Muhammad Yamin adalah salah satu tokoh kunci dalam perumusan Pancasila dan kemerdekaan Indonesia. Ia lahir di Talawi, Sawahlunto pada 24 Agustus 1903. Ia merupakan putra dari Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah yang masing-masing berasal dari Sawahlunto dan Padang Panjang. Sebagai seorang cendikiawan, politisi, dan aktivis. Muhammad Yamin dikenal memiliki karakter Pancasialis yang kuat, yakni nasionalisme, humanisme, religiositas, demokrasi, ketuhanan.
Dalam sidang BPUPKI, pada tanggal 29 Mei 1945, Muhammad Yamin menyampaikan pidato yang sangat berpengaruh. Ia mengajukan lima dasar Negara kemudian dikenal dengan istilah “Pancasila Versi Yamin”, yaitu:
1. Peri Kebangsaan (Nasionalisme)
2. Peri Kemanusiaan (Humanisme)
3. Peri Ketuhanan (Religiositas)
4. Peri Kerakyatan (Demokrasi)
5. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial)
Meski rumusan Pancasila yang kita kenal sekarang sepenuhnya tidak mengikuti usulan Muhammad Yamin. Namun, gagasan-gagasannya menjadi dasar diskusi dan turut mempengaruhi perdebatan di BPUPKI. Usulan Muhammad Yamin ini mencerminkan karakter pancasialis yang menghargai persatuan, kemanusiaan, demokrasi, serta gotong royong dalam membangun negeri. Muhammad Yamin adalah salah satu tokoh yang dapat merumuskan konsep dasar Negara yang selaras dengan keberagaman bangsa Indonesia dan prinsip moral yang kuat.
Berikut merupakan beberapa aspek penting dari karakter Muhammad Yamin dalam perumusan Pancasila, sebagai seorang Pancasialis:
1. Nasionalisme
Muhammad Yamin sangat memperjuangan persatuan nasional, ia adalah nasionalis sejati. Dalam pidato-pidatonya di BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), ia menekankan pentingnya menyatukan berbagai suku, agama, dan budaya di seluruh Indonesia. Pandangan ini tercermin dalam nilai “Persatuan Indonesia” yang kemudian menjadi sila ketiga Pancasila. Bagi Muhammad Yamin, persatuan bukan hanya aspirasi politik, tetapi merupakan fondasi moral yang harus dimiliki oleh setiap warga Negara.