Mohon tunggu...
Guritno AS
Guritno AS Mohon Tunggu... Penulis - Penulis | Pengajar | Wiraswasta

Seorang pengajar yang hobi menulis. Biasa menulis di media sosial, LinkedIn, Esaiedukasi.com dan tentu saja Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Culture Shock dan Mentalitas Pelajar Perantau

3 Juli 2022   12:39 Diperbarui: 3 Juli 2022   12:41 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merantau bukan cuma pindah tempat hidup, tetapi juga pindah fase hidup. Dan tentu saja ini tidak mudah. 

Banyak orang takut merantau. Alasannya macam-macam: takut jauh dari orang yang disayang, takut menghadapi banyak hal baru di luar sana, hingga takut menghadapi ancaman kesepian akibat lepas dari kampung halaman.

Banyak pekerja perantau yang kemudian resign karena ingin lebih dekat kembali dengan keluarganya di kampung halaman atau kota kelahiran. Tentu itu tidak salah, setiap orang boleh punya pilihan, bukan?

Ada juga calon mahasiswa yang kemudian berpikir ulang untuk cari calon kampus baru karena ternyata pilihan sebelumnya memaksanya jauh dari keluarga. Memaksanya mendapatkan label baru, yakni pelajar perantau.

Namun ada juga yang berani ambil keputusan, menjadi pelajar perantau demi membuka asa mencapai cita yang lebih baik kedepannya. Inilah kisah mengenai mereka. 

Merantau = Mendapatkan Ilmu Baru

Saya punya teman, dan bukan hanya satu, yang memilih jadi pelajar perantau. Beberapa mengalami homesick yang luar biasa karena tidak ada ibu yang menyiapkan makanan atau kawan karib yang datang untuk sekedar ngobrol di teras rumah. Sebagian lagi justru bersukacita karena merantau ternyata memberikan banyak hal hebat yang belum pernah didapatkan selama di kampung halaman.

Seorang teman yang baru lulus SMP di pondokan memilih merantau di kota tetangga, kota tempat saya tinggal. Luar biasa, ternyata dia merasa tersiksa hebat. 

Lebih dari dua kali keluarganya dipaksa datang menengok. Rindu yang menderu begitu seru di dalam kalbu. Mungkin itu ungkapan dari hatinya yang terdalam.

Namun ternyata semuanya hanya terjadi dalam 3 bulan pertama saja. Ia menjadi sosok yang tangguh: bangun pagi untuk sembhayang dan kemudian menanak nasi. Pulang sekolah langsung main dengan teman satu kosan. Sore hari berburu menu untuk lauk sebelum tidur. Semua serba teratur.

Siapa yang mengajarkannya demikian? Tentu saja dirinya sendiri dan juga kehidupan barunya. Mentalitasnya terbangun. Ia menjadi lebih mandiri dan bertanggung-jawab. Waktunya digunakan secara efektif dan efisien. Perspektifnya menjadi semakin luas dan jaringannya bertambah.

Saya sendiri juga pernah merantau. Pertama ke ibukota, kedua ke sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Keduanya mengajarkan banyak hal, termasuk menghadapi culture shock.

Culture shock atau gegar budaya adalah kondisi dimana seseorang terkaget-kaget karena banyak hal berbeda yang benar-benar terasa baru ketika pindah tempat tinggal atau merantau.

Jakarta terasa begitu cepat, lugas dan tak pernah tidur. Sedang kota kedua begitu lamban seperti seorang pria yang menikmati kopi di tengah sawah sehabis meluku. Begitu santai, begitu pelan.

Tips Merantau untuk Pelajar

Source: Unsplash.com
Source: Unsplash.com

Sudah banyak orang yang baik yang membagi tips merantau menurut pengalaman mereka. Tentu itu baik dan layak dipertimbangkan untuk diikuti. Di sini saya hanya membagi dua tips saja.

Tips pertama, jangan gagal. Entah apa kondisi yang membuat harus merantau; ikut keluarga yang lebih berada agar bisa terus sekolah atau karena beasiswa, jangan gagal. 

Sesulit apapun hidup di tanah rantau, tetaplah berjuang. Untuk itu selain melakukan berbagai tips praktis bertahan hidup, milikilah mental seorang petarung.

Asahlah mentalitas yang dimiliki sehingga itu bisa jadi faktor pembeda kelak di saat masuk dunia kerja. Daya tahan, kemampuan mengirit uang, ilmu berkomunikasi untuk mendapatkan teman baru atau insting mencari tambahan pemasukan. Semua itu harus dipelajari. Tetapi lebih dari itu, jangan sampai tujuan awal merantau dilupakan, yakni segera lulus dengan hasil baik. 

Tips kedua, jangan sombong. Ini merujuk pada setidaknya dua hal: 

  1. Jangan sombong meminta bantuan siapapun jika dalam kesulitan.
  2. Jangan sombong ketika sukses di perantauan.

Kesombongan akan berakibat fatal, terlebih di tempat yang jauh dari keluarga dan sanak saudara. Namun orang yang rendah hati akan selalu beruntung, meski harus berjuang di luar kandang.

Akhir kata, dimanapun engkau berada, dengan siapa engkau tinggal sekarang, tetaplah berjuang wahai pelajar perantau. Kelas semua kisahmu akan jadi pelajaran yang indah untuk anak cucu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun