Rasanya sudah tak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat untuk menyadari kekayaan alam yang ada di Indonesia. Kekayaan alam tersebut tidak hanya difokuskan untuk menopang perekonomian Indonesia seperti pada sektor pertambangan, pariwisata, kehutanan, dan perikanan. Tetapi, kekayaan alam lainnya yang berupa keragaman flora dan fauna khas Indonesia perlu untuk dilestarikan. Negara Indonesia yang berbentuk kepulauan semakin mendukung keunikan flora dan fauna yang tersebar di setiap wilayahnya.
Pulau Bali yang terletak di tengah wilayah Indonesia merupakan salah satu pulau yang dikenal akan potensi pariwisatanya. Keindahan pariwisata dari Pulau Bali ini bahkan dikenal hingga mancanegara. Namun, tak sedikit yang mengetahui keberadaan fauna khas Bali yaitu burung Jalak Bali (Leucopsar rothschild).Â
Pada realitasnya, di Bali bahkan dapat dijumpai hingga 174 jenis burung yang cukup mendominasi angka fauna burung khas Indonesia. Akan tetapi, burung Jalak Bali menjadi salah satu jenis burung yang populer dan indah.Â
Mirisnya, kini Jalak Bali bahkan terancam punah bahkan keadaannya telah langka untuk dijumpai. Banyak oknum-oknum nakal yang ingin memiliki Jalak Bali melalui cara yang ilegal.Â
Jalak Bali sering diburu langsung dari alam kemudian diperjual-belikan dengan harga yang tinggi. Populasi Jalak Bali juga semakin berkurang karena berkurangnya habitat bagi mereka untuk bertahan hidup.
Burung Jalak Bali dikenal dengan kicauannya yang indah serta warna bulunya yang cantik. Secara fisik, Jalak Bali memiliki tubuh yang dipenuhi dengan bulu putih dengan sedikit warna biru di bagian matanya.Â
Di bagian ekor, Jalak Bali juga memiliki bulu berwarna kehitaman yang semakin membuat burung ini terlihat indah. Menariknya, Jalak Bali juga memiliki jambul yang indah seperti rambut yang berdiri pada manusia, yang membedakannya dengan jenis-jenis burung lainnya.Â
Antara Jalak Bali betina maupun jantan, tidak dapat dijumpai perbedaan ciri fisik yang mencolok. Namun, burung Jalak Bali cenderung memiliki jambul yang tegak, sedangkan betina tidak. Burung Jalak Bali diketahui berpopulasi di sekitar wilayah Teluk Brumbun, Tanjung Gelap, dan Kotal.Â
Pasalnya, kondisi ini tidak terjadi secara alami, melainkan karena adanya pelepasliaran yang pernah dilakukan pada tahun 2002 dan 2014 lalu. Sayangnya, banyak dari Jalak Bali yang justru tidak dapat bertahan hidup karena kembali diburu maupun karena tidak mampu beradaptasi di alam liar.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelangkaan Jalak Bali antara lain:
- Jalak Bali yang berstatus indukan kerap kali merusak sarangnya sendiri. Hal itu dilakukan karena adanya perasaan tidak nyaman dengan sarang yang ditinggalinya tersebut. Sekali faktor kenyamanan, indukan Jalak Bali juga kerap merusak sarangnya sendiri karena dirinya merasa terancam. Akibatnya, Jalak Bali akan berpindah sarang atau bahkan terbang ke wilayah lain, yang mana dalam kemungkinan tersebut Jalak Bali bisa saja tidak mampu beradaptasi dan rawan untuk diburu.
- Untuk mengatasi hal tersebut, Jalak Bali dapat dilestarikan di lembaga konservasi yang berwenang, seperti di Taman Nasional Bali. Sekalipun telah berada di tempat yang aman, kondisi sangkar Jalak Bali juga tetap perlu diperhatikan. Jalak Bali harus ditempatkan di kandang yang layak dan disediakan sangkar yang lebih lembut.
- Jalak Bali juga berpotensi untuk mengalami kompetensi mencari makanan jika berada di luar tempat konservasi. Burung ini harus bersaing dengan ribuan burung lainnya yang berada di alam liar. Dampak terburuknya, Jalak Bali dapat mengalami kematian yang pada akhirnya menyebabkan kepunahan.
- Berbeda jika Jalak Bali berada di tempat konservasi, maka ketersediaan pakan pun akan lebih terjamin untuk tercukupi. Meskipun demikian, naluri Jalak Bali untuk dapat mencari makanannya sendiri pun dapat semakin berkurang.
- Indukan Jalak Bali juga kerap membuang telurnya sendiri. Hal ini kerap terjadi saat indukan sedang mengerami telurnya. Indukan Jalak Bali sangat sensitif sehingga saat sedang mengerami telurnya, ia membutuhkan suasana yang mendukung. Telur tidak dapat ditetaskan dengan baik apabila sang indukan merasa terganggu selama proses pengeraman. Gangguan tersebut dapat berupa kebisingan maupun bau-bau yang menyengat. Selain itu, jika indukan menemukan banyak asupan makanan, ia akan mengalami peningkatan hormon yang pada akhirnya dapat menyebabkan indukan birahi kembali dan gagal untuk menetaskan telur-telur yang sebelumnya.
- Burung Jalak Bali tergolong sebagai salah satu burung yang sulit dikembangbiakkan karena hanya akan kawin saat musim kawin tiba. Sehingga dapat dibayangkan jika musim kawin belum tiba sementara populasinya semakin berkurang. Umumnya, Jalak Bali berkembang biak saat musim hujan tiba dan akan mengerami telurnya selama 17 hari.
- Jalak Bali juga sering diburu dan diperjualbelikan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Alasan para oknum tersebut melakukan hal tersebut tak lain tak bukan untuk menyejahterakan hidupnya dengan melakukan cara yang ilegal. Dengan menjual Jalak Bali, para oknum berharap bahwa mereka akan memiliki pendapatan yang tinggi sehingga status sosial yang dimilikinya pun meningkat. Di samping itu, Jalak Bali memang merupakan salah satu satwa yang eksotis sehingga kerap menjadi incaran bagi para kolektor.
- Banyaknya predator
Jalak Bali bahkan pernah dijumpai keberadaannya di sekitar wilayah Pulau Lombok. Hal tersebut bisa saja terjadi karena Jalak Bali tengah melakukan proses migrasi sementara dari tempat asalnya. Jalak Bali merupakan burung yang hidup secara berkerumun, tetapi jika musim kawin tiba, Jalak Bali hanya akan tinggal berdua dengan pasangannya.
Kini, Jalak Bali telah ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi dan perlu untuk mendapatkan upaya konservasi dari Taman Nasional Bali setempat agar keberadaan burung Jalak Bali dapat tetap terlestarikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H