Mohon tunggu...
Adinda DestianaAisyah
Adinda DestianaAisyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - All about "Sastra Indonesia"

Menulis dan membaca adalah salah satu cara untuk merangkul dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

KBPC sebagai Penggerak Budaya Pencak Silat untuk Masyarakat Buta Budaya

2 April 2021   18:04 Diperbarui: 10 September 2021   19:40 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masalah yang timbul di masyarakat, berkaitan dengan maraknya budaya asing yang masuk ke Indonesia, sepertinya sangat mempengaruhi masa depan bangsa. Ketidaktahuan akan budaya bangsa sendiri sering kali menjadi topik hangat untuk diperbincangkan. Sebab dapat dikatakan saat ini masyarakat kerap kali menjadi warga negara yang buta budaya, karena terlalu fokus kepada budaya asing yang masuk silih berganti ke Indonesia.

Hal ini tentu juga berpengaruh pada eksistensi salah satu budaya di Indonesia, yaitu seni bela diri Pencak Silat. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa pencak silat merupakan warisan budaya Indonesia yang lahir sejak tahun 1948. Kini pencak silat di Indonesia, memiliki sebuah organisasi resmi bernama IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia).

Kedudukan pencak silat di tengah-tengah persaingan bela diri dari negara lain yang masuk ke Indonesia, bisa dikatakan masih pasang surut atau dalam tingkatan seadanya. Jika dibandingkan dengan jenis olahraga lain, pencak silat tentu belum bisa dibandingkan dengan olahraga-olahraga ternama sejenis bulu tangkis atau basket. Sedangkan jika disandingkan dalam lingkup kesenian, banyak yang menganggap bahwa seni di dalam pencak silat ini masih kurang menarik minat, tidak seperti seni tari atau seni lainnya.

Kendati demikian masih banyak daerah-daerah yang berusaha melestarikan budaya pencak silat ini dengan berbagai macam cara pendekatan dan pengenalan. Hal itu dibuktikan pada salah satu penelitian yang dilaksanakan di kota Semarang pada tahun 2012. Penelitian ini ditulis pada Jurnal karya Anting Dien Gristyutawati dan Endro Puji Purwono yang berjudul "Persepsi Pelajar Terhadap Pencak silat Sebagai Warisan Budaya Bangsa Sekota Semarang Tahun 2012". 

Seperti yang dituliskan pada judul Jurnal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana persepsi pelajar di Semarang terhadap pencak silat yang merupakan warisan budaya bangsa. Hasil penelitian yang dilakukan dengan metode survei ini terbilang sangat memuaskan. Sebab hasil kesimpulan dalam penelitian tersebut adalah, 100% pelajar di sana mengetahui, menyukai, bahkan mengikuti pencak silat dengan baik. 

Pelestarian budaya seni bela diri pencak silat juga ditemukan di daerah Ciawi-Bogor. Hal itu terbukti dengan adanya komunitas pelesatari budaya pencak silat yang berdiri di sana, dengan nama besar KBPC -- Keluarga Besar Pajajaran Cimande. Komunitas tersebut sudah berdiri sejak tahun 2017, di bawah naungan organisasi resmi IPSI. Bapak Tubagus Janghari merupakan sosok berjasa yang berada di balik pendirian komunitas ini.

Pencak silat bukan lagi budaya yang baru lahir, budaya ini telah berkembang cukup lama dan perlu lebih banyak pelestari budaya yang aktif untuk melestarikan budaya lokal. Para anggota KBPC dalam setiap latihannya, selalu menanamkan prinsip untuk melestarikan budaya pencak silat. 'Ketika budaya dilestarikan dengan baik, maka negara ini akan tetap bersatu. Jika budaya tidak bisa dilestarikan, maka kondisi negara akan dipertanyakan.' Hal itu dianggap sebagai kunci untuk mempertahankan minat dan kecintaan kepada budaya, terutama budaya pencak silat. Pengenalan budaya kepada masyarakat harus menjadi makanan sehari-hari. 

Keberadaan Keluarga Besar Pajajaran Cimande di tengah-tengah masyarakat semata-mata bukan hanya sebuah komunitas biasa yang berdiri tanpa kiprah apapun di dalamnya. KBPC selalu berusaha memperkenalkan kepada masyarakat tentang pencak silat lewat kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Pihak komunitas selalu menekankan bahwa saat mempelajari gerakan-gerakan di dalam pencak silat, kita perlu menanamkan nilai budaya di dalamnya pada kehidupan sehari-hari. Adapun kegiatan nyata di dalam komunitas berupa latihan pencak silat dengan gerakan-gerakan untuk pertahanan diri, bakti sosial, dan kegiatan pengenalan budaya pada anak jalanan atau anak 'punk'.

