Mohon tunggu...
Adinda Rizki Novia Tamara
Adinda Rizki Novia Tamara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat FIKKIA Universitas Airlangga

Mahasiswa yang gemar menulis opini tentang isu sosial, pendidikan, dan kesehatan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Hustle Culture di Kalangan Mahasiswa, Antara Produktivitas dan Beban Eksploitasi

21 Desember 2024   14:16 Diperbarui: 21 Desember 2024   14:16 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sudahkah Anda tidur cukup semalam, atau begadang menyelesaikan tugas sambil memikirkan deadline lain? Jika benar, selamat datang di hustle culture yang merajalela di kalangan mahasiswa.

Di tengah hiruk pikuk tugas akademik, organisasi, magang, dan kegiatan non-akademik lainnya, mahasiswa seringkali terperangkap dalam pemikiran bahwa sibuk itu merupakan sebuah prestasi dan tanda keberhasilan. Mereka tidak menyadari bahwa mereka mungkin sedang dieksploitasi oleh hustle culture. Di kalangan mahasiswa, budaya begadang hingga larut malam, kegiatan yang bertumpukan, dan perasaan bersalah ketika beristirahat hampir dianggap normal. Namun, apakah hustle culture ini benar-benar mendorong produktivitas atau malah mengarah pada ekspoitasi?

Apa Itu Hustle Culture?

Hustle culture adalah budaya yang menganggap bahwa kerja keras yang berlebihan adalah hal yang hebat dan patut dibanggakan. Budaya ini mendorong pemikiran kita bahwa kerja lembur, jadwal yang padat, dan stres adalah hal yang positif dan bagian dari produktivitas. Mungkin juga ada yang beranggapan bahwa kesibukan ini hanya bersifat sementara. Mereka berpikir untuk menggapai sesuatu yang lebih besar kita harus melalui kerja keras yang tidak main-main. Setelah kita mencapai itu, kita bisa kembali lagi memulai kehidupan yang santai. Meskipun tidak salah, strategi berpikir seperti itu bisa saja memunculkan masalah yang lebih besar. Kita tidak tahu apa yang akan kita tukar atas apa yang telah kita lakukan. Kita bisa saja mengalami penurunan kesehatan, membuat jarak hubungan dengan orang terdekat, dan tidak berkesempatan untuk menikmati hidup. Apa yang kita pikirkan bahwa ini hanya bersifat sementara ternyata berpengaruh besar dan berjangka panjang dalam hidup kita kedepannya.

Kerja Kelas atau Hanya Eksploitasi?

Hustle culture telah mempengaruhi mahasiswa mengenai pemikiran bahwa value diri mereka dilihat berdasarkan produktivitas dan kesibukan mereka. Ambisi dalam berkompetisi yang berlebihan menyebabkan mereka merasa cemas dan takut dianggap gagal karena merasa ingin selalu memenuhi ekspektasi orang-orang di sekitarnya. Tekanan tersebut pada akhirnya memicu gejala burnout pada mahasiswa, seperti motivasi yang menurun hingga depresi.

Hustle culture juga berdampak pada kualitas fisik mereka karena pola kerja yang tiada henti.  Mahasiswa cenderung acuh tak acuh pada kebutuhan fisik mereka seperti makan teratur, olahraga, dan tidur yang cukup akibat bergelut dengan deadline tugas mereka. Akibatnya, mereka sering mengalami kelelahan yang memicu kurang stabilnya emosi dan merasa mudah tersinggung.

Pikiran yang dipenuhi oleh tugas dan kegiatan produktif lainnya membuat mahasiswa mengabaikan waktu untuk keluarga, teman, bahkan waktu untuk diri sendiri. Kesibukan yang berlebihan membuat mereka merasa hidup hanya stuck di suatu tempat. Padahal memberikan waktu untuk diri sendiri penting untuk mereka dapat mengembangkan diri pada aspek lain, seperti memberikan kesempatan tubuh untuk berelaksasi dan mendapat kesenangan dengan sesekali memberikan self reward sebagai bentuk rasa syukur atas pencapaian yang didapat. Jika semua budaya dan pemikiran ini dinormalisasikan mahasiswa, akan berakibat pada penurunan kualitas mental maupun fisik mahasiswa.

Penyebab Kemunculan Hustle Culture

Hustle culture dapat timbul dikarenakan faktor lingkungan, baik itu teman, kelas, organisasi, bahkan sosial media. Mahasiswa seringkali terpengaruh oleh faktor lingkungan kampusnya yang menganggap bahwa hustle culture adalah tanda produktif. Selain itu, sosial media juga cukup kuat sebagai faktor yang memunculkan adanya hustle culture ini. Seringkali media sosial memperlihatkan bagaimana orang-orang sukses menunjukkan sisi glamornya dengan membagikan betapa sibuknya mereka bekerja sehingga orang-orang yang melihatnya akan terpacu untuk melakukan hal yang sama dan menjadikan kesibukan adalah tolak ukur kesuksesan.

Cara Mahasiswa Menyikapi Hustle Culture

Mahasiswa harus bisa menjauhkan pemikiran tersebut dan berusaha untuk keluar dari budaya hustle culture ini. Cara pertama yang bisa dilakukan seorang mahasiswa adalah dengan mengubah cara pandang mereka terlebih dahulu bahwa sibuk itu tidak selalu berarti produktif. Mahasiswa perlu menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kesehatan fisik atau mental mereka. Caranya dengan membuat jadwal yang teratur dengan menyusunnya di suatu media seperti kalender atau catatan di handphone. Pastikan kita dengan bijak membagi waktu antara bekerja dengan waktu luang untuk beristirahat. Penting untuk memahami bahwa istirahat juga sama pentingnya dengan bekerja. Selain itu, mahasiswa juga harus menetapkan batasan. Belajarlah untuk sesekali berkata "tidak" untuk melakukan hal-hal yang melampaui batas kita. Mungkin kita bisa menolak diri kita untuk tidak bekerja pada akhir pekan. Kenapa hal tersebut perlu sesekali kita lakukan? Karena dengan kita mengatakan tidak untuk bekerja berlebihan dan memutuskan untuk istirahat sejenak, kita dapat membangun kembali stamina fisik dan kesegaran berpikir kita agar bisa digunakan kembali untuk jangka yang lebih panjang.

Arti Sukses yang Sejati

Selain itu, penting bagi mahasiswa untuk merenungi kembali mengenai apa sebenarnya arti kesuksesan bagi dirinya. Apakah sukses itu berarti bekerja tanpa berhenti? Apakah mengesampingkan kualitas hidup dan hubungan dengan orang-orang tersayang benar-benar definisi kesuksesan yang kita inginkan? Kita dapat mengatakan bahwa itu bukanlah tujuan hidup yang kita inginkan.

Oleh karena itu, mahasiswa harus menyadari bahwa sukses tidak hanya diukur dari kesibukan mereka, tetapi bagaimana mereka dapat menyeimbangkan hidup mereka di tengah-tengah tugas dan kegiatan di kampus mereka. Sudah saatnya kita sebagai mahasiswa memahami ulang hustle culture ini justru mengeksploitasi kita dari banyak aspek hidup. Mari menjadi mahasiswa yang bijak dalam mengatur produktivitas kita dalam menjalani dunia perkuliahan ini!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun