Merajut kembali persatuan dan kesatuan bangsa.
Tak ada yang dapat ditawar atau menawarkan untuk dijual ketika kita telah berbicara persatuan dan kesatuan mengingat negara ini ada atas rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Yang terbentuk atas dasar kesadaran, kesamaan rasa senasib sepenanggungan dalam masa-masa perjuangan untuk mencapai kemerdekaan yang berdaulat, berdiri diatas tanahnya sendiri.
Di tahun 2017 bangsa ini telah mengalami berbagai tempaan yang menguji seberapa kah kuatnya dasar negara yang ditanamkan sejak beratus-ratus beribu-ribu tahun lamanya oleh para pendahulu bangsa ini yang kembali digali, kemudian dibentuk dalam satu kesatuan sebagai pandangan, filosofi serta dasar kehidupan berbangsa dan bernegara yang kita kenal dengan "PANCASILA".
Dalam dua tahun kedepan bangsa ini akan kembali mengalami tempaan serta ujian, seberapa kuatkah dasar negara kita, seberapa kuatkah rantai kebinekaan mampu kita jalin dan seberapa kokoh kah tiang-tiang bangsa ini dalam menjaga keutuhan bangsa. Sebab ditahun 2018-2019 bangsa ini akan memasuki event besar pesta demokrasi yakni PILKADA serentak pada tahun 2018 dan PILPRES pada tahun 2019.
Berbagai isu-isu yang berbau serta bernada sara seringkali digelontorkan oleh berbagai pihak yang memiliki kepentingan-kepentingan baik individu maupun kelompok, dan yang terakhir ialah PILKADA Jakarta dimana isu berbau sara banyak terjadi menjelang pemilu, dan yang banyak menyita pandangan khalayak umum ialah kasus Basuki Cahya P, Buniyani dan lainnya. Serta bersamaan dengan itu banyak terjadi aksi-aksi besar-besaran yang dilakukan oleh suatu kelompok agama yang menuntut Basuki Cahya P untuk dipenjarakan karena kasus penistaan agama.Â
Memang jika dipandang dari sisi demokrasi dan undangu-undang aksi tersebut adalah merupakan suatu kemajuan demokrasi didalam diri bangsa ini akan tetapi adalah suatu kemunduran moralitas manakala penyampaian pendapat dimuka umum menggunakan bahasa yang dapat menimbulkan emosional, kebencian serta tidak layak untuk diperdengarkan dimuka umum. Dan bukan tidak mungkin manakala pelajaran yang amat sangat berharga pada PILKADA Jakarta tak mampu di jadikan sebagai pengalaman kedepannya.
Restorasi bangsa menjadi suatu hal yang sangat urgensi kedepannya dimana dipenghujung tahun ini bangsa ini memiliki beberapa pilihan yakni menjadi bangsa yang mudah meledak karena isu-isu sara atau bangsa yang kokoh terhadap isu-isu sara, menjalin persatuan dan toleransi kembali atau malah menghindari persatuan itu sendiri dalam kehidupan Indonesia yang beranekaragam.
Akan tetapi yang pasti ialah perlunya merajut kembali nusantara dengan moralitas-moralitas, filosofi, pandangan-pandangan kenusantaraannya dengan berbagai nilai-nilai luhur didalamnya, merajut kembali rasa kesamaan nasib sepenanggungan seperti tahun 1928, merajut kembali rasa saling memiliki tanah air, menghadirkan kembali kebudayaan dan nilai-nilai luhur ditengah-tengah bangsa ini khususnya dari lembaga dibawah pemerintah dari bawah hingga keatas, mengembalikan pandangan bahwa sejarah adalah amat sangat berharga bagi kehidupan mendatang.
Meminjam kata-kata Ir. Soekarno "Jangan sekali-kali melupakan sejarah" dan "bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya" disini rasanya seorang Bung Karno telah memandang bahwa posisi sejarah adalah sangat penting bagi suatu bangsa, sebab sejarah nyatanya mampu mengembalikan sikap patriotisme, semangat perjuangan, nasionalisme serta sebagai suatu pertimbangan yang waskita dalam melangkah serta mengambil sikap dan keputusan kedepannya, dan menghargai jasa para pahlawannya adalah wujud dari sebuah bangsa yang benar-benar besar bangsa yang benar-benar menghargai jasa para pejuang adapun penghargaan tersebut jika saya boleh berpendapat ialah berjuang memberikan sesuatu kepada negara ini dengan cara sesuai dengan kemampuan, bidang serta yang lainnya.
Mari merajut kembali nusantar, merajut kembali kebinekaan, merajut kembali moralitas bangsa dipenghujung tahun ini, jadikanlah pembelajaran di penghujung tahun 2017 untuk ke depan dan dapat mencapai cita-cita kemerdekaan bangsa ini.