat makan, hingga pelabuhan baru. Apapun dilakukan demi meningkatkan jumlah kunjungan turis.

Namun di balik angka kunjungan turis yang merangkak naik, ada sebuah kampung yang seolah-olah mampu memudarkan aura Raja Ampat, yakni Kampung Adat Saukabu.

Masyarakat di kampung yang berjarak dua jam perjalanan dari Waisai, ibu kota dan pusat pemerintahan Kabupaten Raja Ampat, ini belum bisa menikmati aliran listrik dan air bersih. Bahkan, meski masih bisa merasakan bangku sekolah, anak-anak di sana harus menempuh perjalanan kaki sejauh ratusan kilometer untuk sampai ke sekolahnya.

Hidup di dalam gubuk sederhana, masyarakat di Kampung Saukabu mengaku tak mendapatkan hasil yang manis dari ramainya turis yang berkunjung ke Raja Ampat. Berbeda dengan banyak turis yang menganggap Raja Ampat adalah salah satu surga di Bumi, mereka justru tidak mengalami sensasi seperti itu.

Alih-alih senang ramai dikunjungi turis, mereka lebih merasa dibohongi sebab tak ada peningkatan pada hidup mereka meski tanah tercintanya telah diubah menjadi destinasi wisata dunia.

"Kenyataan ini sangat melukai kami. Mereka mengambil alih tanah kami, tapi kami tak menikmati hasilnya," ungkap Paul Mayor yang berperan sebagai Ketua Dewan Adat Byak Betew.

Ia juga mengkritik instansi terkait yang dinilainya gagal dalam menjaga kelestarian Raja Ampat. Belum lagi dampak kerusakan lingkungan yang belum sepenuhnya ditangani, seperti saat kapal pesial Caledonian Sky yang berlayar mengangkut turis di perairan yang terlalu dangkal menabrak terumbu karang di salah satu spot menyelam Raja Ampat.

Dianaktirikan oleh pemerintah Indonesia yang agaknya abai pada mereka memang sudah menjadi drama klasik yang dialami oleh sebagian besar penduduk Provinsi Papua Barat. Maka dari itu, Presiden Joko Widodo sudah mengingatkan pejabat pemerintahannya untuk terus memperhatikan wilayah terdepan Indonesia.

Pak Jokowi ingin ada banyak pembangunan di luar Pulau Jawa, tapi pembangunan tersebut belum berpihak ke masyarakatnya sampai saat ini menurut pengakuan Ariel Fakdawer, Kepala Kampung Saukabu.

Walaupun Festival Raja Ampat digelar tiap tahun dan selalu diramaikan oleh puluhan ribu turis, mereka tidak mendapatkan keuntungan apapun.

"Kami tetap miskin, hanya penyelenggaranya yang mendapat keuntungan," tuturnya.

Sebenarnya tak udah muluk-muluk or any other fancy things. Yang masyarakat setempat butuhkan hanya jaringan komunikasi, aliran listrik, air bersih, dan hukum yang lebih adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun