Tidak ada hari tanpa teriakan, ada moment orang-orang dengan nada tinggi penuh kekesalan. Aku ingin memastikan apakah dia marah akibat muak atau sekedar ingin atensi seseorang.
Sedikit heran dengan orang yang tempramental, mudah melontarkan ekspresi mental. Perkara kecil atau pun besar, sama saja, begitu gatal.
Aku sungguh bingung, kenapa manusia gampang tersinggung. Padahal tak semua orang tahu apa yang membuat ia merasa dirundung.
Di satu sisi, ada manusia dengan sabar diatas apapun. Ia tidak tertarik pada masalah kecil maupun bejibun.
Tidak gampang menjadi sabar, karena butuh keterampilan menghadapi pikiran dan hati yang berdebar. Belum lagi jika bertemu dengan orang yang berbicara kasar.
Aku mencoba untuk menjadi dia, tapi ternyata tidak mudah. Berusaha diplomatis di setiap kondisi butuh hati yang tabah. Berat, tapi itulah yang membuatnya berbeda.
Orang mengira sabar itu adalah kebajikan, tapi sabar adalah sebuah penghargaan. Sebuah sikap yang melewati pengorbanan keegoisan, menantang emosi yang disebut kemarahan.
Bahkan ketika kau berada dalam posisi kerugian atau menjadi korban, dimana kemarahan sebenarnya adalah kewajaran, tapi kau memilih sabar dan tenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H