Gerakan-gerakan di dalam pencak silat memiliki tujuan untuk pertahanan diri, dan bisa bermanfaat saat ada kejahatan di manapun. Kemudian pihak komunitas juga sering menggunakan metode pertunjukkan dalam mengenalkan budayanya. Para anggota menunjukkan gerakan-gerakan dasar yang sering digunakan untuk melindungi diri saat ada kejahatan. "Kita kenalkan gerakan-gerakan penting agar mereka tahu bahwa pencak silat dibutuhkan untuk perlindungan diri. Kita mengenalkan pencak silat bukan untuk bertarung, melainkan untuk berlindung. Bukan pula untuk memukul, melainkan untuk merangkul."

Kegiatan bakti sosial menjadi hal yang rutin untuk dilakukan pada waktu tertentu. Hal ini dianggap sebagai pelatihan diri sendiri untuk mempertahankan budaya gotong royong dan saling membantu. Hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan, akan terus terbawa kepada kehidupan sehari-hari. Dan budaya-budaya inti di Indonesia pun akan tetap terjaga. Selain kegiatan bakti sosial sebagai penanaman budaya dalam kehidupan sehari-hari, komunitas juga sering melakukan pengenalan budaya pencak silat pada anak jalanan atau anak 'punk'.

Anak jalanan yang tidak dapat bersekolah dapat menambah jumlah masyarakat buta budaya. Hal ini juga penting untuk diperhatikan. Walaupun mereka tidak mendapatkan pelajaran-pelajaran di sekolah, tetapi mereka dapat mengenal budaya lewat para pelestari budaya. Anak jalanan yang identik dengan keributan atau hal-hal buruk lainnya, menjadi titik fokus pihak komunitas untuk membenahinya lewat nilai-nilai yang terkandung di dalam pencak silat. Gerakan di dalam pencak silat hanya digunakan dalam hal kebaikan, serta dapat melatih mental untuk meredam emosi.

Selain mengenalkan perihal budaya kepada para anggotanya, pengurus dalam komunitas tersebut juga mengajarkan nilai-nilai agama di dalam pencak silat. Hal ini dikatakan langsung oleh pengurus komunitas KBPC yang menjabat di divisi MSDM, Ibnu Fadillah. "Selain berisikan budaya-budaya di dalamnya, pencak silat sebenarnya dijadikan ajang dakwah agar mengingat ke shalat. Dengan tujuan agar agama dan budaya tidak terpisahkan." Begitulah kata-katanya yang diucapkan dengan bangga.

Pencak silat juga bukan hanya sekadar warisan budaya dalam urusan bela diri semata, melainkan di dalamnya mengajarkan tentang etika, keindahan, dan olahraga. Hal ini dikatakan oleh Notoseojitno (1989) kaidah pencak silat terdiri dari empat aturan sebagai satu kesatuan, yakni etika (kesusilaan), logika (penalaran), estetika (keindahan), dan atletika (keolahragaan yang meliputi kekesatriaan, kejujuran, dan sportivitas dalam olahraga sebagai permainan). Contoh nyata bahwa pada gerakan pencak silat menunjukkan keindahan ialah, pada salah satu gerakan yang dinamakan tepak satu atau pararaden yang mirip dengan tarian.

Usaha-usaha selalu dilakukan pihak komunitas untuk mencapai tujuannya, menyebarluaskan tentang budaya pencak silat di masyarakat. Kendala demi kendala selalu menjadi tantangan utama bagi para pengurus komunitas tersebut untuk tetap berjuang mencari pelestari budaya. Pihak komunitas melaporkan bahwa masalah gengsi adalah masalah yang sering mereka jumpai, kemudian anggapan bahwa pencak silat adalah seni bela diri yang kuno adalah kendala psikologis lain yang sering muncul saat melakukan kegiatan perkenalan pencak silat tersebut. Kemauan dan minat adalah hal yang sulit dikembangkan di dalam hal ini. Ditambah masuknya segala jenis bela diri lain yang lebih menarik minat mereka, telah menjadi masalah tambahan.

Pada zaman yang semakin maju, hubungan dengan negara luar semakin berkembang lewat berbagai cara. Akulturasi pun menjadi hal yang lumrah terjadi di Indonesia, terutama pada urusan seni bela diri. Contohnya bela diri taekwondo yang berasal dari Korea, dan bela diri karate yang berasal dari Jepang. Walaupun jika dibandingkan, titik fokus gerakan di antara ketiga bela diri tersebut berbeda. Dan tentunya setiap olahraga bela diri memiliki nilai estetika tersendiri di dalam setiap gerakan. Namun banyaknya peminat taekwondo dan karate pun dapat memengaruhi merosotnya peminat pencak silat, hal ini juga dapat memengaruhi pengetahuan pemuda-pemudi pada budayanya sendiri.

KBPC menyadari permasalahan buta budaya yang terjadi di Indonesia bukan lagi masalah kecil. Dengan demikian pihak komunitas melakukan berbagai cara agar seni pencak silat tidak terkubur oleh seni bela diri lainnya. Ibnu Fadillah juga beranggapan bahwa, para remaja di Indonesia sering kali tidak dikenalkan dengan budaya asli negara. "Walaupun banyak budaya asing yang masuk sebenarnya harus dijadikan inovasi dan contoh perkembangan yang baik, tapi tetap budaya asli tidak boleh dilupakan." Begitu katanya mengingatkan.

Masalah gengsi hingga anggapan-anggapan bahwa seni pencak silat adalah kuno, benar-benar tidak bisa dianggap remeh. Para pengurus komunitas menanggapi hal ini sebagai masalah yang cukup besar. Sebab jika tidak ditangani dengan baik, maka masalah buta budaya di tengah masyarakat akan semakin besar. Untuk menghindari terjadinya cacat moral di tengah masyarakat, pengenalan budaya dianggap sebagai tindakan yang sangat penting untuk membuka pikiran masyarakat.

Untuk menanggapi kendala-kendala dalam usaha melestarikan budaya pencak silat, pihak komunitas mempunyai cara tersendiri. Yaitu sebagai berikut;

  • Membicarakan titik permasalahan dengan pikiran yang terbuka, saat seseorang menutup pikirannya tentang budaya, maka akan sulit menerima segala informasi tentang budaya apapun. Maka dari itu sangat penting mempelajari budaya dengan informasi-informasi yang akurat. Pendekatan secara emosional juga dilakukan sebagai pelengkap dalam memengaruhi psikologis masyarakat tentang budaya.
  • Mengenalkan ilmu bela diri pencak silat lewat bahasa yang halus. Agar mereka paham bahwa nilai-nilai yang khas dengan kearifan lokal Indonesia ada di dalam pencak silat. Seperti nilai spiritual, agar cinta kepada Tuhan yang maha Esa. Nilai-nilai seni budaya, dan nilai sportifitas hingga nilai-nilai kemanusiaan lainnya yang identik dengan budaya lokal.

Beberapa kendala yang ditemukan, serta upaya-upaya penanganan terutama pada masalah buta budaya ternyata masih membawa dampak yang besar. Data spesifik yang dibuat setiap bulannya oleh pengurus komunitas Divisi Humas, 80% dari upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak komunitas masih berhasil. Terlebih dengan upaya pendekatan emosional pada remaja yang tidak bersekolah (anak jalanan atau anak 'punk') membawa dampak yang besar.

Selain ilmu tentang budaya, gerakan-gerakan penting untuk melindungi diri dari kejahatan di jalanan pun berhasil dikantongi oleh mereka. Hal ini dibuktikan oleh data keanggotaan terbaru yang berhasil diungkapkan oleh Ibnu Fadillah, bahwa saat ini KBPC cabang Ciawi-Bogor memiliki 75 anggota inti dan 20 asuhan anak jalanan.

KBPC merupakan komunitas sederhana dengan niat untuk melestarikan budaya yang begitu besar. Selain untuk bela diri, tak bosan pihak komunitas untuk menyelipkan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan budaya di dalamnya. Ketika seorang masyarakat sudah jatuh cinta kepada budaya bangsanya, maka hubungan dengan bangsa sendiri akan semakin dekat. Semakin mengenal maka akan semakin erat hubungannya, begitupun dengan budaya dan bangsa. Tetap mencintai budaya sendiri, tapi menghargai budaya luar.

Daftar Pustaka:

Gristyutawati, Antieng Dien. Endro Puji Purwono. 2012. "Persepsi Pelajar Terhadap Pencak silat Sebagai Warisan Budaya Bangsa Sekota Semarang Tahun 2012" dalam Journal Of Physical Education, Sport, Health, and Recreation.

Link: https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/peshr/article/view/443

Notosoejitno. (1989). Sejarah Perkembangan Pencak Silat di Indonesia. Jakarta: Hu- mas PB IPSI.

Wawancara eksklusif dengan pengurus KBPC cabang Ciawi-Bogor, Bapak Ibnu Fadillah. Pada tanggal 28 November 2020, pukul 09.00, Universitas Djuanda Ciawi-Bogor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun