Mohon tunggu...
Adinda saputri
Adinda saputri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi makan dan mendengar lagu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Krisis Pangan di Afrika dan Pendekatan Konstruktivisme Dalam Penanganannya

1 Desember 2024   13:28 Diperbarui: 1 Desember 2024   14:05 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis pangan adalah masalah yang sangat kompleks, terutama di negara-negara Afrika, yang sering terjebak dalam lingkaran kemiskinan, ketidakstabilan politik, dan ketergantungan pada pertanian yang rentan terhadap perubahan iklim. Jutaan orang kelaparan setiap tahun di negara-negara seperti Somalia, Sudan Selatan, dan Ethiopia. Kekurangan pasokan pangan bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan krisis ini; konflik bersenjata yang berkelanjutan, ketidaksetaraan dalam distribusi sumber daya, dan dampak perubahan iklim yang semakin parah adalah faktor lain. Dengan melihat melalui lensa konstruktivisme dalam hubungan internasional, kita dapat melihat bagaimana persepsi internasional tentang ketahanan pangan dan solidaritas global sangat berperan dalam memecahkan masalah ini. Krisis pangan di Afrika, terutama di Somalia, adalah salah satu masalah yang masih menjadi perhatian dunia saat ini. Kekeringan ekstrim, konflik berkepanjangan, dan ketergantungan pada makanan impor adalah penyebab masalah ini. Misalnya, perselisihan politik dan perubahan iklim telah menyebabkan lebih dari 50% penduduk Somalia kekurangan pasokan makanan.

Teori hubungan internasional yang dikenal sebagai konstruktivisme menawarkan perspektif baru pada masalah ini. Teori ini menekankan bahwa norma, prinsip, dan persepsi masyarakat dapat memengaruhi hubungan internasional. Respons internasional terhadap Somalia bergantung pada kebijakan ekonomi dan standar solidaritas global. Misalnya, program seperti Program Pangan Dunia (WFP) telah menegaskan bahwa bantuan pangan adalah hak asasi manusia dan bukan hanya kebutuhan kemanusiaan sementara.

Namun, solusi tidak dapat datang dari luar. Kapasitas lokal harus diprioritaskan. Investasi dalam teknologi pertanian seperti irigasi dan pelatihan petani untuk menghadapi perubahan iklim dapat memberikan solusi jangka panjang. Selain itu, negara-negara Afrika dapat bekerja sama lebih erat melalui organisasi regional seperti Uni Afrika. Ini memungkinkan mereka berbagi teknologi dan sumber daya. Menurut perspektif konstruktivisme, Somalia dan komunitas internasional bertanggung jawab atas krisis pangan ini.

Faktor-faktor yang menyebabkan krisis pangan di Afrika

Krisis pangan menjadi masalah yang berulang di banyak negara Afrika, terutama di negara-negara Sub-Sahara. Perubahan iklim, yang menyebabkan kekeringan ekstrem dan kegagalan panen berulang, adalah salah satu penyebab utama. Misalnya, kekeringan sering terjadi di Somalia dan Ethiopia, menyebabkan kelaparan masal. Dengan pertanian subsisten yang sangat bergantung pada curah hujan, petani di wilayah tersebut semakin rentan terhadap perubahan cuaca ekstrim. Ini diperburuk oleh konflik bersenjata yang berkepanjangan, yang mengganggu sistem distribusi pangan dan merusak infrastruktur pertanian.

Krisis pangan ini juga disebabkan oleh faktor politik. Pemerintah di banyak negara seringkali tidak mampu mengelola sumber daya alam dengan baik atau bahkan menjamin distribusi pangan yang adil. Sulit bagi Sudan Selatan untuk menangani masalah pangan secara efektif ketika politiknya tidak stabil, seperti yang terjadi di negara tersebut. Sebaliknya, negara-negara yang stabil dalam hal politik sering kali bergantung pada impor makanan, yang membuat mereka rentan terhadap perubahan harga pangan di seluruh dunia, yang sering dipengaruhi oleh konflik politik antara negara-negara besar penghasil pangan.
Konstruktivisme sebagai Pendekatan untuk Mengatasi Krisis Pangan

Konstruktivisme berfokus pada bagaimana kebijakan negara dan hubungan antar negara dibentuk oleh ide-ide, norma sosial, dan persepsi internasional. Dalam perspektif konstruktivisme, krisis pangan di Afrika dianggap sebagai hasil dari pembentukan norma internasional yang berkaitan dengan hak-hak dasar manusia dan solidaritas global. Dalam hal ini, kita dapat melihat bagaimana dunia internasional harus menangani krisis pangan di Afrika dengan mendasarkan kebijakan pada solidaritas global dan hak asasi manusia.

World Food Programme (WFP) dan PBB adalah contoh organisasi internasional yang telah mengembangkan norma internasional yang menganggap pangan sebagai hak dasar manusia yang harus dihormati oleh setiap negara. WFP tidak hanya memberikan bantuan pangan secara langsung, tetapi juga berusaha meningkatkan kesadaran dunia tentang pentingnya ketahanan pangan dan mengapa itu adalah tanggung jawab setiap negara.

Peranan Negara dan Komunitas Internasional

Negara-negara yang lebih maju, seperti Amerika Serikat dan Eropa, harus memberi bantuan keuangan dan membangun sistem distribusi pangan yang lebih adil di seluruh dunia untuk menangani krisis pangan. Pendekatan konstruktivisme menekankan bahwa solidaritas internasional harus dibangun berdasarkan pemahaman yang sama tentang pentingnya menjaga ketahanan pangan di negara-negara yang membutuhkan dan memerangi kelaparan. Negara-negara maju harus terus berkomitmen untuk membantu kemajuan pertanian negara Afrika, bukan hanya dengan memberikan bantuan, tetapi juga dengan membantu pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan dan pengembangan kapasitas di bidang pertanian.

Namun, dalam konteks krisis pangan yang sedang terjadi di Afrika, pendekatan konstruktivisme juga mendorong kesadaran bahwa negara-negara Afrika harus lebih bekerja sama secara regional. Misalnya, negara-negara Afrika Timur seperti Kenya, Ethiopia, dan Somalia dapat bekerja sama dalam kebijakan pertanian bersama melalui organisasi seperti Uni Afrika. Sangat penting bagi negara-negara untuk bekerja sama untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan meningkatkan ketahanan pangan secara kolektif. Dengan berbagi informasi dan teknologi pertanian yang ramah iklim, negara-negara tersebut dapat saling mendukung untuk mengurangi ketergantungan mereka pada impor dan meningkatkan produksi pangan mereka sendiri.

Solusi Krisis Pangan Jangka Panjang

Beberapa tindakan strategis dapat diambil untuk mengatasi krisis pangan Afrika dalam jangka panjang. Pertama, infrastruktur pertanian yang lebih baik dan lebih efisien harus diinvestasikan di negara-negara yang mengalami krisis pangan. Langkah-langkah yang perlu diambil termasuk pembangunan sistem irigasi yang lebih baik, peningkatan sistem penyimpanan pangan untuk mengurangi pemborosan, dan adopsi teknologi pertanian yang lebih ramah lingkungan. Untuk meningkatkan ketahanan pangan, sangat penting untuk memperkuat sektor pertanian melalui pelatihan petani untuk mengadopsi teknik pertanian berkelanjutan yang lebih tahan terhadap perubahan iklim.

Kedua, negara-negara besar yang menguasai pasar pangan dunia harus bekerja sama dengan negara-negara berkembang untuk memastikan bahwa kebijakan perdagangan pangan tidak merugikan negara-negara yang membutuhkan bantuan pangan. Kebijakan ini harus diubah untuk memperkuat sistem distribusi pangan yang lebih adil dan berkelanjutan.

Ketiga, untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan, komunitas lokal harus diberdayakan. Metode ini akan memastikan bahwa masyarakat lokal memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengelola sumber daya alam mereka dengan lebih baik tanpa bergantung sepenuhnya pada bantuan dari luar negeri. Pemberdayaan ini juga mencakup membangun jaringan distribusi makanan yang lebih efektif yang menghubungkan konsumen dengan produsen lokal.
Kesimpulan
Krisis pangan di Afrika adalah masalah yang sangat mendalam, dan membutuhkan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan untuk menanganinya. Dengan melihat dari perspektif konstruktivisme, kita dapat memahami bahwa kelangkaan pangan bukan satu-satunya masalah; ketidakadilan sosial, standar internasional, dan solidaritas global juga merupakan masalah. Untuk meningkatkan sistem ketahanan pangan, negara-negara di seluruh dunia, terutama negara-negara maju, harus bekerja sama. Di sisi lain, negara-negara Afrika harus meningkatkan kapasitas mereka melalui kerja sama regional dan pemberdayaan lokal. Kita dapat mengharapkan perubahan dalam menghadapi tantangan besar ini jika kita bekerja sama.

Referensi

Hartadi, F. N. P. (2019). Analisa Peran World Food Programme dalam Menangani Krisis Pangan di Guinea-Bissau Tahun 2016–2017 (Bachelor's thesis, FISIP UIN Jakarta).

Fauzi, A. R., Ichniarsyah, A. N., & Agustin, H. (2016). Pertanian perkotaan: urgensi, peranan, dan praktik terbaik. Jurnal agroteknologi, 10(01), 49-62.

Simatupang, P. (2007). Analisis kritis terhadap paradigma dan kerangka dasar kebijakan ketahanan pangan nasional. In Forum Penelitian Agro Ekonomi (Vol. 25, No. 1, pp. 1-18).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun