Melirik data BPJS Watch tahun 2022, menunjukkan bahwa ada 109 kasus kecurangan yang dilaporkan. di tingkat puskesmas, diskriminasi sering kali terjadi dalam bentuk pemberian obat yang tidak sesuai dengan jatah, memaksa pasien untuk membeli obat tambahan dengan biaya sendiri. Sedangkan di rumah sakit, kasus yang paling sering dilaporkan adalah re-admisi, di mana pasien yang belum sembuh sepenuhnya dipulangkan dan kemudian diminta untuk kembali lagi untuk perawatan lebih lanjut.
Sedangkan, data temuan dari Ombudsman RI mencatat 700 pengaduan sepanjang tahun 2021-2022 dengan kasus mayoritas penolakan pasien BPJS Kesehatan di rumah sakit dengan alasan kuota terbatas. Berdasarkan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan pihak rumah sakit terkait kuota terbatas cukup melanggar aturan. Kendati demikian, diskriminasi terhadap pasien BPJS masih sering terjadi hingga saat ini. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi kasus diskriminasi yaitu dengan membuka dan mengubungi nomor pengaduan BPJS agar segera ditindak lanjuti dan mandapatkan efek jera.
Sesuai dengan kebijakan pemerintah, negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak, berkualitas, dan terjangkau bagi seluruh masyarakat. Program Jaminan Kesehatan Nasional sangat penting bagi Indonesia untuk memastikan akses layanan kesehatan yang berkualitas, meningkatkan taraf hidup masyarakat, serta menciptakan pemerataan layanan kesehatan di seluruh wilayah. BPJS Kesehatan berkewajiban memberikan informasi lengkap mengenai hak dan kewajiban masyarakat kepada petugasnya di lapangan, sehingga mereka dapat dengan cepat merespons dan memberikan jawaban jika masyarakat membutuhkan penjelasan.
Untuk menuntaskan maladministrasi dalam pelayanan BPJS Kesehatan, diperlukan pendekatan yang sistematis dan terintegrasi. Pertama, digitalisasi layanan harus dipercepat, seperti penerapan sistem antrean berbasis aplikasi yang memungkinkan pasien mendaftar, memilih waktu konsultasi, dan mendapatkan informasi jadwal dokter secara daring. Hal ini akan mempersingkat waktu tunggu dan meningkatkan efisiensi pelayanan. Kedua, pelatihan dan peningkatan kapasitas petugas BPJS Kesehatan perlu dilakukan secara berkala, termasuk penyuluhan tentang hak-hak peserta serta pengelolaan keluhan masyarakat. Ketiga, pengawasan internal dan eksternal harus diperketat, dengan membentuk tim audit independen yang bertugas memantau pelayanan di fasilitas kesehatan secara berkala untuk mencegah diskriminasi dan kecurangan. Keempat, pemerintah perlu menyediakan alokasi dana tambahan untuk meningkatkan fasilitas kesehatan di daerah terpencil, memastikan akses yang merata di seluruh wilayah.
Terakhir, penting bagi BPJS Kesehatan untuk meningkatkan keterbukaan informasi dengan menyediakan layanan pengaduan yang responsif melalui berbagai platform, sehingga masyarakat dapat menyampaikan keluhan secara cepat dan solusi dapat diberikan secara langsung. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan BPJS Kesehatan dapat pulih, sekaligus mewujudkan sistem jaminan kesehatan yang adil dan inklusif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H