Generasi Z, atau yang juga dikenal sebagai Gen Z, adalah generasi yang lahir pada pertengahan tahun 1990-an hingga awal tahun 2000-an. Generasi ini tumbuh dan berkembang di era digital yang ditandai dengan kemajuan teknologi khususnya internet, media sosial, dan perangkat seluler.
Sebagai generasi yang lahir di era digital, Gen Z memiliki karakteristik yang berbeda dari generasi sebelumnya. Mereka adalah generasi yang fasih menggunakan teknologi, kreatif, inovatif, dan terbuka terhadap berbagai hal.
Namun, tidak sedikit stereotip jelek yang beredar di masyarakat tentang Gen Z. Stereotip-stereotip ini seringkali muncul karena adanya bias penilaian dari generasi sebelumnya.
Berikut ini adalah beberapa stereotip jelek tentang Gen Z yang perlu dihilangkan:
- Gen Z tidak akan memiliki rumah sendiri
Stereotip ini berkembang karena adanya praduga bahwa Gen Z tidak memiliki minat untuk menabung demi membeli rumah dan memilih menghabiskan uangnya untuk hal lain, salah satu yang paling populer adalah membeli kopi. Namun, menurut hasil Riset Tren Pasar Properti semester I-2021 dari Lamudi.co.id, Gen Z justru diperkirakan akan lebih cepat untuk membeli rumah dibandingkan generasi milenial. Hal ini dikarenakan tingginya minat Gen Z terhadap kepemilikan properti.
- Gen Z adalah generasi paling lemah
Generasi pendahulu meyakini bahwa Gen Z dan kedekatan mereka dengan teknologi membuat mereka menjadi sosok bermental lemah. Padahal, Jason Dorsey, pemimpin Center for Generational Kinetics mengatakan bahwa Gen Z memiliki kedewasaan dalam menghadapi tantangan yang belum pernah dirasakan generasi sebelumnya. Misalnya dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan mengatasi tekanan media sosial yang selalu mengintai mereka.
- Gen Z tidak melek isu sosial-politik
Stereotip ini muncul karena adanya persepsi bahwa Gen Z lebih suka menghabiskan waktunya di dunia maya daripada peduli dengan isu-isu sosial dan politik. Namun, menurut hasil survei hasil program analytic fellowship Maverick Indonesia, perkembangan sosial politik adalah kategori berita yang paling banyak dicari nomor 2 oleh Gen Z setelah film dan serial TV.
Selain itu, hasil survei Amnesti Internasional pada Gen Z di 22 negara mengatakan bahwa Gen Z memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap lingkungan. Sebanyak 93 persen responden mendesak perusahaan-perusahaan kapitalis untuk memperhatikan kelestarian lingkungan dalam proses produksinya.
- Gen Z lebih memilih dunia virtual dibandingkan dunia nyata
Stereotip ini muncul karena adanya persepsi bahwa Gen Z lebih suka menghabiskan waktunya di dunia maya dan mengabaikan pembentukan identitas mereka di dunia nyata. Namun, menurut hasil riset Hakuhodo Institute of Life and Living ASEAN (HILL ASEAN), Gen Z mampu membedakan kepentingan mereka di dunia maya dan dunia nyata. Gen Z paham bagaimana aturan berperilaku di berbagai platform media sosial dan menjaga citra mereka di masing-masing realitas.
Meskipun Gen Z suka berkecimpung di dunia maya, namun mayoritas identitas mereka pun bukan identitas palsu. Sebanyak 82 persen responden setuju dengan pernyataan “Saat memposting di media sosial, saya sangat sadar tentang karakter saya” dan 68 persen setuju dengan “Saya ingin menunjukkan diri saya yang alami di media sosial”. Tandanya, Gen Z justru membangun dunia maya berdasarkan realita dan untuk tetap terhubung dengan orang-orang yang mereka kenal di dunia nyata.