Mohon tunggu...
adinda geraldhine
adinda geraldhine Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perang Siber antara Amerika Serikat dan Tiongkok

21 Januari 2022   19:54 Diperbarui: 21 Januari 2022   19:59 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Melihat kemajuan teknologi yang signifikan di seluruh dunia tentu tidak luput dari kejahatan-kejahatan yang terjadi di dalam ruang siber. Kejahatan dalam ruang siber sendiri sangat beragam, di Indonesia kejahatan siber menurut UU ITE antara lain yakni konten ilegal, kesusilaan, perjudian hingga pencemaran nama baik. Selain itu kegiatan seperti transaksi ilegal, gangguan data atau pencurian data dan gangguan terhadap sistem juga termasuk kedalam kejahatan dalam ruang siber.

Adapun kejahatan konvensional lain dalam ruang siber yang telah berkembang dan menimbulkan sebuah kasus baru di ranah pemerintahan yakni Cyberwar atau perang siber. Definisi sederhana dari perang siber adalah perang yang terdapat di dalam ruang siber, yang mana penyerangan yang dilakukan dalam ruang siber berbeda dengan penyerangan dalam perang konvensional atau perang secara fisik. Perang siber menggunakan cyberspace sebagai ruang untuk melakukan peperangan. Cyberspace merupakan seluruh jaringan komputer yang ada di dunia maya dan tidak hanya mencakup internet. Internet sendiri adalah sebuah jaringan yang terhubung ke jaringan lain, yang mana dengan internet kita dapat mengakses apa saja dalam ruang siber dan dapat berkomunikasi dengan komputer mana pun yang terhubung ke dalam internet. Namun beberapa dari jaringan tersebut bersifat pribadi dan memiliki daerah teroritisnya sendiri. Perang siber dilakukan secara disengaja dan sudah terkoordinasi dengan tujuan utama untuk mengganggu kedaulatan suatu negara. Hal yang biasanya terjadi dalam perang siber berupa tindakan yang memiliki tujuan untuk menguasai, memodifikasi, mencuri, merusak atau pun melumpuhkan sistem atau aset informasi suatu negara.

Salah satu kasus perang siber yakni cyberwar antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Konflik ini bermula dengan adanya tuduhan yang dijatuhkan terhadap masing-masing negara, baik Amerika Serikat pada Tiongkok maupun sebaliknya. Lalu dilanjutkan dengan terjadinya spionasi siber antara kedua belah pihak. Pada tahun 2011 Amerika serikat sebagai negara maju yang memiliki kekuatan dalam bidang politik, ekonomi, hingga militer melihat adanya ancaman siber secara internasional. Maka dari itu, Amerika Serikat membentuk International Strategy for Cyberspace yang memiliki tujuan untuk memperkuat kerjasama internasional dengan menggabungkan diplomasi, pertahanan, dan juga pembangunan guna meningkatkan kemakmuran, keamanan, dan keterbukaan sehingga semua dapat merasakan  dan menggunakan teknologi khususnya internet dengan baik.

Dengan adanya hal tersebut, Amerika Serikat dan Tiongkok sepakat untuk menjadikan isu siber sebagai bagian penting dari hubungan bilateral mereka yang sedang berlangsung. Hal ini juga digunakan untuk memastikan bahwa adanya ketidakpercayaan tidak selalu mengarah pada permusuhan. Namun, dengan adanya tambahan isu siber dalam dialog antara kedua negara tersebut hal itu tentu tidak akan menjadikan komunikasi antara Amerika Serikat dan Tiongkok menjadi lebih mudah. Walaupun sudah melakukan pertemuan dan diskusi antara kedua belah pihak, hal ini tidak dapat menemukan titik temu yang signifikan. Amerika Serikat dan Tiongkok memiliki kesepahaman dan kebijakan yang berbeda tentang dunia siber, Amerika Serikat menerapkan internet freedom dan Tiongkok menjadikan internet sovereignty sebagai kebijakannya. Tetapi meningkatnya hubungan antara perang siber dan perang tradisonal, juga tidak dapat dihindarkan dari kedua negara tersebut.

Tidak lama seletah adanya perjanjian siber antara Amerika Serikat dan Tiongkok, Amerika Serikat mencurigai dan menuduh Tiongkok melakukan tindakan spionase  siber bahkan sebelum kedua negara memiliki kerjasama siber. Lalu hubungan kedua negara semakin memburuk, dikarenakan adanya pernyataan dari Edward Snowden yang merupakan mantan agen CIA (Central Intelligence Agency) dan mantan agen NSA (National Security Agency) tentang adanya program pengawasan internet masal oleh Amerika Serikat kepada Tiongkok dan menjelaskan kampanye spionase siber, yang mana Amerika Serikat telah memata-matai teknologi informasi Tiongkok mulai dari bank hingga pemimpin partai komunis yang ada di Tiongkok.

Adanya kasus saling tuduh antara Amerika Serikat dan Tiongkok tentu memperburuk hubungan bilateral antara kedua negara tersebut. Hingga pada akhirnya Amerika Serikat dan Tiongkok saling melakukan spionase siber satu sama lain. Tiongkok melakukan kegiatan spionase siber terhadap departemen pertahanan Amerika Serikat yang dinamakan operasi beebus. Dan Amerika Serikat melakukan spionase siber terhadap salah satu perusahaan Tiongkok yakni Huawei yang mana kegiatan tersebut dinamakan operasi shotgiant pada tahun 2010-2014.

Pada tahun 2015 perang siber antara Amerika Serikat dan Tiongkok dinyatakan usai setelah adanya US China Agreement 2015. Tidak ada yang menang atau kalah dalam perang siber antara Amerika Serikat dan Tiongkok, karena pada tahun yang sama Amerika Serikat secara eksplisit melakukan pendekatan pada Tiongkok. Presiden Amerika Serikat pada saat itu, Barack Obama dan Presiden Tiongkok, Xi Jinping mendeklarasikan common understanding yang merupakan adanya kesepakatan antara Amerika Serikat dan Tiongkok untuk tidak melakukan kegiatan spionase siber. Khususnya dalam spionase komersil, ekonomi, informasi dagang, dan juga informasi penting lainnya. Hasil dari kesepakatan inilah yang dinamakan US China Agreement 2015.

DAFTAR PUSTAKA

Trifirmanto, H. (n.d.). Cyber War Related papers Cyber War The Next Threat to National Security and What to Do About It.

Permanasari, A. (2017). BAGI KERANGKA HUKUM INDONESIA TENTANG PERTAHANAN SIBER.

Relations, U. S., Lieberthal, K., & Singer, P. W. (n.d.). Cybersecurity and U.S.-China Relations.

Spade, J. (2020). China's Cyber Power and America's National Security. March 2011.

Fighter, J. S. (2017). Aktifitas Spionase Republik Rakyat Tiongkok ke Amerika Serikat ( Cyber Spionase.

We, I. F., Without, S., Move, C. a N., & Two, F. (2013). International Strategy for. 1--13.

Triwahyuni, D., & Wulandari, T. A. (2016). Strategi Keamanan Cyber Amerika Serikat. Jurnal Ilmu Politik Dan Komunikasi, VI(1).

Xu, T. (2011). Asia Pacific Bulletin China and the United States: Hacking Away at Cyber Warfare. Number, 135(135).

Baezner, M. (2018). Cybersecurity in Sino-American Relations. CSS Analyses, April, 1--4.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun