Kalau ditanya saat ini apa yang lagi populer di kalangan remaja, pasti sepakat jawabannya Dilan. Ya, beberapa terakhir ini pun fenomena Dilan ikut masuk melalui grup Whatsapp yang saya huni. Berbagai kreatifitas orang-orang yang ikut-ikutan demam Dilan pun semakin beragam. Mulai dari membuat meme, kata-kata plesetan dan lain sebagainya.
Saya mungkin bisa dibilang orang yang kurang update terhadap film terbaru, baik itu film dalam negeri maupun luar negeri. Karena kebetulan sejak kecil saya kurang tertarik dengan yang namanya nonton film.
Perihal film Dilan ini saya pun, tahunya justru dari broadcast yang berseliweran di whatsapp. Beberapa diantaranya, broadcast yang menggantikan kata-kata atau ungkapan di film Dilan dengan kata-kata dan kalimat yang lebih agamis. Beberapa di antaranya yaitu;
"Jangan rindu, ini berat. Kau tak akan kuat, biar aku saja". Kata-kata itu pun diplesetkan menjadi beberapa kata-kata nasehat. Beberapa diantaranya; "Bilang sama Dilan, yang berat itu bukan rindu, tapi bangun di sepertiga malam untuk memohon ampunan", bilang sama Dilan, yang berat itu bukan rindu, tapi dosa yang sengaja di abaikan". Dan masih banyak lagi kata-kata atau kalimat di film Dilan yang di plesetkan sesuka hati.
Jadi Penasaran
Dari broadcast-broadcast yang ada itulah justru membuat saya penasaran dengan sosok Dilan dan filmnya yang ramai di plesetkan dan dibuat meme tersebut. Sampai istri saya pun bertanya, "Ini orang-orang pada ngomong-ngomong Dilan, kayak gimana sih filmnya. Nonton yuk bi!"
Lalu apa intinya?
Bagi Umat Muslim, ini ibarat dua mata pedang yang kedua ujungnya tajam. Film Dilan ternyata tak lebih dari sebuah drama percintaan 2 remaja putih abu-abu. Efeknya lebih kurang, ketika di tonton tentu akan menimbulkan sugesti. Bagi remaja laki-laki tentu mendambakan sosok Milea yang diperankan oleh Vanesha Prescilla, begitu pun sebaliknya, remaja perempuan pun disadari atau tidak mendambakan sosok Dilan yang pintar, baik hati dan romantic yang sosoknya diperankan oleh Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan eks. CJR.
Kita menyadari bahwa pengaruh film itu sangatlah kuat bagi penontonya, apalagi untuk usia remaja, karena sasaran film Dilan ini menurut saya adalah anak-anak remaja tanggung usia Sekolah Menengah.
Masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah baik untuk dirinya maupun untuk lingkungan sekitarnya. Disinilah remaja-remaja tanggung tersebut memerlukan figure atau sosok yang didambakan menjadi panutannya.
Dalam film Dilan, saya membayangkan pengaruhnya untuk para remaja tanggung tersebut. Ah sudahlah, akui saja kita sebagai umat Muslim tentu tidak menginginkan fenomena pacaran menular kepada generasi kita.
Bayangkan, kalau setiap remaja yang selesai menonton film tersebut menjadi kesengsem dengan cerita cinta Dilan dan Milea, lalu berkhayal mempunyai pacar seperti dua sejoli dalam film tersebut.
Tentu sebagian akan memprotes tulisan ini dengan dalih. Justru kan bagus kata-katanya kita ganti dengan kata-kata yang lebih baik sebagai sarana dakwah atau sebagai penyeimbang dari sesuatu yang kurang baik. Ya, disatu sisi mungkin benar. Tapi, efek yang tidak bisa kita hindari, salah satunya film Dilan semakin populer dan membuat penasaran.
Disadari atau tidak, saat ini fenomena Dilan ikut menjangkiti kita. Seperti tadi saya bilang, fenomena ini ibarat dua mata pedang yang sama tajam. Disatu sisi kita tidak ingin generasi kita terjangkit dengan yang namanya 'virus' pacaran dan cinta-cintaan yang belum halal. Tapi di sisi lain, dengan kita ikut menyebarkan meme ataupun kalimat dalam film tersebut menjadi lebih Islami, justru membuat film Dilan semaki populer, dan orang semakin penasaran dengan film tersebut. Jujur, saya pun jadi penasaran. Seperti yang pernah saya dengar dari ilmu pemasaran; Marketing atau promosi yang diulang-ulang akan menimbulkan ketertarikan.
Dijaman yang serba abu-abu ini saya hanya menyarankan, agar kita lebih bijak lagi dalam menerima informasi melalui broadcast-broadcast yang lalu lalang di handphone kita. Pilihan ada di tangan kita. Ikut share atau tahan cukup sampai pada kita broadcast tersebut. Apapun itu pastinya memiliki konsekuensi masing-masing. Tentunya, sebagai muslim kita diharapkan mengambil pilihan yang mudaratnya lebih kecil, dibandingkan kita sekedar ikut-ikutan tanpa tahu konsekuensi apa yang akan kita terima nantinya. Wallahua'alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H