Mohon tunggu...
Adinda Safira Devi
Adinda Safira Devi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konstruksi Gender pada Cerita Rakyat

7 April 2024   21:26 Diperbarui: 7 April 2024   22:07 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konstruksi gender pada cerita rakyat

Pendahuluan

Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang kaya akan nilai-nilai, norma, dan konstruksi sosial yang terdapat dalam narasinya. Salah satu aspek yang menarik untuk diteliti dalam cerita rakyat Indonesia adalah konstruksi gender yang ada pada cerita rakyat tersebut. Konstruksi gender dalam cerita rakyat mencerminkan pandangan masyarakat terhadap peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam konteks budaya dan tradisi. Tulisan ini akan menjelaskan bagaimana konstruksi gender direpresentasikan dalam cerita rakyat Indonesia, dengan fokus pada peran tokoh-tokoh laki-laki dan perempuan serta dinamika hubungan gender dalam narasi tradisional.

Isi

Pada era ini penjelasan mengenai perbedaan gender cukup menjadi pro dan kontra dalam masyarakat. Karena masih banyak orang yang terpaku dengan statement feminim adalah perempuan dan maskulin adalah laki laki. Padahal kenyataannya seorang perempuan juga memiliki sisi maskulin dan seorang laki laki juga memiliki sisi feminim. Dalam buku Gendered Lives: Communication, Gender, and Culture, Thirteenth Edition karya Natalie Fixmer-Oraiz, dan Julia T. Wood disebutkan bahwa seorang yang feminim cenderung lebih komunikatif, lebih partisipatif dalam berinteraksi, juga lebih menunjukkan dukungan kepada orang lain. Sedangkan seorang yang maskulin cenderung kurang responsif, memiliki sikap  mengontrol, dan lebih lugas dalam berbicara. Karena perbedaan sifat dari feminin dan maskulin inilah yang membuat penasaran bagaimana konstruksi gender yang ada pada cerita rakyat.

Terdapat banyak sekali cerita rakyat dari berbagai daerah yang bisa termasuk dalam bab ini, contohnya adalah Asal Usul Tari Guel dari aceh, Kisah Kelana Sakti dari Sumatera Utara, Asal Usul Danau Maninjau Sumatera Barat, Raden Alit Sumatera Selatan, Hang Tuah Kesatria Melayu Riau, Putri Pandan Berduri (Asal Mula Persukuan di Pulau Bintan) dari Kepulauan Riau, Putri Serindang Bulang Bengkulu, Panglima To Dilaling Sulawesi Barat, Tan Talanai Jambi, Unang Batin Lampung, Legenda Panglima Angin Bangka Belitung, Asal Mula Nama Dayeuh Manggung Jawa Barat, Aji Saka Jawa Tengah, Baron Sekender Yogyakarta, Legenda Gunung Arjuna Jawa Timur, Legenda Prasasti Munjul Banten, Untung Suropati DKI Jakarta, Asal Mula Danau Limboto Gorontalo, Jayaprana dan Layonsari Bali, dan sebagainya. Akan tetapi disini kita akan membahas cerita rakyat yang cukup dikenal oleh masyarakat. Beberapa contohnya seperti Malin Kundang, bawang merah dan bawang putih,, lutung kasarung dan roro jongrang. 

Malin Kundang

Malin Kundang adalah satu-satunya anak dari pasangan yang mencari nafkah dengan menjadi nelayan. Sayangnya ayah Malin meninggal dunia saat ia masih kecil. Hal ini memaksa dia dan ibunya untuk bekerja dan berjuang untuk bertahan hidup. Meski hidup sederhana, Malin sangat disayang oleh ibunya. Ketika Malin beranjak dewasa, ia meminta izin kepada ibunya untuk pergi ke luar pulau mencari pekerjaan guna meningkatkan taraf hidup mereka. Ibu Malin pun melepaskan anaknya dengan berat hati. Di tengah perjalanan, kapal yang ditumpangi Malin mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan ia terdampar di tepi pantai. Penduduk setempat yang tinggal di pantai membantu Malin dan bahkan membantunya mendapatkan pekerjaan. Malin bekerja sangat keras, ia menanam tanaman di tanah desa yang subur dan menjadikannya semakin sukses. Ia memiliki banyak pekerja dan kapal dagangnya sendiri. Setelah sukses, Malin menikah dengan putri seorang saudagar kaya. Bertahun-tahun telah berlalu, ibu Malin masih menunggu kabar kepulangan anaknya. Ia mengetahui bahwa putranya telah menikah dengan putri seorang saudagar kaya. Hingga suatu hari sebuah kapal mewah berlabuh di desa Malin. Di geladak, para warga melihat pasangan muda yang mengenakan pakaian berkilau, tak lain adalah Malin dan istrinya. Mereka turun dari kapal ketika mencapai pantai. Semua orang menyambutnya dengan antusias, termasuk ibu Malin yang senang karena anaknya kembali ke rumah. Namun pada saat ibunya menghampiri Malin, Malin membuang ibu tuanya yang sudah tua itu dalam keadaan compang-camping bahkan tidak mengenalinya sebagai ibunya karena malu dengan istrinya. Hal ini membuat hati ibu Malin hancur sehingga dengan keadaan sadar ia berdoa kepada Tuhan agar Malin diubah menjadi batu. Tak lama kemudian, badai besar melanda dan ketika ibunya sedang berdoa, Malin berubah menjadi batu. Dari cerita rakyat tersebut kita dapat melihat konstruksi "maskulinitas" pada tokoh Malin Kundang. Dalam buku "Gendered Lives" karya Natalie dan Julia, maskulinitas berarti menjadi kuat, ambisius, rasional, sukses, dan berkuasa dalam kehidupan profesional. Mereka dihargai atas kekuatan, kemandirian, dan kesuksesannya, terutama di kancah persaingan. Tokoh Malin Kundang digambarkan sebagai seseorang yang mempunyai sifat maskulin dalam dirinya. Ketika ia tumbuh dewasa, ia menyadari bahwa ia memiliki tanggung jawab untuk sukses guna mengubah standar hidupnya. Jadi dia memutuskan untuk pindah. Di tengah perjalanan, kapal yang ditumpanginya mengalami kecelakaan dan terdampar di tepi pantai. Tempat ini asing baginya, begitu pula orang-orang di sekitarnya. Situasi ini memaksanya untuk mandiri dan kuat. Ketika dia mendapatkan pekerjaan itu, dia bekerja sangat keras untuk mencapai kesuksesan (ambisius) ini.

