Mohon tunggu...
Adillah Aizzatir Rahmah
Adillah Aizzatir Rahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi yang masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perempuan Sebagai Kepala Rumah Tangga dalam Teori Tafsir Mubadalah

16 Mei 2023   08:29 Diperbarui: 16 Mei 2023   08:36 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mubadalah berasal dari kata (), yang dari akar katanya ( - - ) yang berarti mengganti, mengubah dan menukar. Kata mubadalah sendiri merupakan bentuk kesalingan (mufa'alah) dan kerjasama antara kedua belah pihak (musyarakah) untuk makna tersebut saling mengganti, saling mengubah atau saling menukar satu sama lain.

Pada zaman modern seperti saat ini banyak sekali perempuan yang bekerja dan menempati jabatan publik serta bertanggung jawab terhadap keluarganya. Kondisi ini menuntut pertukaran peran domestik antara suami dan istri akibat tuntutan sosial ekonomi masyarakat urban. Di pedesaan juga banyak terjadi kasus perempuan yang menanggung beban nafkah bagi keluarganya karena suaminya sudah bekerja tetapi penghasilannya tidak mencukupi kehidupan sehari-hari, tidak mendapatkan pekerjaan atau pengangguran, tidak mampu bekerja karena sakit, atau telah meninggal dunia. 

Adanya fenomena-fenomena diatas tentunya memerlukan tafsir-tafsir dan fikih-fikih yang memahami realitas perempuan yang sedemikian rupa telah berubah. Sehingga fikih dituntut untuk aktual dan kontekstual dalam menyerap realitas sosial yang ada dan mengkaitkannya dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Pada prinsipnya, anak dan rumah tangga dalam perspektif Mubadalah adalah tanggung jawab bersama antara suami dan istri, masing-masing bisa berbagi peran secara bersama, fleksibel, saling mengerti, saling mengisi, dan saling menguatkan dalam mengemban tugas dan amanah rumah tangga.

Dalam konteks ini mubadalah hadir untuk melengkapi dinamika teks dan realitas dalam tradisi islam yang selama ini masih sedikit menyadari bahwa perempuan adalah subjek yang sama dengan laki-laki. Kemudian tafsir mubadalah ini bukan untuk menegaskan bahwasannya kepimpinan atau tanggung jawab seorang laki-laki terhadap perempuan dengan berdasarkan kepada jenis kelamin, karena pemaknaan yang seperti ini tidak bisa mubadalah dan tidak sesuai dengan Prinsip Islam. Dalam islam seseoramg tidak diberikan tanggung jawab hanya dari jenis kelamin tetapi kemampuan dan pencapaian yang di miliki itu lah yang bisa disebut sebagai tanggung jawab.

Kemudian dalam konteks mubadalah ini juga bisa menciptakan dan meningkatkan rasa saling memahami antara pasangan satu dengan pasangan lainnya. Banyak pasangan yang sering bertengkar bukan hanya dari segi watak dan sifatnya akan tetapi cara pandang atau cara berfikir masing-masing juga berbeda dan kita juga harus memahami satu dengan lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun