Sebelum kedatangan orang Eropa, orang Makassar sudah dikenal sebagai pelaut ulung. Tome Pires dalam perjalanannya dari Malaka ke laut Jawa pada tahun 1513 telah menemukan pelaut makassar sebagai pelaut ulung. Keterangan Pires mengenai orang Makassar dianggap sebagai sumber Barat tertulis yang paling tua yang bisa ditemukan. Pires mengemukakan : "Orang-orang Makassar telah berdagang sampai ke Malaka, Jawa, Borneo, negeri Siam dan juga semua tempat yang terdapat antara Pahang dan Siam".
Oleh Pelras, orang-orang Makassar telah meninggalkan kampung halaman mereka begitu jauh dan begitu lama. Bahkan saking lamanya, mereka melakukan perkawinan dengan warga pribumi dan memiliki keturunan di negeri yang mereka datangi. Mereka memiliki ketegaran hidup dan semangat pantang menyerah. Gelombang tinggi dan laut yang sangat luas bukanlah hambatan bagi mereka untuk mencapai negeri yang mereka tuju. Kegairahan dan kekerasan jiwa mereka mengundang decak kagum masyarakat pribumi tempat yang mereka singgahi. Yang lebih mengagumkan adalah di tempat baru tersebut mereka masih mempertahankan sifat-sifat asli mereka sebagai orang Makassar. Siri' napacce telah tertanam kuat dalam jiwa mereka dan menjadi patrol mereka dalam menjalani hidup meskipun itu di negeri asing. Keberanian, kekasaran dan kematianlah yang akan mereka pilih jika mereka di perhadapkan pada pilihan yang rumit. Apalagi kalau itu menyangkut dengan harga diri dan kepercayaan yang di anutnya.
Di bawah ini, adalah sebuah tragedi mengharukan sekaligus mengagumkan dari 120 orang Makassar yang mempertahankan harga diri dan kehormatan mereka di negeri Siam. Berikut kisahnya dikutip dari buku Kisah-Kisah Bijak Orang Sulsel karangan A. Shadiq kawu yang mengambil referensi dari sejarawan Perancis Crishtian Pelras.
Pada Abad 17, sebanyak 120 orang Makassar di bawah pimpinan Daeng Mangalle melakukan perlawanan hingga nafas terakhir melawan gabungan armada pasukan Perancis-Inggris dan Siam di Ayuthia. Ayuthia adalah sebuah kota niaga kecil yang terkenal di abad 17.
Peperangan tak seimbang itu mengakibatkan musnahnya orang makassar dalam konfik yang panjang setelah berhasil membunuh 1000 orang dari pihak musuh.
Berapa jumlah armada yang mereka lawan?? sekitar 4000 pasukan dengan senjata lengkap, senapan api dan meriam, sementara orang Makassar hanya terdiri atas 120 orang di bawah pimpinan Daeng Mangalle dengan senjata badik, keris dan tombak.
Fantastis memang tapi ini adalah fakta sejarah yang di catat oleh Crishtian Pelras. Pelras telah meneliti berbagai literatur berbahasa Perancis tentang jalannya peperangan tersebut.
Kedatangan orang makassar di Siam menurut Pelras dimulai sekitar pada tahun 1674. Sebuah rombongan kecil yang terdiri atas 250 orang pria, wanita dan anak-anak datang dari Pulau Jawa dipimpin seorang Pangeran Makassar yang mengasingkan diri dari Makassar 3 tahun sebelumnya. Selanjutnya, Gervaise melukiskan kedatangan mereka di sambut baik oleh Raja Narai dan bahkan mereka diberi pemukiman di pinggir sungai bertetangga dengan perkampungan orang Melayu. Kebetulan orang Melayu dan Makassar sama-sama memeluk agama Islam.
Meskipun awalnya hubungan orang-orang Makassar sangat baik dengan warga pribumi di Siam, sebuah konflik kecil pada tahun 1686 terjadi. Konflik tersebut kemudian melahirkan sebuah pemberontakan orang Makassar terhadap raja Narai. Konflik tersebut di awali oleh keinginan Orang Makassar mempertahankan kehormatan mereka.
Saat itu, Orang Melayu dan Campa merencanakan pemberontakan terhadap Raja Narai. Rencana pemberontakan ini diketahui oleh Pangeran Makassar.
Singkat cerita, rencana pemberontakan tersebut kemudian bocor ketelinga Raja Siam. Meskipun bukti kongrit keterlibatan orang Makassar di pemberontakan tersebut tidak ada tetapi oleh Raja Narai, ketiga suku tersebut di panggil bersama-sama untuk meminta maaf kepada Raja dan niscaya mereka akan di ampuni.