"kang apa baiknya kita menyerah ke kodam brawijaya atau pemuda ansor" suara latip menganggetkan seutas khayalan di batok kepalanya...
"tip,..pelarian kita ini adalah waktu untuk memolorkan nafas, sama saja tip kita menyerah atau tertangkap kalo tidak peluru bersarang di jantung, paling juga parang para kaum kopiah'an menebas leher kita"..
latip hanya termangu..
"padahal saya dulu sering ngaji di musholanya kyai mujahit, kok tega benar mereka menyeret - nyeret orang tua tersebut dan memancungnya, dan membentaknya kafir"...
"sudahlah tip mereka teriak nama gusti pengeran tapi pikirannya setan, sudah buta oleh hasutan" tugiyo menimpalinya
"apakah kita yang salah kang memilih lambang palu arit" desahnya terlihat berat di rongga nafas,...
"ndak kok tip, ini sudah jalan kita. semua sudah garisnya nasib, gusti kang kamulyo jagad sudah memberi takaran di mangkuk kehidupan manusia"..sergah tugiyo
"kang aku tak sholat dulu, walaupun jam 6 pagi siapa tahu gusti pengeran masih memberi nafas panjang" jengkar menuju kucur di balik bukit..
tugiyo memandang latip nampak muram, hembusan angin timur di pagi itu sepertinya menabuh kalbu hidupnya yang tak pernah dia obati, kerinduannya di saat magrib di surau kyai mujahit seperti memorabilia hidup yang hilang..
udara nampak tenang..dan hening..hanya suara burung prenjak di atas pohon jati yang mulai meranggas...
bersambung