Mohon tunggu...
Adilah Nurrana Hedys
Adilah Nurrana Hedys Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Jember

Fakultas Teknik Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Money

Tingginya Ketergantungan Keuangan Daerah pada Pusat

9 April 2022   21:27 Diperbarui: 11 April 2022   07:35 1286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pemerintah daerah telah diberi kebijakan otonomi daerah untuk mengatur daerahnya masing-masing. Melalui kebijakan otonomi daerah ini, pemerintah daerah diberikan hak kebebasan untuk mengatur, mengurus, dan mengelola rumah tangga daerahnya masing-masing. Namun kebijakan ini masih harus tetap memperhatikan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Kebijakan mengenai otonomi daerah ini telah tegas diatur di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam UU ini, pemerintah daerah diberi hak untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat yang berada di daerahnya masing-masing. Kebijakan ini meliputi hak atas pemerintahan, peraturan daerah, serta pengelolaan keuangan daerah yang dijelaskan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengelola keuangannya sendiri. Kewenangan pemerintah untuk mengelola keuangannya tersebut dilaksanakan baik pada dana yang bersumber dari pendapatan asli daerah, maupun dana yang berasal dari pusat. Dana yang berasal dari pusat ini mencakup dana bagi hasil pajak, serta dana perimbangan.

Pemerintah daerah telah diberi hak untuk mengelola keuangan daerahnya masing- masing, namun fakta yang terjadi di lapangan justru banyak pemerintah daerah yang masih bergantung pada pemerintah pusat. Kebergantungan ini terkait dalam pengelolaan keuangan daerah itu sendiri. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati.

Sri Mulyani menyampaikan bahwa Pemerintah daerah masih sangat bergantung pada Pemerintah Pusat, termasuk pada masa krisis pandemi Covid-19 seperti yang terjadi saat ini. Hal ini berkaitan erat dengan kemerosotan Keuangan Negara akibat tekanan di masa pandemi Covid-19. Pada saat keuangan negara menyebabkan kondisi ekonomi di Indonesia mengalami kegagalan, Pemerintah Daerah justru tidak memiliki insiatif untuk mencari alternatif dalam upaya perbaikan kondisi ekonomi daerahnya, sehingga turut mengalami kemerosotan. Hal ini, berkaitan erat dengan penurunan jumlah anggaran yang di transfer dari Pemerintah pusat ke Pemerintah daerah seiring dengan kemerosotan kondisi ekonomi akibat tekanan di masa pandemi Covid-19.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah belum memiliki kontribusi nyata dalam upaya meredamkan kondisi yang tidak diduga akibat krisis ekonomi seperti saat ini. Pemerintah pusat masih harus menggelontorkan sejumlah dana yang berasal dari APBN untuk menutupi kemunduran kondisi ekonomi di Indonesia.

Sri Mulyani juga melanjutkan pernyataannya yang menyebutkan bahwa pendanaan pembangunan daerah juga masih sangat bergantung pada alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dari Pemerintah Pusat. Sedangkan, disisi lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki jumlah yang masih sangat kecil. Sri Mulyani bahkan merincikan lebih jelas bahwa ada sekitar 65% TKDD, sementara PAD hanya melakukan kontribusi sekitar 23% dan sisanya sebesar 8,4% dari pendapatan lainnya.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati juga melanjutkan bahwa pada masa pandemi Covid-19 seperti saat ini, komponen PAD berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) juga turut mengalami penurunan yang cukup signifikan. Mengingat bahwa PDRD merupakan komponen penting dalam Pendapatan Asli Daerah, Kementerian Keuangan terus menekankan bahwa mereka akan meningkatkan PDRD, dengan tetap menyelaraskan sistem perpajakan nasional dengan kondisi ekonomi nasional.

Bahkan, Sri Mulyani juga menuturkan bahwa Pemerintah daerah belum mampu mengatur cara melakukan pinjaman, jika anggaran belanja (pengeluaran) lebih besar dibandingkan dengan penerimaan daerah. Sementara itu, disisi lain rasio pajak dan retribusi daerah belum dimanfaatkan secara maksimal. Beliau menyampaikan bahwa anggaran belanja yang berasal dari APBD belum banyak yang digunakan untuk belanja modal. Penggunaan ini erat kaitannya dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga, menurut Sri Mulyani pemerintah daerah seharusnya mampu mandiri ketika terjadi tekanan.

Ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap Pemerintah Pusat dalam mengelola keuangannya juga disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK menyebutkan ada 443 Pemerintah daerah atau 88,07 % dari total 503 pemerintah daerah di Indonesia masih dikategorikan belum mandiri dalam hal pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Agung Firman Sampurna saat memaparkan hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) di Istana Negara.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 468 Pemerintah daerah atau 93,4 % dari total Pemerintah daerah di Indonesia yang masih bersatus pengelolaan keuangan yang sama dari tahun 2013 hingga 2020. Hal ini, menunjukkan bahwa tingkat kemandirian fiskal pemerintah daerah tersebut tidak mengalami perkembangan dalam kurun waktu 7 tahun terakhir.

BPK juga menyatakan bahwa masih terdapat kesenjangan kemandirian fiskal antar pemerintah daerah yang cukup tinggi. Tingkat kesenjangan ini menunjukkan bahwa kemampuan daerah dalam mengelola dana untuk memenuhi kebutuhan daerahnya masih belum merata. Menurut BPK, sebagian besar daerah yang termasuk dalam penerima dana keistimewaan atau dana otonomi khusus seperti Aceh, Yogyakarta, dan Papua justru memiliki tingkat kemandirian fiskal yang relatif rendah, jika dibandingkan dengan daerah-daerah yang bukan termasuk penerima dana keistimewaan atau dana otonomi khusus.  Hal ini memperkuat fakta bahwa pemberian dana keistimewaan atau dana otonomi khusus sebagai bagian dari transfer, justru cenderung menimbulkan tingkat ketergantungan daerah terhadap transfer dari pusat menjadi lebih tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun