Di samping itu, pada umumnya aturan dibuat karena ada kondisi yang melatarbelakanginya, apapun itu. Jadi jika satuan pendidikan tersebut merasa sudah berbangga dan senang hati dengan hadiah berupa ucapan terima kasih, maka ikuti saja.
Diskriminasi
Memang terkadang ada udang di balik batu. Namun berpikir positif tidak ada salahnya. Tidak perlu terlalu jauh bertendensi bahwa ada oknum yang memberi hadiah luar biasa besar, mewah dan mahal kepada sang guru, termasuk juga kepsek dan lainnya dengan tujuan agar si anak mendapatkan perhatian lebih.Â
Mengenai hal itu, pasti guru yang memegang teguh prinsip profesionalitas akan tetap berjalan di rel yang ada dengan berlandaskan kebenaran, keadilan dan cinta yang sama kepada semua peserta didiknya.
Justru yang harus dilihat adalah dari perspektif guru atau warga sekolah yang tidak mendapat hadiah, padahal mereka juga punya kontribusi nyata.
Untuk itulah aturan tentang pelarangan pemberian hadiah di waktu kenaikan kelas di satuan pendidikan tertentu  (andaikan ada)  patut untuk diapresisasi.
Terlebih jika aksi pemberian hadiah itu dilakukan secara kurang tulus karena ternyata kondisi ekonomi keluarga siswa juga sedang tidak bagus-bagus amat.
Saya jadi teringat cerita teman yang bapaknya dokter. Alih-alih mendapat uang setelah menyuntik anak-anak sekitar yang jadi pasiennya, dia justru dapat hal yang tidak diduga: bandeng, kepiting, udang windu, dan hasil laut lainnya. Padahal harusnya pembayaran dilakukan dalam bentuk uang. Nah, apakah beliau menolak? Tidak. Inilah potret masyarakat kita, yang memberi berdasarkan kerelaan. Jika memang para nelayan pada waktu itu belum sempat ke balai lelang atau pasar karena si anak sedang urgent, sementara yang dipunya adalah udang, maka derajat udang tentu saja bisa dikatakan setara dengan lembaran kertas bertuliskan angka. Inilah kemanusiaan.Â
Profesionalitas
Tentu kurang tepat jika mengandalkan hadiah dari walimurid setiap akhir tahun ajaran. Namun jika hadiah itu diberikan dengan rasa terima kasih yang tulus, maka menolaknya juga tidak bijak. Asal tidak ada aturan yang dilanggar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H