Mohon tunggu...
Adinda Kanza Salsabila
Adinda Kanza Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halloooo!!!!, Saya Adinda Kanza Salsabila sebagai Mahasiswaa Perguruan Negeri Tinggi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Ilmu Ekonomi Pembangunan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengelola Bonus Demografi: Pengangguran dan Tantangan Kualitas Tenaga Kerja di Indonesia

3 November 2024   23:46 Diperbarui: 4 November 2024   00:10 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengelola Bonus Demografi: Pengangguran dan Tantangan Kualitas Tenaga Kerja di Indonesia

Bonus demografi adalah fenomena di mana suatu negara mengalami peningkatan proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) dibandingkan dengan penduduk non-produktif (0-14 tahun dan di atas 65 tahun). Kondisi ini terjadi akibat penurunan angka kelahiran dan kematian, yang berkontribusi pada peningkatan harapan hidup serta perubahan struktur umur penduduk. Indonesia diproyeksikan akan mengalami puncak bonus demografi antara tahun 2030 hingga 2040, di mana sekitar 68% dari total populasi akan berada dalam rentang usia produktif. Di Indonesia, bonus demografi diproyeksikan terjadi antara tahun 2020 hingga 2030. Pada periode ini, jumlah penduduk usia produktif yang berusia antara 15 hingga 64 tahun akan meningkat secara signifikan. Menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2030, sekitar 70% penduduk Indonesia akan berusia di bawah 40 tahun. Potensi ini dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk mengembangkan ekonominya dan meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya.

Bonus Demografi dan dampaknya terhadap Pengangguran 

Bonus demografi di Indonesia, yang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2045, memiliki dampak signifikan terhadap tingkat pengangguran. Meskipun fase ini seharusnya memberikan potensi ekonomi yang besar dengan meningkatnya jumlah penduduk usia produktif, tantangan besar muncul dalam bentuk pengangguran yang tinggi, terutama di kalangan generasi muda. Meskipun Indonesia menikmati bonus demografi, angka pengangguran tetap tinggi. Pada tahun 2022, jumlah pengangguran usia produktif mencapai sekitar 8,1 juta jiwa, dengan proporsi pengangguran muda (15-24 tahun) mencapai 22,25% Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada banyak individu dalam usia kerja, banyak dari mereka yang tidak dapat menemukan pekerjaan yang sesuai.

Sering kali, pengangguran di kalangan pemuda disebabkan oleh kesenjangan antara keterampilan yang dimiliki pencari kerja dan kebutuhan pasar. Data menunjukkan bahwa hanya sekitar 51% pencari kerja memiliki pendidikan di atas SMA, yang menciptakan tantangan dalam penyerapan tenaga kerja. Dengan banyaknya lulusan yang tidak memenuhi syarat untuk posisi yang tersedia, hal ini memperburuk masalah pengangguran. Untuk memanfaatkan bonus demografi secara optimal dan mengurangi tingkat pengangguran, diperlukan kebijakan yang fokus pada peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan keterampilan serta penciptaan lapangan kerja yang lebih luas.

Jika tantangan ini tidak diatasi dengan serius, Indonesia berisiko kehilangan manfaat dari bonus demografi dan menghadapi konsekuensi jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial. Selain itu, diperlukan juga fokus pada pengembangan kewirausahaan dan inovasi untuk menciptakan lebih banyak peluang kerja. Hal ini dapat dilakukan melalui program-program inkubasi bisnis, akses ke modal, dan dukungan mentoring bagi para wirausahawan muda. Dengan pendekatan holistik ini, Indonesia dapat lebih siap menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang dari bonus demografi.

Sumber: bps.go.id
Sumber: bps.go.id

Tantangan Kualitas Tenaga Kerja di Indonesia

Meskipun jumlah tenaga kerja usia produktif meningkat, banyak dari mereka yang memiliki keterampilan rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan industri modern. Sekitar 50% pekerja aktif di Indonesia memiliki pendidikan terakhir setingkat SD, sehingga mereka terjebak dalam sektor informal dengan produktivitas yang rendah. Selain itu, perubahan cepat dalam teknologi dan proses bisnis akibat revolusi digital telah menciptakan kesenjangan keterampilan, di mana banyak lulusan tidak siap menghadapi tuntutan pasar yang terus berubah. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah meluncurkan program pelatihan seperti Kartu Prakerja dan upskilling serta reskilling untuk meningkatkan kapasitas tenaga kerja. Namun, tantangan masih ada, termasuk perlunya kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan lembaga pendidikan untuk memastikan bahwa pelatihan yang diberikan relevan dan efektif dalam mempersiapkan tenaga kerja yang berkualitas. Jika tidak ditangani dengan baik, bonus demografi justru dapat menjadi beban bagi perekonomian Indonesia.

Lebih lanjut, pengembangan sumber daya manusia yang berfokus pada keterampilan digital dan inovasi menjadi krusial untuk menghadapi era Revolusi Industri 4.0. Peningkatan literasi digital di seluruh lapisan masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil, dapat membuka peluang baru dalam ekonomi gig dan remote work. Dengan demikian, Indonesia dapat memanfaatkan bonus demografi tidak hanya sebagai keuntungan kuantitatif, tetapi juga sebagai pendorong transformasi kualitatif dalam struktur ekonomi dan tenaga kerjanya. Untuk mendukung transformasi ini, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan yang mendorong inovasi dan penelitian di berbagai sektor. Investasi dalam infrastruktur teknologi dan pengembangan ekosistem startup dapat menciptakan lapangan kerja berkualitas tinggi. Selain itu, kerjasama antara industri, akademisi, dan pemerintah (triple helix) menjadi kunci dalam mengoptimalkan potensi sumber daya manusia Indonesia di era bonus demografi.

Bonus demografi di Indonesia menunjukkan bahwa fenomena ini menawarkan peluang signifikan untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Diperkirakan akan mencapai puncaknya antara tahun 2030 hingga 2040, di mana sekitar 68% populasi akan berada dalam usia produktif (15-64 tahun). Namun, tantangan besar juga muncul, terutama terkait dengan pengangguran dan kualitas tenaga kerja. Meskipun jumlah penduduk usia produktif meningkat, banyak yang tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar, sehingga menciptakan kesenjangan antara pendidikan dan lapangan kerja. Untuk memanfaatkan bonus demografi secara optimal, diperlukan kebijakan yang fokus pada peningkatan kualitas pendidikan, pelatihan keterampilan, dan penciptaan lapangan kerja yang lebih luas. Jika tidak ditangani dengan baik, Indonesia berisiko kehilangan manfaat dari bonus demografi dan menghadapi konsekuensi negatif dalam pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan sangat penting untuk memastikan bahwa potensi ini dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun