Profil Penulis
Iwan Martua Dongan Simatupang, lebih dikenal dengan nama Iwan Simatupang. Lahir pada 18 Januari 1928 dan wafat pada tanggal 4 Agustus 1970. ia merupakan seorang dramawan, novelis, penyair, dan esais Indonesia. Dia menempuh pendidikan di HBS di Medan, kemudian melanjutkan ke sekolah kedokteran (NIAS) di Surabaya, meskipun tidak menyelesaikannya. Setelah itu, dia belajar antropologi di Universitas Leiden (1954-1956), drama di Amsterdam, dan filsafat di Universitas Sorbonne, Paris, Prancis, di bawah bimbingan Prof. Jean Wahl pada tahun 1958. Selain itu, dia juga mengikuti Full Course di International Institute for Social Studies di Den Haag dan Ecole de l'Europe pada tahun 1957. Novel-novel karya Iwan Simatupang dianggap sebagai bacaan untuk kaum intelektual karena mengandung pemikiran yang abstrak dan bersifat metafisik. Novel-novelnya sulit dipahami oleh orang awam karena memuat argumen filosofis yang tidak umum dan tidak konvensional. Isi novel-novelnya terdiri dari kalimat-kalimat fungsional yang disertai dengan banyak permasalahan yang diajukan.
Dalam kesusastraan Indonesia, ia merupakan seorang pengarang terkenal dan pelopor pembaharuan novel Indonesia berkat karyanya Merahnja Merah (1968), Ziarah (1969), dan Kering(1972). (Yudiono. 2007:137). Iwan boleh dikatakan sebagai penulis prosa dengan cara baru yaitu antiplot dan antikarakter. (Sumarjo. 1982:7). Novel Iwan Simatupang, "Ziarah", diterbitkan pertama kali oleh penerbit Djambatan pada tahun 1969 dan dianggap sebagai salah satu novel fiksi bergenre sejarah, meskipun banyak orang mengatakan bahwa genrenya adalah eksitensisme yang penuh dengan absurditas. Novel Ziarah membawa Iwan Simatupang untuk memperoleh Hadiah Sastra Asean tahun 1977, tujuh tahun setelah sang pengarang meninggal dunia. Novel tersebut mendapat sambutan positif dari sastrawan dan pengamat sastra. (Bakri, 2018:2). Dalam novel "Ziarah" karya Iwan Simatupang ini memiliki banyak sekali nilai-nilai kehidupannya.
SinopsisÂ
Novel yang berjudul "Ziarah" ini menceritakan seorang pelukis terkenal yang kaya raya setelah salah satu lukisannya dibeli dengan harga sangat mahal oleh seorang gadis asing. Namun, kekayaan yang mendadak ini membuatnya merasa lelah dan bingung, sehingga ia mencari cara untuk menghabiskan uangnya. Ia memilih hidup berpindah-pindah dari satu hotel ke hotel lainnya, bermain judi dengan harapan bisa menghabiskan uangnya. Ironisnya, ia selalu menang dan kekayaannya semakin bertambah. Merasa terbebani oleh kekayaannya, ia berniat mengakhiri hidup dengan melompat dari lantai tertinggi sebuah hotel terkenal. Namun, ia secara tak sengaja menimpa seorang gadis cantik yang kemudian menjadi istrinya. Kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama karena seorang wanita tua yang iri terhadap kebahagiaan mereka, menyebabkan istrinya jatuh sakit dan meninggal dunia.
Setelah kematian istrinya, "kita" hidup di pesisir pantai dan diasingkan oleh warga Kotapraja yang membencinya. Ia merasa sangat hancur hingga tidak menghadiri pemakaman istrinya dan tidak mengetahui letak makamnya. Lama setelah itu, ia menerima pekerjaan sebagai pengapur dinding pemakaman dari opseter pekuburan. Pekerjaan ini akhirnya memberinya informasi tentang letak makam istrinya. Sejak saat itu, ia menghabiskan sisa hidupnya dengan berziarah ke makam istrinya yang dicintainya.
Kekurangan novel
Beberapa pembaca mungkin bingung jika hanya membaca sekali. Selain itu, bahasa yang digunakan dalam novel ini cukup rumit untuk dipahami bagi para pembaca yang tidak terbiasa dengan literatur atau bukan peminat karya sastra. Novel ini tidak cocok dengan pembaca yang hanya mencari hiburan. Plot pada novel ini cukup membingungkan dikarenakan alur nya yang maju mundur yang menyebabkan pembaca harus menerka-nerka alur yang disajikan oleh penulis. Tokoh-tokoh dalam novel ini juga tidak memiliki nama yang jelas termasuk pemeran utama nya. Nasib tokoh-tokoh nya juga terjadi dengan cepat. Penulis juga tidak menjelaskan latar tempat, waktu, suasana dengan jelas dalam novel ini.
Kelebihan novel
Novel ini menarik bagi sebagian orang, cocok untuk pembaca yang suka berfiikir akan jalan ceritanya, Novel tersebut juga mengandung sastra dan sejarah. Cerita dari novel tersebut juga membuat para pembaca terharu akan rasa cinta dari sang tokoh utama dengan istrinya.
Pesan moral
Pesan moral yang dapat dipetik dari novel tersebut ialah tentang bagaimana seseorang mampu bertahan hidup dan menjalaninya, tentang bagaimana ia hidup dalam balutan cinta dengan pasangannya. Dari novel tersebut juga kita belajar bahwa hidup bukan hanya tentang uang. Uang tidak memiliki arti apa-apa, sebab yang dibutuhkan oleh tokoh tersebut adalah cinta sejati dari pasangannya. Sejatinya semua orang akan menemui ajalnya, itulah sebabnya kita semua tidak boleh mencintai sesama makhluk dengan teramat sangat, karena hal itu akan menyebabkan kita merasa sakit yang mendalam begitu ditinggalkan, layaknya tokoh kita dalam cerita tersebut yang ditinggalkan oleh istrinya. Berlarut-larut dalam kesedihan akan membuat kita menjadi hilang arah, maka dari itu kirimkanlah doa karena itu merupakan cara satu-satunya agar komunikasi kita dengan orang yang sudah tiada tetap bisa terjalin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H