2. Bawang Merah Bawang Putih

Cerita ini menyajikan perbandingan menarik antara dua tokoh wanita, Bawang Merah dan Bawang Putih. Bawang Merah digambarkan egois, licik, dan manipulatif, sedangkan Bawang Putih digambarkan lembut, ramah, dan penyayang. Struktur gender dalam cerita ini menyoroti perbedaan sikap dan kepribadian antara kedua karakter, dan menyampaikan pesan bahwa kebaikan selalu dihargai.

3. Roro Jonggrang

Kisah ini mencerminkan kuatnya konstruksi gender dalam budaya Jawa. Roro Jonggrang digambarkan sebagai wanita yang cerdas, kuat, dan pemberani. Ia menolak keinginan maksiat Prabu Baka dan dengan kecerdasannya, ia mengubah nasib dirinya dan generasinya. Konstruksi gender dalam cerita ini menyoroti kekuatan dan kebijaksanaan perempuan dalam menghadapi ketidakadilan.

4. Lutung Kasarung

Dalam cerita ini, tokoh utama adalah putri Tumangung Pangeran, yang menjadi pahlawan dengan bantuan Lutung Kasarung. Meski Tumangung Pangeran adalah laki-laki, namun kisah ini menyoroti peran perempuan dalam menyelamatkan kerajaan dan mengalahkan musuh. Hal ini menunjukkan bahwa gender tidak selalu menentukan kekuatan atau keberanian seseorang.

Kesimpulan:

Cerita rakyat Indonesia berperan penting dalam membangun dan mempopulerkan nilai-nilai budaya, termasuk konstruksi gender. Melalui tokoh dan alur, cerita rakyat mencerminkan harapan, ekspektasi, dan stereotip masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan. Namun, beberapa cerita juga menantang konstruksi gender tradisional dengan menampilkan keberanian, kecerdasan, dan kebaikan karakter perempuan. Dengan demikian, sastra rakyat tidak hanya merupakan cerminan budaya tetapi juga merupakan sarana refleksi dan transformasi nilai-nilai gender dalam masyarakat.

Daftar Pustaka

Oraiz, Natalie Fixmer. Julia T. Wood. 2017. Gendered Lives: Communication, Gender, and Culture, Thirteenth Edition. USA : Cengage Learning, Inc.

Mashudi, A., & Thoyib, M. E. (2017). Konstruksi Maskulinitas dalam Cerita Rakyat Jawa. EGALITA, 12(2).

Sugiarti, S., Andalas, E. F., & Bhakti, A. D. P. (2022). Representasi maskulinitas laki-laki dalam cerita rakyat nusantara. KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 8(1), 181-196.

Fian, R. S. (2020). IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPRATIF TIPE JIGSAW PADA PEMBELAJARAN CERITA RAKYAT MALIN KUNDANG KELAS III DI MI MIFTAHUL MUBTADI'IN KALIWINASUH PURWOREJO KLAMPOK BANJARNEGARA (Doctoral dissertation, IAIN Purwokerto).

Nurfaidah, R. (2016). Dominasi Maskulinitas dalam Cerpen Indonesia. Meta Sastra, 239-252.

Mustofa, A. (2011). Sayembara Sebagai Bentuk Resistensi Perempuan dalam Menolak Hegemoni Laki-Laki dalam Cerita Rakyat Roro Jonggrang, Roro Mendut, dan Sangkuriang. Atavisme, 14(2), 182-193.

Kompasiana. Konstruksi Gender dalam Cerita Rakyat: Maskulinitas. https://www.kompasiana.com/yisliayesarella5313/6611042114709318750ff7f2/konstruksi-gender-dalam-cerita-rakyat-maskulinitas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun