Mohon tunggu...
Adin Nidauddin
Adin Nidauddin Mohon Tunggu... -

Graduate Al azhar univ, pasca IAIN, staf pengajar PESMA IAIN Surabaya.\r\nvibra valent scripta manen, aku menulis aku abadi..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengembaraan Menuju Syurga

20 September 2011   03:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:48 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dan untuk menjadi seorang ulama dan ilmuan, tidak bisa didapatkan hanya dengan berdiam diri, tanpa mau keluar mengembara untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya. Sehingga, balasan apakah yang lebih besar? jikalau merantau ke tempat yang jauh demi menuntut ilmu, kecuali Allah akan memudahkan jalan baginya menuju syurga. Barang siapa yang berada pada suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju syurga. (HR. Abu Daud)

Menjadi seorang pengembara atau musafir memang sangat berat. Karena harus pergi jauh meninggalkan tanah kelahiranya, keluarganya, orang-orang yang dicintainya dan hal-hal lainya yang membuatnya sangat berat untuk berpisah darinya. Jika tidak ada motivasi yang kuat, serta cita-cita yang tinggi, maka sangat sulit bagi seseorang untuk pergi merantau ke tempat yang jauh, tempat yang mungkin sangat asing baginya. Padahal bumi Allah sangatlah luas. Kehidupan kitapun tidaklah sesempit burung yang terpasung kebebasanya karena selalu berada dalam sangkar. Allah mengaruniai kita dua buah kaki untuk melangkah sejauh dan sebebasnya, untuk merasakan dan memperhatikan keagungan ciptaan Allah lewat ayat-ayat kauniyah-Nya. “Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya” (QS. Az-Zumar: 21) Kehidupan ini menghendaki kita untuk selalu bergerak seperti air yang selalu mengalir memberikan kesuburan dan kesejukan setiap tanah yang dialirinya. Sebaliknya, kehidupan tidak menghendaki kita diam, statis, dan jumud. Karena air yang diam menggenang kan menjadi kotor dan hanya menimbulkan penyakit. Maka, ketika kita tidak mau menjelajahi bumi Allah yang luas ini. Kita enggan untuk berhijrah serta berkelana untuk berdakwah, menuntut ilmu, mencari rizki dan bergerak agar hidup senantiasa lebih baik. Dan hanya diam di tempat sepanjang masa, niscaya kehidupan kita tidak akan berkembang. Kepribadian dan pola pikir kita akan selalu sama, meskipun usia semakin menua. Kita tidak bisa menjadi manusia yang produktif dan bermanfaat bagi kehidupan. Sehingga, apa kelebihan kita? jika dibandingkan lebah yang tak bosan berpindah tempat dari satu bunga ke bunga yang lain hanya untuk membantu penyerbukan, agar bunga tetap hidup dan berkembang biak. Sementara kita sebagai manusia, makhluk Allah yang paling sempurna dibandingkan lebah dan makhluk serta ciptaan Allah lainya, tidak mampu memberikan manfaat apa-apa. Padahal bukanya sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi manusia lainya? (HR.Imam Baihaqi) Menjadi seorang musafir adalah hal yang semestinya dilakukan jika ingin menjadi sebaik-baik manusia dengan memberikan manfaat seluas-luasnya. Dengan merantau sebenarnya kita tidak akan merasakan kehilangan dengan apapun yang kita tinggalkan di kampung halaman. Justru akan mendapatkan banyak hal yang jauh lebih berharga sebagai pengganti dan balasan hasil jerih payah perantauan kita. Pepatah Arab mengatakan “Saafir tajid ‘iwadhon ‘amman tufaariquhu”. Mengembaralah kelak engkau akan menemukan pengganti dari apa yang telah engkau tinggalkan! Pepatah tersebut pun terbukti. Dalam pengembaraan, seringkali kita menemukan banyak sahabat yang jauh lebih mencintai kita dibandingkan saudara sendiri. Sehingga kita merasa mereka adalah sebuah keluarga bagi kita layaknya keluarga kita di rumah. Meski  tidak ada hubungan darah yang menyatukan kita dengan mereka. Kita juga akan merasakan hal-hal yang tidak kalah indahnya dengan apa yang kita rasakan di kampung halaman. Tentunya, pengalaman, ilmu dan rizki kita akan lebih bertambah, tatkala dalam pengembaraan kita mempunyai tujuan serta target yang hendak dicapai untuk peningkatan dan pengembangan diri. Terlebih, menjadi seorang musafir demi menuntut ilmu adalah sebuah kemuliyaan hidup. Bagaimana tidak? Allah sendiri berfirman akan meninggikan derajat mereka yang senantiasa belajar dan tak bosan menuntut ilmu.(QS.58:11) Dalam tafsir at-Thobari, derajat penuntut ilmu lebih tinggi dibandingkan para ahli sholat, puasa dan sedekah jikalau dengan ilmu yang dimilikinya, ia semakin taat dan dekat dengan Allah. Para penuntut ilmu pun senantiasa di doakan para malaikat, serta mendapatkan tempat yang mulia diantara manusia, karena ilmu yang ia miliki dan kemudian diamalkanya.  Mari kita amati mengapa para ulama dan ilmuwan, lebih dimulyakan, dihargai dan dikenang kehidupanya dibandingkan para konglomerat yang bergelimpangan harta? Ya, karena ilmu telah mengangkat derajat mereka. Dan untuk menjadi seorang ulama dan ilmuan, tidak bisa didapatkan hanya dengan berdiam diri, tanpa mau keluar mengembara untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya. Sehingga, balasan apakah yang lebih besar? jikalau merantau ke tempat yang jauh demi menuntut ilmu, kecuali Allah akan memudahkan jalan baginya menuju syurga. Barang siapa yang berada pada suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju syurga. (HR. Abu Daud) *Teruntuk adik-adik ku yang sedang menuntut ilmu dalam pengembaraanya, juga sahabat-sahabatku di Cairo, dan para musafir ilmu lainya, selamat menapakkan jejak kaki menuju Syurga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun