Mohon tunggu...
Adi Fikri Humaidi
Adi Fikri Humaidi Mohon Tunggu... News Photographer -

Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak percaya itu. -Ali bin Abi Thalib-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru, Penentu Peradaban Sebuah Bangsa

29 Januari 2018   15:02 Diperbarui: 29 Januari 2018   15:04 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah dunia mencatat, ketika pertama kali Jepang menghadapi kekalahan di perang dunia ke II karena 2 kota sentral di Negara tersebut (Hiroshima dan Nagasaki) hancur karena di bom atom oleh pasukan sekutu pada waktu itu. Sang kaisar Jepang, Hirohito dengan penuh kekhawatiran langsung bertanya kepada pusat informasi, berapa jumlah guru yang masih hidup? Luar biasa!

Begitu pahamnya sang pemimpin akan fungsi guru. Dia tidak putus asa karena negeri yang dipimpinnya hancur lebur. Dia tidak khawatir Jepang akan hancur, selama guru masih banyak yang hidup. Memang tidaklah aneh, hanya dalam waktu yang singkat, Jepang sudah kembali seperti semula sebagai negara maju, salah satunya berkat memaksimalkan fungsi guru/pendidikan.

Kita semua sepakat, bahwa maju mundurnya sebuah Negara atau peradaban ditentukan oleh sejauh mana kualitas pendidikan di Negara tersebut, dan kualitas pendidikan tergantung dari seberapa besar pengaruh seorang guru dalam memberikan pendidikan, baik itu dari segi keilmuan maupun teladan kepada siswa-siswanya. Karena disadari atau tidak, tanpa harus memberikan contoh secara langsung kepada siswa, setiap gerak-gerik, tingkah, dan ucapan seorang guru merupakan objek yang akan selalu diperhatikan oleh siswa-siswanya.

Seorang Bapak Pendidikan dari Vietnam Ho Chi Min mengatakan, "No teacher No education. No education, no economic and social development". Begitu tingginya arti seorang guru bagi pembelajaran sebuah bangsa atau negara. Tanpanya bangsa dan negara ini tidak akan maju dan makmur. Tanpanya tunas-tunas penerus bangsa tak akan terdidik atau bangkit untuk membangun bangsa dan negaranya.

Saat ini, negara Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang memiliki adab ketimuran semakin hari semakin memudar, kita bisa melihat di media-media baik cetak maupun eletronik, setiap hari bangsa kita disuguhi oleh tayangan dan adegan yang jauh dari unsur pendidikan yang baik bagi pertumbuhan generasi penerus bangsa ini. 

Pertanyaannya, sejauh mana peran guru sebagai pendidik bangsa membendung arus negatif yang secara perlahan mengancurkan bangsa dan Negara ini? Jangan sampai ketika generasi penerus bangsa ini kehilangan panutan dalam menentukan sikap, para guru atau tenaga pendidik di Negara ini malah terseret arus negative tersebut, artinya turut memberikan contoh yang tidak baik kepada siswa-siswanya.

Setidaknya ada beberapa sikap yang harus dimiliki oleh seorang guru atau tenaga pendidik dalam rangka memberikan teladan yang baik bagi siswa-siswanya. diantaranya;

Ikhlas, Keikhlasan merupakan ujung tombak dari sebuah amalan. Jika seseorang ikhlas, maka amalannya akan diterima, sebaliknya jika tujuannya bukan karena Allah maka amalannya sia-sia.

Fudhail bin Iyadh Rahimahullah berkata; "Meninggalkan suatu amalan karena manusia adalah riya', beramal karena manusia adalah syirik. Sedangkan ikhlas adalah mengerjakan dan meninggalkan suatu amalan karena Allah semata,".

Jujur dan Amanah, Kejujuran merupakan mahkota bagi guru. Jika tidak ada kejujuran, maka tidak akan percaya semua manusia terhadap ilmunya. Wajar bila seorang murid akan menerima apa saja yang diajarkan oleh gurunya, sehingga apabila seorang murid mengetahui akan kebohongan gurunya, maka kepercayaan murid akan berbalik arah (tidak percaya lagi), atau bahkan kebohongan itu dapat menjatuhkan prestise seorang guru di mata anak dididiknya.

Rasulullah SAW. mengisyaratkan; "Kejujuran mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan kepada surga. Seorang yang baik akan berlaku jujur dan memilih kejujuran, sehingga Allah menuliskan ia menjadi orang-orang yang jujur. Kebohongan mengantarkan kepada kedurhakaan, dan kedurhakaan mengantarkan kepada neraka. Seorang yang durhaka, akan berbuat bohong dan memilih untuk berbohong, sehingga Allah mengecap dia sebagai pembohong." (Muttafaqun 'Alaih).

Kesamaan antara ucapan dan tindakan, Rasulullah senantiasa menyuruh para shahabatnya berbuat kebaikan, beliau orang yang pertama melakukan hal itu. Rasul juga melarang berbuat kejahatan, dan beliau pula orang yang pertama menjauhi larangan itu. Allah berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (Q.S. As-Shaf/61: 2-3).

Adil dan Egaliter, Guru harus bersikap adil dan arif di depan anak muridnya, baik dalam membagikan tugas atau  kewajiban lainnya. Guru tidak boleh mengistimewakan seseorang dari yang lainnya, hanya karena hubungan kerabat. Jika itu terjadi berarti ia menzhalimi murid-muridnya yang lain.

Sikap seperti ini pernah dilakukan Rasulullah ketika Usamah bin Zaid berusaha meminta keringanan untuk Al-Makhzumiyah ketika ia melakukan pencurian. Maka Rasulullah bersabda, "Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya." Betapa konsisten Nabi dengan prinsip keadilan sekalipun mengenai diri sendiri, keluarga, dan orang-orang yang paling beliau cintai. (Nawwal Ath-Thuwairaqi dalam Sekolah Unggulan Berbasis Sirah Nabawiyah).

Berakhlak Mulia, Tidak diragukan lagi bahwa sikap dan tutur kata yang baik dapat berpengaruh pada jiwa, melunakkan hati serta menghilangkan kedengkian dalam dada. Begitu pula sikap yang ditampakkan oleh guru, bisa positif dan negatif. Positif karena memang sikap dan wajah cerianya dapat menyenangkan hati, dan negatif karena sikap dan wajah masamnya tidak menyenangkan.

Rasulullah adalah sebaik-baik manusia, baik fisik maupun jiwanya. Bahkan beliau adalah sebagus-bagusnya orang yang berbudi pekerti. "Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung" (Q.S. Al-Qolam/68:4).  Beliau bukanlah orang yang bersikap dan bertutur kata yang keras dan kasar, melainkan orang yang lemah lembut, toleran dan penyayang terhadap umatnya.

Maka sepantasnya, seorang guru mengikuti keteladanan guru terbaik Rasulullah Saw. dalam berperilaku serta berakhlak mulia, dimana berakhlak mulia itu merupakan media yang sangat berguna untuk memberikan suatu pelajaran terhadap anak murid. Sebab pada umumnya seorang murid berperilaku seperti perilaku gurunya.

Sabar dan Mengekang Hawa Nafsu, Rasulullah merupakan pendidik yang sangat penyabar dan lembut kepada para shahabatnya, bahkan kepada para musuhnya. Beliau tidak pernah marah, kecuali jika terjadi pengabaian dan pelecehan dalam hukum-hukum Allah atau tindakan buruk terhadap Islam.

