Mohon tunggu...
Healthy

Kamu Panggil Aku Si "Apa"?

24 Januari 2018   18:09 Diperbarui: 24 Januari 2018   18:23 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pernah merasa sendiri?

Pernah merasa tidak dianggap?

Pernah merasa menjadi kaum minoritas?

Kita semua patut prihatin dengan keadaan negara kita saat ini. Tidak melulu memikirkan perceraian pasangan selebritis, tidak melulu hanya menonton keseharian orang lain melalui VLOG nya atau yang lainnya. Prihatin dengan keadaan diskriminasi dan stigmatisasi masyarakat zaman sekarang. Diskriminasi seperti apa yang perlu kita cermati? Diskriminasi kepada orang dengan gangguan jiwa. Orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ tidak selalu buruk, mereka malah seharusnya menjadi tanggung jawab kita bersama untuk membantu mereka. Tapi, pada realita nya sekarang seperti apa?

Mereka malah mendapatkan cacian, makian, sampai ada yang bisa melakukan kontak fisik yang tidak berbudi. Apakah ini cerminan orang Indonesia yang katanya memiliki budaya sopan santun dan Bhineka Tunggal Ika? Seharusnya tidak. Sudah menjadi tugas kita bersama untuk saling membantu antar sesama manusia.

Lalu sebenarnya, apa yang menyebabkan gangguan jiwa? Apakah benar bahwa gangguan jiwa hanya dialami orang dewasa dan dibawa dari lahir?

Jawabannya adalah Salah. Bahkan di tahun 2014 saja, angka masyarakat yang menunjukkan gejala gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% atau sekitar 14 juta orang, dan ini diderita kebanyakan oleh remaja diatas 15 tahun. Setelah dilakukan observasi, ternyata remaja-remaja itu mengalami gejala-gejala depresi dan cemas karena mengalami "BULLYING" di sekolah atau lingkungan sekitar mereka.

"Aku dikatain sipit. Aku dikatain gendut. Aku dikatain hitam. Aku dikatain ..... Aku dikatain ...."

Budaya seperti ini memang sudah tidak asing dihadapan kita. Bukan hanya tidak asing, tapi seperti sudah mendarah daging. Disaat orang lain memiliki nama yang telah dibuat oleh orang tua nya dengan susah payah, oleh karena salah satu keadaan FISIK mereka yang mencolok, lalu ia akan selalu dipanggil dengan julukan tersebut.

SI GENDUT.

SI KRIBO.

SI TONGGOS.

dan masih banyak lagi.

Percaya atau tidak, hal ini lah akar dari gangguan jiwa. Ya, dimulai dengan gangguan depresi dan cemas sampai akhirnya memutuskan untuk tidak ingin berinteraksi dengan lingkungan. Bahkan, hal ini bisa membuat mereka merenggut nyawa mereka. Menurut WHO angka bunuh diri di Indoneisa mencapai 10.000 kejadian tiap tahun, dan sebagian besar alasannya karena depresi dan gangguan jiwa.

Dari semua fakta itu, lalu apa yang sepatutnya kita lakukan? Meneruskan budaya yang sangat tidak manusiawi ini lagi? Membiarkan banyak anak yang dipukuli oleh teman temannya. Membiarkan anak anak takut untuk pergi ke sekolah. Membiarkan mereka ditindas oleh ketidak adilan.

TIDAK.

Seharusnya kita semua mulai mengajarkan kepada anak, teman, saudara kita untuk bisa saling menghargai dan bisa menerima orang lain apa adanya. Setiap orang pastinya memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing, jangan sampai hanya karena kita melihat dari kekurangannya, itu akan menghilangkan potensi yang mereka miliki. Mulai lah dari diri sendiri dan coba untuk mengajak lingkungan sekitar. 

Saat ini sudah ada Undang-Undang yang mengatur tentang Kesehatan Jiwa bagi masyarakat Indonesia yakni Undang Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa yang di sahkan pada tanggal 8 Agustus 2014. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang agar dapat mencapai kualitas hidup yang baik, serta memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Secara garis besar, Undang-undang tersebut mengamanatkan tentang: 

1) Perlunya peran serta masyarakat dalam melindungi dan memberdayakan ODGJ dalam bentuk bantuan berupa: tenaga, dana, fasilitas, pengobatan bagi ODGJ; 

2) Perlindungan terhadap tindakan kekerasan, menciptakan lingkungan yang kondusif, memberikan pelatihan keterampilan;

3) Mengawasi penyelenggaran pelayanan di fasilitas yang melayani ODGJ.

Maka dari itu, ayo mulai untuk bisa saling menghargai orang lain dan mulai untuk saling menjaga. Tidak hanya kesehatan raga yang perlu dijaga, tapi juga kesehatan jiwa. Baik diri sendiri maupun orang lain. 

STOP BULLYING!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun