Sosial media menjadi ranah yang mampu diakses banyak orang dari berbagai kalangan. Â Hal ini juga lah yang dimanfaatkan oleh organisasi penegak kemanusiaan atau kesetaraan gender untuk mendukung aksi pengesahan kekerasan seksual.Â
Kekerasan seksual yang telah merajalela dan semakin genting untuk diselesaikan, membutuhkan penyebaran informasi yang lebih masif.Â
Sosial media memberikan wadah kepada organisasi, Komnas Perempuan, dan individu untuk bekerja sama dalam mengkampanyekan pengesahan RUU TPKS.
Selama 5 tahun ke belakang, kampanye RUU PKS terus digencarkan. Pada tahun 2021, RUU PKS yang telah berganti menjadi RUU TPKS masuk menjadi RUU usulan DPR pada rapat pleno Baleg pada 8 Desember 2021. Hal ini menjadi harapan baru pendukung RUU TPKS agar segera disahkan sehingga mampu melindungi korban. Rencana yang diberikan oleh DPR untuk tahap selanjutnya adalah sidang untuk lolos ke rapat paripurna DPR pada 15 Desember 2021. Namun, sekali lagi, pengesahan RUU TPKS diundur kembali.
Di sosial media, organisasi akar rumput seperti Lingkar Studi Feminis, Perempuan Mahardhika, Jakarta Feminist, dan lain-lain yang bergerak untuk kesetaraan gender memiliki akun sosial media mereka sendiri.Â
Di samping itu, setiap organisasi memiliki postingan edukasi atau informatif terkait perkembangan atau pun edukasi terkait RUU TPKS.Â
Hal ini dilakukan melihat banyaknya orang yang menggunakan sosial media akan mempermudah penyebaran dukungan terkait pengesahan RUU TPKS. Antar organisasi juga sering kali melakukan kerja sama membagikan postingan organisasi lain atau bekerja sama dalam membuat program kerja digital di sosial media terkait RUU TPKS.
Pro kontra terhadap RUU TPKS terus bertebaran di sosial media sehingga memperhambat dukungan terhadap RUU TPKS di sosial media.Â
Melihat kejadian tersebut, sosial media Instagram akan mengklarifikasi apa yang tersebar dan makna sebenarnya atau kejadian sebenarnya yang menyebabkan kontra yang dibuat untuk menolak RUU TPKS dapat dibantah dan dibenarkan. Sejak awal RUU ini diajukan, yang dilakukan oposisi selalu dengan konten yang sama dalam menolak RUU TPKS.
Melihat masifnya pergerakan penolak RUU TPKS, organisasi serta Komnas Perempuan membuat hashtag dan twibbon yang dapat dishare di sosial media secara individu. Individu juga memiliki peran mengenai hal tersebut. Banyak individu yang memberikan konten edukasi di sosial medianya sebagai bentuk dukungan terhadap RUU TPKS.Â
Meskipun bisa dikatakan bahwa pemerintah belum memberikan pengesahan terkait RUU TPKS, gerakan yang terus menyebar secara perlahan akibat kampanye di sosial media ini menyebabkan satu persatu korban kekerasan seksual mulai berani untuk mengungkapkan kebenaran atau pun kejadian demi mendapat keadilan dari pemerintah.