Mohon tunggu...
Adinda Rachmadyna
Adinda Rachmadyna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

I love you and me

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Beyond The Label: Peserta Didik Sekolah Non-Formal Lebih Daripada Itu!

3 November 2024   09:59 Diperbarui: 5 November 2024   14:43 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Menjalani kegiatan PKL di SPNF SKB Kota Samarinda selama kurang lebih dua bulan, saya belajar begitu banyak hal. Mulai dari sifat-sifat peserta didik disana, interaksi antara pendidik dan peserta didik, lingkungannya, serta yang lainnya.

Ketika pertama kali memasuki instansi tersebut, saya yang kuliah dengan jurusan Bimbingan dan Konseling Islam awalnya bertanya-tanya tentang apa yang kira-kira akan saya lakukan disini kecuali mengajar?

Tetapi, supervisor, pemimpin instansi, serta pembimbing lapangan saya menjelaskan bagaimana peserta didik di instansi ini sangat membutuhkan adanya proses bimbingan dan konseling. Katanya, beberapa peserta didik disini merupakan orang yang "bermasalah" atau memiliki masalah.

Itu dia...

Label atau stigma yang melekat pada mereka tidak lain dan tidak bukan adalah (mohon maaf jika kata-katanya sedikit kasar): "Pemalas", "Anak dari keluarga yang kurang mampu", "Murid bermasalah", "Latar pendidikan mereka tidak sebagus lulusan sekolah formal", "Anak nakal", dan lain sebagainya. Saya pun sejujurnya memiliki pemikiran bahwa mereka yang bersekolah di institusi tersebut adalah mereka yang sudah "berumur".

Tapi kenyataannya ketika saya menghabiskan waktu bercengkrama bersama mereka, semua label atau stigma yang orang-orang katakan tidak sepenuhnya benar. Variasi umur yang saya bayangkan dan saya temui nyatanya tidak sesuai, karena diantara mereka ada yang memang usia anak sekolah dan ada pula yang sudah melewati usia anak sekolah.

Memang ada dari mereka yang memilih untuk melanjutkan pendidikan di institusi tersebut karena dulunya terkendala oleh ekonomi.  Namun, ada juga yang karena ia di-bully di sekolah formal dan menyaksikan secara nyata bagaimana teman-temannya di-bully. Guru-guru yang seharusnya melindungi anak yang di-bully malah membayar murid-muridnya untuk bungkam ketika orang tua yang anaknya di-bully melaporkan mereka pada pihak berwenang. Hal inilah yang kemudian membuatnya merasa kalau sekolah formal merupakan ide yang buruk untuk dilakukan dan kemudian memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di institusi tersebut.

Ada juga yang memiliki fisik lemah, ia sering sakit-sakitan sehingga tidak bisa beraktivitas seperti anak-anak pada umurnya yang masih belia. Ia memilih mengikuti sekolah non-formal yang terbilang sangat fleksibel ketimbang sekolah formal. Di institusi tempat saya menjalani PKL diterapkan sistem belajar daring untuk mereka yang tidak bisa menghadiri pembelajaran secara luring.

Selain fisik yang lemah, ada pula yang mengalami permasalahan yang membuat mentalnya terpuruk sehingga memutuskan untuk putus sekolah dan fokus untuk menyehatkan mentalnya dan setelah berhasil menyehatkan mentalnya, ia memiliki semangat untuk kembali melanjutkan pendidikannya melalui sekolah non-formal yang bisa memberikannya kesempatan kedua untuk kembali belajar.

Beberapa dari mereka ada pula yang dijodohkan oleh orang tuanya, menikah muda, ataupun married by accident sehingga harus putus sekolah. Lagi-lagi, sekolah non-formal yang tidak memandang umur maupun latar belakang tentunya menerima mereka yang masih memiliki semangat untuk kembali mengenyam pendidikan dan mendapatkan pendidikan yang setara dengan mereka yang lulusan sekolah formal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun