Radikalisme dan terorisme adalah dua fenomena yang mengancam keutuhan dan kadamaian bangsa Indonesia. Radikalisme dapat diartikan sebagai suatu bentuk adanya perubahan sosial dengan menempuh jalan kekerasan, dan meyakinkan dengan suatu jalan yang mereka sendiri anggap benar, tetapi dengan menggunakan cara yang salah dan fatal. Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban massal atau kerusakan dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan (Solihin dalam Dhaniel, 2023).
Kalangan anak menjadi sasaran yang paling strategis untuk memperkuat gerakan radikalisme. Terlebih lagi, posisi strategis mahasiswa yang mempunyai jangkauan pergaulan luas dan relatif otonom, dianggap oleh gerakan radikal sebagai sarana yang paling pas dan mudah untuk memproliferasi paham-paham radikal yang mereka perjuangkan (Baedowi, AF, Maarif, & Farikhatin, 2013). Kawula muda yang memiliki tingkat pemahaman agama yang rendah, rentan terhadap pengaruh luar, dan memiliki rasa ketidakpuasan terhadap kondisi sosial dan ekonomi menjadi penyebab masuknya pemikiran radikal di benak mereka. Â Hal ini menimbulkan pertanyaan apa sajakah dampak yang ditimbulkan dari pemikiran ekstrim? dan bagaimana upaya pencegahan radikalisme oleh mahasiswa dapat dilakukan?
PENGERTIAN RADIKALISME DAN TERORISME
Radikalisme merupakan salah satu paham yang berkembang di masyarakat yang menuntut adanya perubahan dengan jalan kekerasan. Jika ditinjau dari sudut pandang keagamaan, radikalisme dapat diartikan sebagai sifat fanatisme yang sangat tinggi terhadap agama yang berakibat terhadap sikap penganutnya yang menggunakan kekerasan dalam mengajak orang lain yang berbeda paham untuk sejalan dengan paham yang mereka anut. Di Indonesia, meningkatnya radikalisme ditandai dengan berbagai aksi kekerasan dan teror (Mulyadi, 2017). Aksi-aksi teror yang sering terjadi adalah yang disebut terorisme.
Teror dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan suatu usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan tertentu (Depdikbud dalam Yunus, 2017). Terorisme adalah sebuah ideologi yang mengusung kekerasan, tidak dapat menerima perbedaan, merasa diri dan kelompoknya paling benar dan memaksakan kebenaran kelompoknya kepada pihak lain dengan ancaman dan atau kekerasan, pihak lain yang tidak sejalan dianggap lawan dan harus dihancurkan. Ideologi ini mengajarkan kebencian, mengolok-ngolok orang dan kelompok lain, termasuk kepada para pemimpin, mengajarkan perlawanan kepada pemerintah yang sah dan menyebarkan rasa takut kepada warga.
Dalam konteks Indonesia, kekhawatiran terhadap radikalisme dan terorisme memang menjadi serius. Gerakan radikal, terutama yang berakar pada aspek keagamaan, telah menyebar di kalangan generasi muda, menginginkan negara yang berdasarkan pada prinsip-prinsip fundamental Islam. Radikalisme dan terorisme merupakan dua fenomena yang saling terkait, di mana radikalisme seringkali menjadi landasan bagi tindakan terorisme.
DAMPAK RADIKALISME DAN TERORISME DI KALANGAN ANAK MUDA
Dampak dari adanya terorisme dan radikalisme di kalangan anak muda Indonesia dapat mencakup beberapa aspek, seperti peningkatan rekrutmen oleh kelompok teroris, perubahan sikap dan perilaku, serta ancaman terhadap keamanan dan stabilitas negara. Radikalisme, terutama yang berbasis agama, telah berkembang di kalangan remaja dan anak muda, yang menginginkan terbentuknya negara Islam dengan model tatanan yang berbasiskan nilai-nilai ajaran Islam fundamental. Terorisme juga dapat memengaruhi pola pikir dan perilaku anak muda, karena kelompok teroris sering menggunakan taktik rekrutmen yang ditujukan kepada mereka. Hal ini dapat mengancam keamanan dan stabilitas negara
Radikalisme di Indonesia berkembang dari gerakan dan partai Islam sebelumnya dalam sejarah awal, serta memiliki koneksi dengan jaringan transnasional yang merujuk pada hubungan Islam transnasional baru. Hal ini dapat berdampak pada rekrutmen dan penyebaran paham radikal di kalangan anak muda (Muzakki, 2014). Selain itu, terorisme juga dapat memengaruhi pola pikir dan perilaku anak muda. Kelompok teroris sering menggunakan taktik rekrutmen yang ditujukan kepada anak muda untuk bergabung dalam aksi-aksi terorisme.
Anak muda tersebut direkrut melalui berbagai cara, terutama dengan memanfaatkan komunikasi di dunia maya. Di era digital, metode yang dikembangkan kelompok garis keras untuk menyebarkan paham radikalisme tidak lagi melalui pertemuan face to face di dunia offline, melainkan telah banyak memanfaatkan teknologi informasi dan internet. Perkembangan penggunaan internet yang makin massif serta aplikasi social media dan social networking seringkali dimanfaatkan kelompok garis keras untuk menyebarkan ideologi radikal dan mempropagandakan doktrin-doktrin, menjajagi dan menjaring kader-kader potensial, bahkan menyuarakan ajakan melakukan jihad menyerang kelompok lain yang dinilai telah banyak menyengsarakan umat Islam ( Sugihartati, 2020).
Selain itu, radikalisme dan terorisme di kalangan anak muda juga akan mempengaruhi pemikiran ekstrim yang mengarah pada tindakan kekerasan dan korban jiwa. Anak muda yang terpapar paham radikal dan terorisme rentan untuk ikut dalam aksi kekerasan. Seperti pengeboman atau bahkan bom bunuh diri sehingga dapat menimbulkan rasa takut pada masyarakat, disintegrasi bangsa atau dapat memecah belah bangsa dan mengancam persatuan dan kesatuan, adanya intoleransi dan diskriminasi yang dapat memperburuk hubungan antar kelompok masyarakat, hal ini juga dapat berpengaruh pada krisis kepemimpinan anak bangsa apabila terpapar paham radikalisme.
KONTRIBUSI MAHASISWA DALAM PENCEGAHAN RADIKALISME DAN TERORISME
Mahasiswa dapat mencegah tindakan radikalisme yang berujung terorisme melaui pengamalan pancasila di kehidupan sehari-hari. Mahasiswa dapat memberikan contoh yang baik agar menularkan kebaikan dari yang satu ke yang lain. Menurut Menteri Pertahanan Republik Indonesia, pembinaan kesadaran bela negara dan pemahaman terhadap Pancasila merupakan cara efektif untuk membendung pengaruh radikalisme dan terorisme. Selain itu, penanaman nilai-nilai Pancasila dapat mempersempit ruang gerak radikalisme dan terorisme melalui penguatan pemahaman masyarakat tentang toleransi antaragama dan kebangsaan (Raharjo, 2022).Â
Pancasila sudah menjadi harga mati sebab pancasila tak hanya sebagai ideologi negara dan bangsa, sebagai dasar negara, sebagai falsafah dan pegangan hidup bangsa sebagai kepribadian bangsa, dan sebagai konsesus dasar bangsa. Hal itu dapat menjadi solusi untuk berpikir moderat. Para pemuda sebagai seseorang yang akan menjadi penerus bangsa harus dengan semangat untuk mempelajari, memahami dan mengimplementasikan pancasila sehingga terjadi prinsip yang kuat dalam setiap individu para generasi penerus bangsa.
-  Apabila sila ke- 1 sampai sila ke-5 diamalkan dan diwujudkan, ide mengenai negara khilafah atau gagasan radikal lainnya tidak lagi diterima masyarakat Indonesia. Lalu di Era keterbukaan digital ini, kita juga bisa mencoba mencegah media menyebarkan ide-ide ekstremis. Mereka memainkan peran yang  sangat strategis dan efektif yang dapat mempengaruhi urusan nasional, regional dan internasional di berbagai bidang. Kekuatan media dapat dijadikan sebagai alat untuk mengubah persepsi, opini, dan kontrol sosial, yang dapat berujung pada kebijakan publik. Persepsi dan nilai-nilai yang disampaikan oleh media bisa menjadi persepsi secara keseluruhan orang.
- Melalui berita-berita yang disiarkan, secara tidak langsung telah memberikan referensi kepada masyarakat untuk mempengaruhi keputusan politik, termasuk dalam hal pemberantasan radikalisme media, baik cetak, elektronik maupun online, karena tanpa kehadiran media, himbauan, fatwa, peringatan dan pemikiran pemangku kepentingan tidak akan ter ekspose ke publik. Â Media massa merupakan elemen integral dan penting dari masyarakat lokal, nasional, regional, maupun global untuk menyediakan berbagai kebutuhan informasi bagi masyarakat.
- Sehingga sebagai anak muda yang cerdas, menyaring informasi menjadi hal yang sangat penting sebelum berita di share atau di teruskan. Hal itu dapat menjadi benteng pertahanan diri masuknya pemikiran ekstrim di negara ini.
- Dalam mengatasi akar terorisme yang bermotif ideologis, doktrinal, serta penyebarannya yang bervariasi, sinergitas lembaga aparat keamanan dibantu dengan peran berbagai pihak, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, tokoh politik, tokoh agama, dan kontribusi dari media sangat diperlukan agar paham radikalisme dan terorisme di masyarakat tidak berkembang menjadi kekuatan yang dapat memecah NKRI.
- KESIMPULAN Â Â
- Radikalisme adalah ideologi sosial yang mencari perubahan melalui kekerasan. Dari sudut pandang agama, pengaruh dapat diartikan sebagai faktor agama yang sangat penting yang menyebabkan pengikutnya menggunakan kekerasan untuk meyakinkan orang lain yang berbeda pendapat agar menerima keyakinan yang dianutnya. Terorisme adalah sebuah ideologi yang mendorong terjadinya kekerasan, mereka tidak bisa menerima perbedaan, mereka percaya bahwa dirinya dan kelompoknya sempurna, mereka menyerahkan kesetiaan kelompoknya kepada pihak lain yang tidak sependapat melalui ancaman atau kekerasan.Â
- Di dunia digital, cara kelompok-kelompok aktif menyebarkan gangguan tidak lagi melalui pertemuan tatap muka di dunia offline, namun semakin meningkat melalui penggunaan teknologi informasi dan Internet. Peningkatan kesadaran keamanan nasional dan pemahaman terhadap Pancasila merupakan cara terbaik untuk mencegah pengaruh unsur kriminal dan terorisme. Misal bisa dimulai dengan diri sendiri yang menjadi contoh bagi masyarakat, melakukan gerakan sosialisasi, dengan menyebarkan pengetahuan pentingnya menerapkan Pancasila, ataupun bermedia sosial dengan cerdas agar tak cepat tergiring informasi yang salah.Â
- Kemudian essay ini pun bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran dan penambahan wawasan tentang pemikiran yang ekstrim. Disamping masih banyaknya kekurangan tetapi kami yakin essay ini akan memberikan manfaat bagi semua orang, maka dari itu kami ucapkan terima kasih atas semua pihak yang berkontribusi dalam penulisannya.
- Â
DAFTAR PUSTAKA
Â
Mulyadi. (2017). Peran Pemuda dalam Mencegah Paham Radikalisme. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Prosiding Seminar Nasional 20 Program Pascasarjana Universitas PGRI Â Â Â Â Palembang 25 November 2017. 248-255.
Muzakki, A. (2014). The roots, strategies, and popular perception of Islamic radicalism in Indonesia. Jurnal of Indonesian Islam, 8(1), 1-22.
Raharjo, S. (2022). Dampak Radikalisme Atas Nama Agama Bagi Kehidupan Masyarakat secara Luas. Jurnal PENA Vol. 36 Edisi Khusus Penelitian Unikal , 44-53.
Rahman, S. (2020). Risiko Anak Muda Terpapar Paham Radikalisme. Universitas    Airlangga Surabaya.
Rizal, M., Budiman, F., Salsabilla, A. R., Gunawan, M. A., & Nugraha, R. G. (2022). Penerapan Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari sebagai Upaya Menangkal Radikalisme. Jurnal Kewarganegaraan, 1975-1981.
Yunus, A. F. (2017). Radikalisme, Liberalisme dan Terorisme:Pengaruhnya Terhadap Agama Islam. Jurnal Studi Al-Qur'an, 76-94.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI