Mohon tunggu...
Adila QonitaDaa
Adila QonitaDaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

suka berenang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

BooK Review "Perkawinan dalam Hukum Islam dan Undang-undang (Perspektif Fiqh Munakahat dan UU No. 1/1974 tentang Poligami dan Problematikanya)

11 Maret 2023   22:40 Diperbarui: 11 Maret 2023   22:47 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkawinan dalam hukum Islam didefinisikan oleh beberapa ulama yaitu yang pertama ulama Hanafiah yaitu merupakan suatu akad yang berguna untuk memilih mut'ah dengan sengaja. Menurut Syafi'iyah perkawinan adalah suatu akad dengan menggunakan lafaz nikah atau zauj yang menyimpan arti memiliki. Ulama malikiyah yaitu suatu akad yang mengandung arti mut'ah untuk mencapai kepuasan dengan tidak mewajibkan adanya harga. Ulama hanabilah perkawinan adalah akad dengan menggunakan lafadz inkah atau tazwij untuk mendapatkan kepuasan. sedangkan menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 dalam bab 1 perkawinan adalah "Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa". 

Banyak Syarat-syarat dan rukun-rukun yang harus ditaati dalam perkawinan. Banyak juga ketentuan-ketentuan yang harus diketahui mengenai hukum perkawinan itu. Manusia ditakdirkan dalam berpasang-pasangan yaitu laki-laki dan perempuan dan dikodratkan untuk selalu hidup bersama demi tercapainya kelangsungan hidup.

Dalam perkawinan ada juga istilah poligami yaitu perilaku suami yang dibenarkan dalam Al-Qur'an oleh undang-undang dengan persyaratan yang berat dan suami pun harus berlaku adil ketika melakukan poligami tersebut. Sebenarnya undang-undang nomor 1 tahun 1974 yang didalamnya mempersulit terjadinya poligami hal tersebut memberikan pemahaman bahwa perempuan atau istri diangkat derajatnya agar tidak di semena-menakan oleh laki-laki terutama suaminya, maka dari itu undang-undang pun mempersulit poligami. Poligami harus dilakukan dengan izin dari istri dan izin tersebut harus dinyatakan di depan majelis hakim di pengadilan. Keadilan yang dimaksud dalam poligami adalah keadilan yaitu dalam bentuk pembagian nafkah yang dapat diukur secara matematis, sedangkan dalam bentuk batinnya sulit diukur karena menyangkut masalah perasaan atau hati yang mengetahui hanya suami yang poligami dan istri yang melaksanakan karena dipoligami. selanjutnya mengenai perceraian. 

Dalam kuhp perceraian adalah salah satu alasan terjadinya pembubaran perkawinan, dalam hal ini termuat pada bab 10. pembubaran perkawinan ini yaitu karena kematian karena ketidakadiran suami atau istri selama 10 tahun, diikuti dengan perkawinan baru istri atau suami sesuai dengan ketentuan. Keputusan pembubaran perkawinan itu disebabkan juga karena putusan hakim setelah adanya problematika yang ada. Ada banyak hal lain juga yang menyebabkan perceraian terjadi. 

Dalam pasal 39 diungkapkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan untuk melakukan perceraian tersebut dan tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam perundang-undangan. Perceraian sendiri dalam istilah hukum Islam artinya adalah talaq artinya melepaskan atau meninggalkan. perceraian juga dibahas dalam Alquran dan Sunnah, yaitu dalam surat At-Talaq ayat 6 ada juga dalam surat Al-Ahzab ayat 49 dan lain sebagainya. 

Dalam buku ini juga dibahas mengenai hak dan kewajiban suami istri menurut undang-undang dan hukum Islam. hak dan kewajiban suami dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 terdapat dalam bab 6 pasal 30-34 dalam pasal 30 dijelaskan "Suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendiri dasar dari susunan masyarakat". Dalam pasal 31 dijelaskan bahwa hak dan kewajiban suami istri yaitu adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam berumah tangga dan pergaulan hidup bersama, masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum dan suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga. 

Dijelaskan pula dalam pasal 32 menyatakan suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap, rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini ditentukan oleh suami istri tersebut. Dan pasal 33 "Suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia, dan memberikan bantuan lahir dan batin yang satu kepada yang lain". Dan dalam pasal 34 dijelaskan yaitu suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuan, istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan baik dan jika suami istri melalaikan kewajibannya masing-masing bisa mengajukan gugatan di pengadilan.dalam buku ini juga dijelaskan tentang alasan kenapa diperbolehkannya poligami dan perceraian dalam undang-undang. 

Terdapat juga kedudukan mahar dalam perkawinan. Calon mempelai laki-laki wajib diberikan kepada calon mempelai perempuan, hal itu terdapat dalam kompilasi hukum Islam dalam bab V pasal 30-38. Kedudukan mahar juga menjadi syarat sahnya perkawinan karena tidak ada hukum perkawinan dan undang-undang yang menyatakan bahwa perkawinan sah meskipun tanpa mahar. 

Dalam buku ini juga dijelaskan tentang fasakh atau rusak pernikahan karena suami istri murtad. dalam undang-undang tidak dijelaskan bahwa ketika suami atau istri murtad tidak ada yang menjelaskan tentang rusak atau batalnya perkawinan tersebut. Dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 menyatakan "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan". Akan tetapi dalam hukum Islam ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa jika suami istri murtad atau salah satunya menyebabkan putusnya perkawinan tersebut. Banyak juga dampak yang akan terjadi dalam pembaharuan nikah, salah satunya berdampak pada keturunan. Dampak pada anak juga menyangkut mengenai pendidikan dan akidah anak. 

Dampaknya yaitu ada juga dampak negatif dan ada juga dampak positif. Dijelaskan bahwa dampak positifnya dapat menjadikan pendidikan anak dalam bertauhid untuk menumbuhkan keyakinan ketuhanan yang murni, juga menumbuhkan sikap dan jiwa anak yang selalu beribadah kepada Allah, selain itu juga memupuk akhlak, kemudian menciptakan naluri kepemimpinan untuk anak dan juga menumbuhkan kesadaran anak. Oleh karena itu orang tua bertanggung jawab atas anaknya. Dalam ranah pernikahan atau permasalahan di dalamnya problematika anak termasuk masalah yang tidak bisa dihindari. Metika pembaruan nikah terjadi, anak lebih sulit untuk menyesuaikan kehidupan barunya. Yang dimaksud kehidupan baru yaitu orang tua yang berpindah agama dan menjalani ibadah yang belum pernah dikerjakan sebelumnya. Jadi kewajiban orang tua adalah mendidik anaknya dengan benar.

Dalam pemaparan penulis dalam buku ini, penulis menyampaikan secara jelas, tuntas, lengkap dan rinci mengenai hukum perkawinan dalam hukum Islam dan undang-undang serta apa saja problematika yang terdapat dalam masalah perkawinan. Terlepas dari masalah teknis, buku ini sudah cukup menarik. Akan tetapi masih perlu disempurnakan, alangkah baiknya jika cover buku dibuat semenarik mungkin untuk menarik minat pembaca. Dan pemilihan kata dalam bacaan tidak terus menerus terulang (monoton).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun