Mohon tunggu...
Adinda Rahma
Adinda Rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bismillah-Alhamdulillah

Bismillah-Alhamdulillah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Media Sosial Telah Mengubahku dan Menjualku Sebagai Produk

15 Juli 2021   22:47 Diperbarui: 15 Juli 2021   23:53 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Halo, Saya Adinda Rahma Guswinaz mahasiswa dari Universitas Ahmad Dahlan jurusan Ilmu Komunikasi angkatan 2019. Pada Artikel ini saya akan menceritakan bagaimana saya dengan Media Sosial.

              I’m the one of the craziest social media users atau salah satu pengguna media sosial tergila. But I’m not the one of daily active useres of Facebook, SnapChat, Gmail, Yahoo, Instagram, Pinterest, TikTok,  but I’m really fanatic, I’m very obsessed with using Youtube. Saya sangat sering menggunakan Youtube, menonton video di Youtube, bahkan untuk mendengarkan musik saya tetap mendengarkannya di Youtube even though I have Spotify app, I still listen to music on Youtube dan Youtube selalu memberikan sajian-sajian video yang sedang saya cari atau yang sedang saya sukai. Pada halaman beranda Youtube saya berisikan video-video dengan topik yang sama dengan yang sebelumnya saya tonton, dan itu membuat saya banyak menghabiskan waktu dan kuota saya hanya untuk menonton video Youtube. Bahkan ketika saya menulis artikel ini, saya menulisnya sambil mendengarkan lagu di Youtube.

Namun, kadang saya juga menggunakan media sosial lainnya. Kadang kala saya menggunakan Instagram hanya untuk mengambil sebuah foto selfie or short video. Namun sebelum menggunakan Instagram, saya perlu untuk mendownload aplikasi tersebut lalu menginstallnya melalui PlayStore. Mengapa begitu? karena saya selalu  akan langsung menghapus atau meng-uninstall Instagram setelah selesai memakainya untuk mencegah addiction atau kecanduan. Saya bisa menghabiskan 1-3 hours just for taking a selfie then looking for a filter to make my photos better dan itu membutuhkan waktu yang sangat lama, belum lagi ketika saya menemukan video atau gambar yang membuat saya tertarik, itu akan membuat saya menghabiskan waktu lebih lama lagi. Oleh karena itu, saya akan langsung meng-uninstall aplikasi Instagram agar menghindari obsesi yang sedang atau saat ini saya alami pada Youtube.

Sama halnya dengan Youtube, TikTok adalah platform sosial “video” namun hanyalah video pendek dengan durasi maksimal 3 menit yang dipadukan dengan musik bisa berupa video dance, unjuk bakat, tutorial, etc. Pada saat awal pertama kali saya menemukan dan menggunakan aplikasi ini, I can't stop using it and I can't control myself. Maka tidak salah jika Dr. Anna Lembke yang merupakan lulusan dari Stanford University School of Madicine dan bekerja sebagai Medical Director of Addiction Medicine mengatakan bahwa “Social media is a drugs” atau media sosial adalah narkoba, ada beberapa anak yang apabila tidak diberi akses untuk menggunakan media sosial mereka akan kehilangan kendali, hal ini dapat terjadi karena mereka terlanjur dikendalikan oleh media sosial. Oleh karena itu, untuk mencegah addiction terhadap TikTok setiap kali kepentingan saya di TikTok sudah terpenuhi saya akan langsung menguninstall aplikasi tersebut. Biasanya saya menggunakan TikTok hanya untuk menghasilkan uang, saya biasanya dalam sehari dapat menghasilkan uang dari TikTok sebanyak 10.000 hingga 30.000 dengan bantuan teman saya, dikala saya membutuhkan uang untuk keperluan membeli barang, skincare, atau topup game saya memanfaatkan TikTok dan aplikasi penghasil uang lainnya untuk mendapatkan uang dengan total yang saya butuhkan, but I’m not a daily active user of TikTok I’m just use TikTok when I need some money and when I’m done I Immediately delete it.