Seorang guru pasti bergaul dengan anak muridnya yang memiliki watak dan pemikiran berbeda. Karena itulah seorang guru dituntut untuk bersabar dan bertanggung jawab. Tidak adanya kesabaran bagi guru akan berdampak negatif pada psikologinya. Perlu diketahui, bahwa kesanggupan bersabar dan menahan amarah merupakan tanda kekuatan seorang guru. Allah berfirman: "...dan orang-orang yang menahan amarahnya serta mema'afkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (Q.S. Al-Imran/3:134). Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.: "Kekuatan bukanlah ketika ia mampu mengusai manusia, akan tetapi kekuatan adalah ketika ia mampu menguasai dirinya ketika marah." (Muttafaqun Alaih)

Baik Dalam Tutur Kata, Perkataan yang tidak baik, kotor, penuh cacian serta memperolok-olok orang lain merupakan tindakan yang tidak disukai, terlebih-lebih bagi seorang guru. Selain watak tersebut memalukan, juga berdampak buruk bagi orang lain, terutama muridnya. Diantara perkataan-perkataan yang harus dihindari adalah:

a. Memperolok-olok orang lain

Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka Itulah orang-orang yang zhalim." (Q.S. Al-Hujurat/49: 11)

Demikian pula penghinaan terhadap murid, itu tidak akan terjadi kecuali bagi pendidik yang dirinya dipenuhi oleh perilaku yang buruk dan tercela, tidak mempunyai budi pekerti dan etika. Rasulullah bersabda: "Seorang akan dianggap buruk, ketika ia menghina saudaranya."

b. Umpatan dan Cacian

Dari Ibnu Mas'ud ra., Rasulullah Saw. bersabda: "Mencaci maki orang muslim adalah fasik dan membunuhnya adalah kafir." (HR. Bukhari).

c. Perkataan keji dan kotor

Dari Ibnu Mas'ud ra., Nabi bersabda: "Tidaklah seorang mukmin itu berlaku zhalim, mencaci, berkata kotor dan tidak pula berkata keji". (HR. Bukhari).

Menciptakan Suasana Keakraban, Demi terciptanya suasana keakraban dalam belajar, seorang guru harus mampu mencairkan suasana tersebut sehingga dapat mengusir kejenuhan. Hal tersebut pernah dilakukan Rasulullah dengan para shahabatnya. Abu Hurairah ra. berkata: "mereka para shahabat mengatakan: "Wahai Rasulullah! Hendaknya engkau mencandai kita?" Beliau menjawab: "baik, namun tidaklah aku bercanda melainkan berkata benar."

Artinya adalah, rasulullah saw. menyempatkan diri berguyon dengan para shahabat namun tidak berlebihan dalam rangka sekedar menghilangkan kepenatan dan kejenuhan.

Imam Nawawi berkata; "Ketahuilah bahwa humor yang dilarang yaitu humor yang keterlaluan dan sering dilakukan, karena hal itu dapat mengeraskan hati, lupa mengingat Allah dan hal-hal keagamaan yang penting, banyak menyia-nyiakan waktu, melahirkan dendam serta dapat menjatuhkan kewibawaan. Sedangkan humor yang biasa saja, hal itu boleh saja, karena Rasulullah juga pernah melakukan hal itu demi untuk kebaikan agar terkesan familiar. Hal itu merupakan sunnah nabi dan merupakan suatu yang sangat dibutuhkan oleh guru ketika memberikan materi kepada anak muridnya." (Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi).

Sifat dan sikap seperti itulah yang memang sudah seharusnya dimiliki oleh para guru, setidaknya setiap guru selalu berusaha maksimal untuk menjadi teladan yang baik bagi murid-muridnya. Karena tidak ada contoh yang paling cepat ditiru selain sikap dan tingkah laku seorang guru yang disaksikan oleh para muridnya. Dan kita berharap kelak Negara yang yang kita cintai ini akan menemukan jati diri sebenanrnya sebagai bangsa yang beradab dan memiliki adat ketimuran melalui guru dan tenaga pendidik yang berkualitas. Wallahu'alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun