Berpolitik di negara bhinneka dengan kekayaan local wisdom yang dimiliki idealnya dapat memberikan sebuah pembelajaran bagi para elit ataupun masyarakat itu sendiri agar bersikap sesuai dengan norma serta nilai-nilai lokal yang diintegrasikan kedalam satu kesatuan yang final yakni Pancasila sebagai pandangan hidup serta filosofis kehidupan guna membangun bangsa dan negara dengan mengedepankan moral serta etika dalam upaya mencapainya.
Kasus yang dialami oleh Ratna Sarumpaet, adalah sebagai contoh bahwa telah disalah gunakannya hak demokrasi serta telah menciderai nilai-nilai daripada ideologi bangsa. Bagaimana tidak? Ketika seorang Ratna menyatakan kepada beberapa orang politikus bahwa dirinya telah mengalami penganiayaan yang kemudian mendapat respon dari beberapa elite politikus negeri ini yang mempublikasikan berbagai pernyataan di televisi swasta serta media sosial.
Namun tak beberapa lama pihak kepolisian melakukan konferensi pers dan sanggahan yang berdasarkan hasil penyelidikan bahwa Ratna tidak dirawat di 23 rumah sakit dan tidak melapor ke 28 polsek dibandung serta beberapa bukti lainnya yang salah satunya adalah bukti transaksi ke RS. Estetika di Menteng, Jakarta pusat.Â
Lalu tak beberapa lama Ratna mengeluarkan pernyataan bahwa apa yang ia ceritakan merupakan cerita khayalan yang kemudian disusul oleh pernyataan Prabowo untuk meminta ia mengundurkan diri dari tim Badan Pemenangan  Prabowo-Sandi yang kemudian selang sehari pada tanggal 4 Oktober 2018 Ratna ditetapkan sebagai tersangka.
Dengan posisinya sebagai eks tim pemenangan Prabowo-Sandi yang sedang menjalani sidang pertama pada Kamis, 28 Februari 2019 ada satu hal yang menarik perhatian khalayak umum yakni Ratna mengacungkan dua jari dan tersenyum sebagai jargon dari capres-cawapres nomor urut 02.Â
Sikap Ratna seakan seperti tanpa beban dan tidak menanggung kesalahan terhadap rakyat dan bangsa ini dengan posisinya saat mengeluarkan pernyataan bahwa telah mengalami penganiayaan saat posisinya sebagai tim pendukung politik pasangan 02 tentu dari sisi etika/ moral bangsa Indonesia amat sangat bertentangan.
Karena dalam etika/ moral bangsa ini mengajarkan kesediaan jiwa seseorang untuk senantiasa patuh kepada seperangkat peraturan-peraturan kesusilaan yang sudah disetujui bersama yakni Pancasila yang notabene menjadi pandangan hidup bangsa ini serta didalamnya memuat nilai-nilai lokal yang salah satunya adalah nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.Â
Menurut Prof. Dr. Kaelan dalam bukunya PENDIDIKAN PANCASILA, ia mendefinisikan bahwa arti daripada "Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia maupun terhadap lingkungannya. Nilai kemausiaan yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya, bermoral dan beragama".
Dari definisi diatas mengenai nilai kemanusiaan yang adil dan beradab kemudian penulis mencoba membandingkannya dengan apa yang dilakukan oleh Ratna memang penulis menemukan dua kesimpulan.
- Pertama Ratna dapat dikatakan melanggar norma-norma dan kebudayaan terhadap dirinya sendiri sebagai warga negara Indonesia yang berkewajiban menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Namun ia membuat suatu kegaduhan terhadap lingkungannya (rakyat Indonesia) dengan menyebarkan berita yang tidak benar yang dalam hal ini terkait dengan keamanan dalam negeri ditengah isu disintegrasi serta tumbuhnya kembali kelompok PKI.
- Kedua, ia telah menunjukkan suatu kesadaran mengenai diri dan jiwanya sebagai bagian dari rakyat Indonesia yang berkewajiban menjaga persatuan dan kesatuan dengan mengakui ketidak benaran pernyataannya terhadap rakyat Indonesia yang kemudian mengembalikan kepercayaan rakyat bahwa pemerintah dapat menjada ketertiban dan keamanan nasional serta menghilangkan asumsi masyarakat untuk saling menghilangkan rasa curiga terhadap kelompok lain.
Akan tetapi terlepas dari itu semua, pembelajaran mengenai kasus seorang Ratna tentu memberikan satu refleksi mengenai nilai yang terkandung dalam sila 'Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab' terhadap bangsa ini serta memberikan  suatu pembelajaran bahwa pentingnya membudayakan kembali local wisdom yang dalam hal ini adalah Pancasila dikalangan elite politik dan rakyat negeri ini.
Ini adalah sangat penting menjelang pemilihan kepala negara agar menjernihkan kembali pandangan politik bangsa ini kedepan yang tidak terbatas pada persaingan politik kepartaian ataupun kelompok setiap lima tahunan akan tetapi politik bangsa ini adalah politik kebangsaan untuk membangun bersama, untuk menjaga bersama ke-Indonesiaan sebagai negara Pancasila.