Pinterest merupakan virtual pinboard di mana Anda bisa mengunggah foto atau gambar dan short video yang bisa dimasukkan kedalam kategori-kategori yang bisa di customize namanya. Sama halnya dengan Instagram pada Pinterest kita dapat melihat gambar atau video pendek, namun bedanya pada Pins kita dapat menyimpan gambar yang kita sukai dengan mendownloadnya. Saya hanya menggunakan Pinterest ketika saya butuh inspirasi untuk menggambar, karena  Pins memiliki banyak varian gambar dengan kategori yang berbeda sangat membantu saya dalam mencari inspirasi ketika saya sedang buntu untuk mencari tema menggambar, atau ketika saya kebingungan untuk menggambar bagian-bagain tertentu dari gambaran yang saya akan buat Pins sangat dapat membantu saya memecahkan kesulitan tersebut karena banyak dari users Pins yang membagi tutorial untuk menggambar. Namun, adakalanya saya menggunakan Pins untuk membaca meme lucu agar membuat saya tertawa dan ketika kebutuhan hiburan saya pada Pins terpenuhi saya  akan langsung menutup aplikasi tersebut tanpa menguninstallnya dikarenakan saya tidak begitu tertarik pada Pins sebagai platform dominan gambar atau foto, saya hanya tertarik pada platform video layaknya Youtube & Tiktok dan saya masih bisa mengendalikan diri saya untuk mengendalikan aplikasi tersebut.

              Selanjutnya masih ada juga beberapa aplikasi yang saya gunakan ketika saya hanya benar-benar terdesak dan harus menggunakannya, yakni adalah Facebook, saya menggunakan Facebook hanya untuk menautkan game yang saya mainkan agar akun game saya aman, selain itu saya menggunakan Facebook untuk mengikuti event-event game, dan mencari informasi tentang game, mencari komunitas game dan komunitas bahasa karena saya suka belajar bahasa diantaranya bahasa Inggris, Jepang, dan Korea namun saya bukan orang yang suka membaca maka dari itu saya tidak terus-terusan terpaku pada beranda Facebook namun saya memilih untuk memainkan sebuah game yang bernama Virual Chat dan Virtual Droid 2 dimana keduanya merupakan game platform sosial realitas maya online multipemain masif, dimana kita dimungkinkan untuk bertemu dengan pemain lain dari seluruh penjuru dunia, dengan sebuah karakter 3D, dengan adanya game tersebut saya bisa secara langsung mengaplikasikan bahasa yang sedang saya pelajari, sehingga pelajaran bahasa saya terasa lebih seru, mudah dipahami, dapat diingat lebih lama karena sering diaplikasikan, dan saya memiliki guru yang langsung dari negara dengan bahasa yang saya minati.

              Kembali ke Youtube yang merupakan narkoba bagi saya yang telah memberikan addiction atau efek candu terhadap saya sendiri. Jika kalian bertanya mengapa saya tidak menghapus saja aplikasi Youtube seperti yang saya lakukan terhadap Instagram, TikTok, dan Facebook? For your information pada handphone kalian, kalian tidak dapat meng-uninstall Youtube, begitu pula dengan handphone yang saya miliki, jika itu ada caranya pasti ada beberapa step yang harus  saya lakukan untuk menghapus atau delete aplikasi Youtube. Dan jika saya berhasil menghapus aplikasi tersebut, saya akan tetap membukanya melalui laptop atau notebook yang saya miliki sekarang ini melalui Chrome atau Microsoft Edge. Sebelumnya sudah saya katakan bahwa hanya untuk mendengarkan musik saja saya lebih suka untuk mendengarkannya melalui Youtube.

              Setelah saya menonton sebuah Film yang berjudul Social Dilemma yang berdurasi 1 Jam 34 Menit 40 Detik ini, saya benar-benar terpaku pada film tersebut hingga film itu berakhir saya merasa bahwa film ini merupakan teguran bagi saya dan juga kesadaran bagi diri saya sendiri, berkat film ini juga pikiran saya menjadi lebih terbuka cara pandang saya terhadap media sosial menjadi lebih luas. Film ini benar-benar berhasil menyadarkan saya bahwa sajian-sajian yang mereka tampilkan pada beranda Youtube saya merupakan sebuah umpan untuk menjual saya atau useres pengguna lainnya sebagai produk kepada perusahaan advertising atau perusahaan iklan.

Aza Raskin yang merupakan Firefox & Mozilla Labs Former Employee, Center for Humane Technology Co-Fouder, dan juga Inventor Infinite Scroll mengatakan bahwa “Karena kita tak membayar produk yang kita gunakan pengiklan membayar produk yang kita gunakan, maka pengiklan adalah pelanggannya sedangkan produknya adalah kita)”.

Ada pepatah klasik mengatakan bahwa “There are only two industries that call their customers ‘users’ : illegal drugs and software” apabila diartikan dalam Bahasa Indonesia berarti “Hanya ada dua industri yang menyebut pelanggan mereka sebagai ‘pengguna’ yakni narkoba dan perangkat lunak”

Tanpa kita sadari bahwa media sosial telah merekam aktivitas daring kita di media sosial, dan data ini akan dipergunakan untuk menjual useres atau pengguna media sosial kepada perusahaan iklan, mereka tahu kepada siapa saja kita mengobrol melalui media sosial, siapa orang yang kita sukai, apa saja yang kita sukai melalui foto-foto yang sering kita lihat di media sosial, dan mereka akan terus-menerus menyajikan hal-hal yang kita sukai agar kita sebagai pengguna media sosial terus datang dan terus-menerus scroll-menyecroll dan terpaku pada laman media sosial.

Jeff Seibert yang merupakan Twitter Former Executive dan Serial Tech Enterpreneur mengatakan bahwa “ Setiap Tindakan yang kita lakukan dipantau dan direkam dengan hati-hati, bahkan mereka menghuting berapa lama kita melihat sebuah foto”

Ada yang namanya konsep presepsi yang digunakan untuk mendebak apa saja kira-kira yang useres atau pengguna ingin lihat, oleh karenanya data-data rekaman tersebut dibutuhkan agar presentase dalam medebak semakin tinggi, menyajikan konten yang pengguna sukai, terus-menerus dilakukan agar pengguna selalu datang dan perusaahan media sosial akan terus menghasilkan uang.

Dalam Film Social Dilemma banyak sekali dibahas dampak-dampak dari media sosial secara detail, mulai dari mengubah perilaku pengguna secara tidak sadar, memberikan addiction, perang saudara, membunuh kebebasan, terus terpaku dengan konten yang sama sehingga membentuk sudut pandang yang sempit dan tertutup dengan sudut pandang yang lain, bertia hoax, demokrasi hancur, saling menjatuhkan antar negara, kericuhan politik, kehilangan kepercayaan, dan masih banyak lainnya. Dampak pribadi yang saya alami saat ini adalah saya tidak bisa mengontrol diri saya dalam menggunakan sosial media, apalagi saat masa pandemi dimana saja dilimpahkan sebuah koneksi internet yang makin membuat saya sulit berpaling dari layar ponsel saya, saya menjadi sulit membagi waktu, kesulitan dalam berkonsentrasi, kesulitan dalam berfikir kritis, kesulitan menunda kepuasan dalam menggunakan media sosial, dan kesulitan dalam merancang masa depan mirip dengan dampak menonton pornography.

Saat ini banyak sekali manusia yang buta yang sedang menatap langit biru, manusia yang tuli namun bisa mendengar, manusia yang bisu namun sanggup berbicara, manusia yang pincang namun sanggup berlari kencang. Dapat dilihat disekeliling kalian, pada ruanglingkup keluarga ketika seorang Ibu menyuruh anaknya untuk melakukan sesuatu, Ibu harus memanggil anak itu berkali-kali bahkan hingga nada yang paling keras, padahal anak tersebut tidak tuli. Ketika seorang Suami sedang mengajak ngorbol Istirnya, bukannya menatap mata Suaminya ia malah menatap layar ponselnya dan hanya merespon omongan Suami dengan dengungan tenggorokkan saja. Dilingkungan luar rumah, ada Seseorang yang meminta pertolongan banyak orang yang malah pura-pura terpaku pada media sosialnya, bungkuk pada layar ponsel dan tak mau melihat apa yang terjadi. Ketika diluar bertemu dengan kerabat, bukannya menyapa malah menutupi wajahnya dengan ponselnya inilah mengapa media sosial dkatakan telah mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.

Dahulu ketika saya SMP atau Sekolah Menengah Pertama saya memutuskan untuk masuk pondok pesantren dan tinggal di asrama dan selama 3 tahun di asrama tidak ada kata bosan walau saya tidak memegang sebuah telfon genggam, saya terus bersenang-senang bersama teman-teman saya hingga saat ini 5 tahun lamanya saya masih mengingat betul masa-masa kesenangan saya di SMP bahkan tanpa menggunakan handphone sekalipun. Dulu saya bisa merangkai impian saya dengan jelas, menggunakan waktu saya sebaik-baiknya. Awal bangun tidur saya akan memulainya dengan sholat subuh lalu membaca Al-Qur’an, kemudian saya akan mandi, lalu membaca buku sebentar dan kemudian tidur sejenak, makan, dan berangkat sekolah, saat pulang saya akan bermain dan mengobrol dengan teman saya, atau mandi, membaca buku lagi, kadang kala kmai mneonton film bersama dengan TV atau komuter yang disediakan, atau kadang bermain ke warnet bersama secukupnya, makan, dan kemudian sholat, membaca Al-Qur’an, mengobrol lagi dengan teman-teman saya, dan kemudian tidur. Waktu saya benar-benar saya gunakan semaksimal mungkin.

Berbeda dengan ketika saat saya menggunakan ponsel saat ini, pertama kali saya menggunakan ponsel pada SMA kelas 1 semester 2 hingga saat ini dan benar apa yang dikatakan oleh Shoshana Zuboff, PhD pada Film Social Dilemma yang merupakan Harvad Business School Profesor Emeritus dan Author The Age of Survelliance Capitalism berkata bahwa “Kita bisa mempengaruhi perilaku dan emosi dunia nyata tanpa memicu kesadaran pengguna, mereka sama sekali tidak tahu” dapat disimpulkan bahwa media sosial secara tidak sadar telah mengubah pola pikir, pola prilaku kita dan kita telah menjadi budak sosial media, dengan menjual data diri kita agar mereka mendapatkan uang.

             

              Sebenarnya media tidaklah jahat, mereka tidak jahat namun cara mereka menjual para penggunanya untuk menghasilkan banyak uang harus diperbaiki, secara tidak langsung mereka telah mengubah dunia, mengubah orang-orang menjadi pasif, diperlukanya sebuah perusahaan dalam bersaing dan dalam mendapatkan uang, sehingga mereka tidak menjadi pemerintahan yang sungguhan yang menggerakkan rakyatnya seperti saat ini. Namun jangan meulu menyalahkan perusahan sosial media, adakalanya kita harus tetap berkaca dan sadar diri, dengan adanya ancaman seperti ini seharusnya kita harus dapat mengendalikan diri.

              Demikian artikel dari saya, semoga dengan artikel ini kalian para pembaca dapat lebih mengontrol, penggunaan media sosial termasuk saya. Pergilah keluar rumah tanpa ponselmu, mulailah percakapan dengan teman-temanmu, tataplah mata lawan bicaramu, jangan menjadi kaum bungkuk yang hanya menatap sinar layar, janganlah membuat tembok besar sampai lawan bicaramu tidak dapat mendekatimu, semoga artikel ini dapat menyadarkan kalian, Film Social Dilemma sangat saya rekomendasikan agar kalian dapat lebih tahu bagaimana jahatnya perusaah media sosial memanfaatkan kalian secara lebih detail, sebenarnya banyak efek positif dari penggunaan media sosial, namun lebih banyak efek atau dampak negatif yang dapat kita rasakan pasa sekeliling kita. Mari berhenti dikendalikan oleh media sosial.

             

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun