Mohon tunggu...
H. Adi Mansah, MA
H. Adi Mansah, MA Mohon Tunggu... Dosen -

Dosen Bidang Hukum Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kasih Bunda Yang Tak Terbalas

11 April 2016   11:27 Diperbarui: 1 Juli 2017   07:30 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari –hari yang kulalui terasa hampa, diriku hanyut dalam duka yang menerpa, terbesit di lubuk hati ini untuk segera terlepas dari duka lara yang menderaku. Tapi aku bingung kemana tempatku mengadu? Ku tersentak dari lamunan ini tatkala sahabat-sahabatku datang menghampiri, ku tumpahkan seluruh keluh kesah yang ada sedang membekas di lubuk hati ini, karena hanya merekalah  yang  selalu setia menemaniku dalam suka dan duka, susah senang  menjalani getirnya hidup ini. Mereka memeluk dan merangkulku, mengusap airmataku dikala bercucuran, mereka bagaikan  tetesan  air di tengah tandusnya padang pasir gurun sahara, yang memberikan kesejukan dan semangat baru dalam diriku, untuk tetap bisa berdiri tegak menghadapi beratnya cobaan yang harus ku lalui.  Aku sangat bersyukur, karena mereka datang di saat diriku haus akan kasih sayang :

"Kita ini satu jiwa. Kau adalah aku. Dan aku adalah kau. Kita akan mengarungi kehidupan ini bersama. Dukamu dukaku. Dukaku dukamu. Sukamu sukaku. Sukaku sukamu. Senangmu senangku. Senangku senangmu. Kurangmu kurangku. Kurangku kurangmu. Kelebihanmu kelebihanku. Kelebihanku kelebihanmu. Hidupmu hudupku. Hidupku hidupmu".

Hatiku sangat tersentuh dan terharu mendengar perkataan mereka, nasehatnya bagaikan guyuran hujan di tanah yang gersang dan tandus, yang telah lama tak tersentuh air, mereka memberikanku sejuta semangat serta harapan :

“Sahabatku !, bundaku sudah pergi untuk selamanya.  jiwaku bagaikan  hidup sebatang kara di negeri perantauan ini. Kasih sayang itu seolah menjauh, dan terus…menjauh meninggalkanku. Aku tak bisa lagi merasakan indahnya kasih sayang seorang ibu seperti apa yang kau rasakan, engkaulah pelupur laraku yang bisa membangkitkan semangat hidupku. Titipkanlah seuntai doa dalam tahajjudmu semoga bundaku di terima di sisi-Nya dan persahabatan ini senantiasa abadi untuk selamanya sampai ajal memisahkan kita.”

Setelah aku mencurahkan segala kegundahan dalam hati, akupun merasa lega dengan "support" yang mereka berikan padaku.  Karna sedikitpun aku tiada pernah menyangka bahwa ini akan berlaku pada diriku yang malang ini, dulu aku meninggalkan bunda dengan untaian air mata, sekarang air mata itupun harus menetes dan mengalir lagi, aku tak mampu lalui semua ini. Kesedihan sekarang lebih berat aku rasakan dari yang sebelumnya.  Aku tak bisa menahan rasa sedih yang menyelimut rasa cinta dan kasih sayang pada bunda, yang telah pergi untuk selamanya, seorang ibu yang merawat dan membesarkan aku dengan penuh kasih sayang, kasihnya tiada tara dan bertepi, sehingga aku tak mampu menampungnya, dia penyejuk jiwa pelepas rindu disaat kesedihanku. Sekarang hanya tinggal satu nama dan kenangan, tiada tempat bermanja lagi, tiada tempatku mencurahkan hati, karena bunda yang tercinta telah tiada, dia telah pergi, dia telah menghilang.

Bunda kau permata impianku, engkau harapanku sewaktu kita bersama dulu,ku terbayang selalu tawa, gurau, dan senyummu, disaat aku salah dan lalai engkau pukul aku, kau marahi aku namun  itu menandakan sayangmu. Sampai suatu malam ayah tak memberiku makan namun engkau selalu membelaku anakmu yang nakal ini.  Engkau seorang ibu yang patut aku kenang jasa, kasih , dan sayangmu, serta nasehat yang pernah engkau berikan dulu masih terngiang di telingaku.  Kini negeri seberang membuatku mengerti akan pahitnya hidup ini, kurindu padamu untuk kembali, telapak kakimu dulu kucium kini tiada lagi, kepergianmu bagaikan padamnya pelita dalam hidupku, aku merasa lebih baik hilang seribu bidadari dunia yang cantik dari diriku, daripada harus kehilangan dirimu yang sangat berarti dalam hidupku.  Akan tetapi itu semua tak mampu aku  menahannya, karena di balik gunung masih ada gunung, diatas langit ada langit.  Allah telah menentukan Qudrat-Nya apalah daya seorang hamba yang hina dina.  Jangankan untuk menolak kekuasaan-Nya melarang sehelai ubanpun aku tiada berdaya.  Memang apabila tiba saatnya, siapapun tiada mampu menahan dan lari darinya yaitu sakratulmaut yang telah di cantumkan dalam Al-Quran yang berbunyi :"  kullu nafsin zdâiqatul maut.  Setiap yang bernyawa pasti akan merasai mati(ajal). Al-ayah ".

Cinta sesama makhluk memang penuh kekecewaan dan penyesalan, karena dia akan pergi dan meninggalkan kita.  Di balik cinta kepada manusia atau makhluk lainnya, ternyata masih adalagi cinta yang lebih berarti, cintanya hakiki dan abadi tiada pernah berakhir sampai kapanpun, yaitu cinta akan sang khaliq yang maha kekal lagi bijaksana, pengatur alam semesta termasuk diri kita, cintai dia engkau takkan pernah dikecewakan-Nya, sayangi dia engkau takkan pernah di tinggalkan-Nya.  Oleh sebab itu cintailah sesuatu itu sekedarnya karena engkau akan dikecewakan dan ditinggalkannya, serta bencilah sesuatu itu karena suatu saat engkau akan butuh dirinya. Sehingga aku sadar bahwa seorang  pujangga mengungkapkan cinta yang hakiki itu hanya untuk  Tuhan semesta dalam sebuah syairnya :

          "Cinta yang tulus di dalam hatiku

           telah bersemi karena-Mu

          hati yang suram kini tiada lagi

          telah bersinar karena rahmat-Mu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun