Pendiri Space X itu memiliki kacamata yang canggih sehingga ia bisa melihat visi yang cerdas dari kemajuan-kemajuan yang kini bermunculan. Sebuah hal yang jauh berbeda dari yang pernah terjadi sebelum-sebelumnya.
Mungkin aku marah dan gusar mengetahui lapangan bola yang berpasir lembut kini sudah dijejali rumah-rumah tidak beraturan. Aku ingin keadaan tetap seperti yang dulu. Tetapi aku lupa, sebelum itu menjadi lapangan, mungkin pak tani juga marah sawah-sawahnya terpaksa dikeringkan dan dijadikan lahan pemukiman baru.Â
Apa yang pernah kita alami dan amini sebagai sebuah keadaan yang stabil dan konstan juga merupakan hasil perubahan bentuk dari hal yang sebelumnya. Indonesia adalah hasil transformasi Hindia Belanda yang merdeka. Dan Hindia adalah kelanjutan dari Majapahit, Sriwijaya, Pajajaran, ataupun Mataram Kuno.Â
Pemujaan yang berlebihan pada masa lalu hanya akan membuat kita susah maju. Setiap masa punya tantangan dan peluangnya masing-masing. Semua itu adalah keniscayaan: perubahan, yang baru mengganti yang lama, yang muncul kemudian akan menggusur yang sudah ada sebelumnya.Â
Sekarang tinggal bagaimana perspektif kita dalam memandang dunia, apakah masih melihat zaman 2020 yang diwarnai Grace Natalie, Elon Musk dan Jerome Polin dengan kacamata era perang dingin di mana dunia barat masih ketakutan pada Kruschev dan komunisme, atau Blok Timur yang selalu curiga kepada Coca-Cola dan NATO.Â
Akhirnya aku berkenalan dengan para warga baru. Mereka yang kini tinggal di tanah tempatku bermain bola dulu. Aku tak perlu sok sibuk bercerita bahwa di sana aku pernah mencetak gol dari jarak setengah lapangan lalu mendapat sorak sorai anak-anak SD. Tidak perlu. Tidak semua yang hebat dari masa lalu perlu digembar-gemborkan di masa kini. Terlebih jika itu hanya hebat menurut ukuran satu dua orang saja.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H