Kampung Bayam adalah salah satu pemukiman yang menjadi korban penggusuran akibat proyek pembangunan Jakarta International Stadium (JIS). Sekitar 600 keluarga atau sekitar 2.400 individu terdampak oleh penggusuran megaproyek pemerintah ini. Pada awalnya, warga Kampung Bayam tinggal dengan damai di daerah tersebut, menjalani kehidupan sehari-hari sebagai pekerja informal, pedagang kecil, dan buruh harian. Namun, dengan adanya proyek pembangunan JIS, mereka dipaksa untuk meninggalkan tempat tinggal mereka tanpa jaminan kepastian hunian baru yang memadai.
Kampung Bayam telah menjadi rumah bagi banyak keluarga selama beberapa dekade. Pemukiman ini terletak di wilayah strategis yang kini dijadikan sebagai lokasi pembangunan JIS, sebuah stadion megah yang digadang-gadang menjadi salah satu ikon Jakarta.Â
Namun, pembangunan ini tidak hanya membawa dampak positif bagi kota, tetapi juga dampak negatif bagi warga Kampung Bayam. Mereka digusur dari tanah yang telah mereka tempati selama bertahun-tahun tanpa adanya solusi hunian yang jelas dan layak dari pemerintah.
Sebagai kompensasi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjanjikan hunian baru di Kampung Susun Bayam (KSB), dengan janji 780 unit hunian baru di KSB. Janji ini memberikan harapan baru bagi warga yang telah kehilangan rumah mereka.Â
Namun, proses penggusuran memaksa warga untuk pindah dengan cepat dan meninggalkan kehidupan lama mereka. Warga menerima Surat Keputusan (SK) daftar Calon Penghuni KSB dan mengikuti pengundian unit pada Oktober 2023, berharap dapat segera menempati hunian baru mereka. Namun, kenyataan yang dihadapi jauh dari harapan; masih banyak warga yang belum mendapatkan kepastian unit hingga saat ini.
Setelah digusur, warga Kampung Bayam membangun hunian sementara di Jalan Tongkol Ancol. Kondisi hunian sementara ini jauh dari layak, dengan keterbatasan akses air bersih, listrik, dan fasilitas dasar lainnya.Â
Situasi ini semakin memprihatinkan ketika warga nekat tinggal paksa di KSB pada 29 November 2023 karena merasa ditipu oleh janji yang tidak terealisasi. Sekitar 80% warga di hunian sementara melaporkan masalah kesehatan akibat lingkungan yang tidak bersih dan akses terbatas ke fasilitas kesehatan.
Hunian sementara ini menimbulkan banyak masalah, mulai dari kesehatan hingga keamanan. Warga yang tinggal di KSB mengalami berbagai kesulitan, termasuk intimidasi dari petugas keamanan, dengan sekitar 30% warga melaporkan adanya intimidasi ini. Jakpro, pihak yang bertanggung jawab atas proyek ini, mengklaim bahwa tidak ada perjanjian tertulis dengan warga untuk menghuni KSB, yang semakin memperkeruh keadaan.
Pemprov DKI Jakarta berencana membangun rusun baru untuk warga Kampung Bayam sebagai solusi atas masalah ini. Namun, 90% warga menolak rencana tersebut dan tetap ingin tinggal di KSB sesuai dengan janji awal yang diberikan. Mereka berharap bisa berdialog dengan Pemprov DKI dan Jakpro untuk mencari solusi terbaik.
Dialog antara warga Kampung Bayam dengan Pemprov DKI dan Jakpro masih belum membuahkan hasil yang jelas. Pertanyaan-pertanyaan penting seperti bagaimana kelanjutan dialog ini dan apakah warga Kampung Bayam akan tetap bisa tinggal di KSB masih belum terjawab. Warga berharap ada transparansi dan komitmen yang jelas dari pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini.
Dampak Sosial dan Psikologis
Penggusuran ini tidak hanya berdampak pada fisik, tetapi juga sosial dan psikologis warga Kampung Bayam. Banyak anak-anak yang harus putus sekolah karena orang tua mereka tidak mampu membiayai pendidikan akibat kehilangan sumber penghasilan. Kehidupan yang tidak menentu dan kondisi hunian yang tidak layak juga mempengaruhi kesehatan mental warga, yang kini hidup dalam ketidakpastian.
Warga Kampung Bayam tidak tinggal diam setelah digusur. Mereka terus memperjuangkan hak mereka untuk mendapatkan hunian yang layak sesuai dengan janji yang diberikan oleh pemerintah. Berbagai aksi protes dan dialog telah dilakukan, namun hasilnya masih belum memuaskan. Mereka berharap dengan terus memperjuangkan hak mereka, pemerintah dan Jakpro akan memenuhi janji yang telah diberikan.
Masa depan warga Kampung Bayam tergantung pada komitmen dan aksi nyata dari pemerintah dan pihak terkait. Diperlukan transparansi, dialog konstruktif, dan solusi yang adil untuk memastikan bahwa warga mendapatkan hak mereka. Pembangunan kota yang berkelanjutan harus memperhatikan aspek sosial dan kemanusiaan, bukan hanya kemegahan infrastruktur.
Dengan adanya perhatian dan tindakan nyata dari pemerintah, diharapkan warga Kampung Bayam bisa segera mendapatkan hunian yang layak dan kembali menjalani kehidupan dengan tenang dan aman. Perjuangan mereka adalah cermin dari perjuangan rakyat kecil yang sering kali terabaikan dalam arus pembangunan kota. Warga Kampung Bayam tidak hanya berjuang untuk tempat tinggal, tetapi juga untuk martabat dan hak asasi mereka sebagai warga negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H