Mohon tunggu...
adindaalfirzayasha
adindaalfirzayasha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama Saya Adinda Alfirza Yasha Mahasiswa Universitas Negeri Islam Sumatera Utara Hobi Saya Memasak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku dan Mimpiku

12 Desember 2024   10:33 Diperbarui: 12 Desember 2024   10:33 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi ini mentari bersinar dengan terik, menandakan hari sudah siang. Remaja tanggung itu
bergegas beranjak dari kasurnya setelah sepanjang malam diisi dengan mimpi yang ia harapkan
jadi kenyataan. Hanna, seorang remaja yang kini duduk di bangku kelas 12, sedari kecil memiliki
mimpi untuk menjadi seorang guru.
Ayah selalu menjadi pendukung terbesarku tentang mimpi ini, ayah pernah bercerita bahwa dulu
ayah juga memiliki mimpi yang sama seperti diriku, tapi karena kondisi finansial dan faktor
lainnya, ayah tidak bisa menggapai mimpinya, itulah mengapa ayah sangat mendukungku. Beliau
pasti ingin yang terbaik untuk buah hatinya, tak ingin kegagalan itu terjadi kepada buah hatinya
juga.
Menjadi guru bukanlah suatu hal yang mudah untuk digapai, tapi yang paling penting, mau
berusaha dan pantang menyerah, serta niat dan mau mencobanya ada, pasti bisa, kata-kata motivasi
dari ayah jika aku mulai putus asa dengan mimpiku.
Aku sedari dulu sering mengikuti berbagai olimpiade atau lomba, tujuanku agar bisa dijadikan
bekal untuk mendapatkan beasiswa. Namun satu sisi aku mengkhawatirkan kondisi ekonomi yang
kini semakin memburuk semenjak kepergian bunda dan disusul oleh ayah beberapa bulan yang
lalu. Hati ini sangat terpukul saat kepergian ayah. Sekarang aku tinggal bersama pamanku.
"Kringggg...kringgg....kringggg"
Terdengar bunyi bel, menandakan berakhirnya jam sekolah, aku langsung bergegas untuk
mengemas barang-barangku dan langsung bergegas ke perpustakaan. Sesampainya di sana,
perpustakaan terasa tenang, suasana yang cocok untuk belajar. Aku menyimpan tas dan sambil
menunggu kedatangan Ranti temanku, dan sambil mencari buku-buku untuk dibaca.
Aku mendengar suara pintu berderit, aku menoleh, ternyata orang yang membuka pintu itu adalah
Ranti.
"Hai Hanna, maaf aku terlambat, karena tadi kumpulan soal-soal olymku mendadak hilang dari
tasku, eh ternyata ibu menyimpannya di laci meja belajarku". Ucapnya dengan samar karena
perpustakaan memiliki peraturan tidak boleh berisik saat berada di dalam.
"Iya tidak apa-apa Ranti, ayo kita mulai."
Aku menolehkan kepalaku ke arah jendela, dan melihat langit senja yang mulai kelabu, sinar senja
menyinari kulitku dengan hangat membuatku mengalihkan perhatian pada jam di dinding yang
berbunyi mengisi sunyinya ruangan itu. Waktu menunjukkan pukul 18.00 WIB, tak terasa sudah
3 jam berlalu.
1 tahun kemudian.
Aku sudah menginjak dunia kuliah. Aku dan Ranti berada disatu kampus yang sama. Hanya saja
berada di jurusan yang berbeda, Aku berhasil masuk dengan beasiswa, soal olimpiade yang aku
ikuti bersama Ranti kemarin, aku berhasil memenangkan juara 1 dan diikuti Ranti sang juara 2,
sertifikat dari olimpiade tersebut sangat berguna untuk mendapatkan beasiswa. Aku bangga
dengan diriku sendiri, ayah dan bunda di atas sana, pasti juga sangat bangga pada diriku, andai
saja ayah dan bunda masih di sini, aku pasti bisa menikmati ini semua bersama ayah dan bunda.
Hari ini karena tidak ada jadwal di kampus, aku memutuskan untuk berziarah ke makam , sekaligus
melepas rinduku pada ayah dan bunda. Aku tak berkunjung pada makam orangtuaku kira-kira 4-5
bulan, belakangan ini aku sibuk dengan urusan kuliah, jadi tak sempat mengunjungi makam ayah
dan bunda.
Kebetulan makam ayah dan bunda bersebelahan.
"Sudah lama semenjak kepergian bunda, sejak saat itu, tidak ada lagi yang menyiapkan bajuku
tiap pagi, membuat sarapan, tapi sekarang sudah ada bibi, yang selalu siap siaga membantuku
kapan saja," Ucapku sambil menaburi makam bunda dengan bunga.
"Maaf sudah lama tak berkunjung, belakangan ini aku sibuk dengan urusan kuliah, aku
merindukan sosok ayah, sosok yang akan menyemangatiku di kala aku sedih. Aku berhasil
mengejar mimpiku, walaupun belum tercapai sepenuhnya, setidaknya aku bisa kuliah di perguruan
tinggi, berkat bantuan paman dan Bibi." Ucapku
Aku pun beranjak dari makam, menuju mobil paman yang telah menunggu. Aku memasuki mobil,
dan menyapa paman dengan senyuman.
"Ayo paman, sudah cukup aku melepas rindu pada ayah dan bunda" Paman pun hanya merespon
dengan senyum, sambil mengelus kepalaku.
Dihidupku, banyak pelajaran yang aku dapat, seperti dalam menekuni suatu hal, kita harus mau
mencoba, berani, dan memiliki niat, tetapi itu saja tidak cukup, kita juga harus tekun dalam belajar
dan sebagainya. Kita tak bisa selalu mengandalkan orang lain dalam hidup ini, kadang kita harus
bisa mengandalkan diri sendiri tanpa campur tangan orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun