Mohon tunggu...
Adi Fikri Humaidi
Adi Fikri Humaidi Mohon Tunggu... News Photographer -

Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak percaya itu. -Ali bin Abi Thalib-

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengurangi Penderitaan Buruh dengan Program Wirausaha

18 Januari 2014   23:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:42 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tanggal 1 Mei merupakan hari yang bersejarah buat para buruh di seluruh Negara. Penetapan tanggal 1 Mei ini erat kaitannya dengan perjuangan kaum buruh pada tanggal 1 Mei 1886, dimana sekitar 350.000 orang buruh melakukan mogok massal di beberapa tempat di AS. Mereka diorganisir oleh Federasi Buruh Amerika. Kaum pekerja ini menuntut perbaikan kesejahteraan dan jam kerja 8 jam sehari. Pada saat itu, kesejahteraan buruh sangat memprihatinkan. Mereka dipaksa bekerja hingga 15 jam sehari.

Hingga akhirnya aksi para buruh tersebut mendapat tanggapan keras dari pemerintah setempat pada waktu itu dengan memerintahkan sejumlah aparat keamanan untuk meredam aksi demonstrasi. Sialnya, aparat yang diperintahkan meredam aksi buruh tersebut malah menembaki para demonstran dengan membabi buta. 4 orang dilaporkan tewas dan puluhan luka-luka sehingga menimbulkan kemarahan dari para demonstran sehingga muncul aksi balasan pada keesokan harinya.

Puncaknya terjadi tanggal 4 Mei, aksi buruh dipusatkan di lapangan Haymart. Aksi yang diikuti puluhan ribu buruh ini awalnya berjalan damai. Namun tiba-tiba sebuah bom meledak di dekat barisan polisi. Seorang polisi tewas dan belasan terluka. Polisi membalas dengan menembaki para buruh yang masih bertahan. Banyak yang terluka dan tewas.

“Semua gerakan politik, sosial, intelektual dan etis dalam sejarah dideterminasi (ditentukan) oleh cara-cara dengan apa masyarakat mengorganisasi lembaga-lembaga sosial mereka dalam hal melaksanakan aktivitas-aktivitas produksi, pertukaran, distribusi dan konsumsi barang-barang…” Karl Marx

Disadari atau tidak pemikiran-pemikiran Karl Marx sebagai bapak sosialis masih terus mempengaruhi seluruh penjuru dunia. Tanpa seorang Karl Marx tidak mungkin ada serangkaian revolusi yang akhirnya menyebabkan perpecahan antar utara dan selatan, tidak mungkin ada revolusi Lenin di Uni Soviet pada tahun 1917 yang menggulingkan sang Tsar yang agung, dan mungkin tidak akan ada tragedi lapangan Haymart tersebut.

Di Indonesia sendiri setiap tahunnya dilakukan berbagai macam cara untuk merayakan Hari Buruh Intenasional (May Day), yang sering kita saksikan adalah dimana ratusan hingga ribuan buruh turun ke jalan menyuarakan aspirasinya menuntut segala perbaikan di segala sektor. Tapi pertanyaannya, sampai kapan semua tuntutan para buruh tersebut bisa terpenuhi, hingga tak ada lagi tuntutan-tuntutan yang tak jarang berujung bentrok dengan aparat keamanan akan berakhir?

Letak permasalahan para buruh sebenarnya tak lepas dari merasa kurangnya standar Upah Minimum Rata-rata (UMR) yang mereka terima, Sementara dilain pihak, pemerintah selalu menggembar-gemborkan keberhasilan pencapaian pemerintah dalam menaikan kesejahteraan ekonomi masayarakat. Tapi fakta dilapangan memaksa kita untuk bersebrangan dengan klaim pemerintah tersebut.

Disisi lain kita dibuat gerah dengan ulah para wakil rakyat yang duduk di gedung DPR sana. Kita dibuat berdecak heran dengan pengeluaran-pengeluaran yang dibiayai oleh uang negara atas nama kepentingan rakyat, bayangkan saja, untuk sekedar tempat duduk saja mesti beli kursi yang harganya 24 juta rupiah per unit. Kursi ini hampir 16 kali upah minimum buruh dalam sebulan.

Program Wirausaha

Tentunya disamping berpikir untuk merevisi undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, karena selalu dinilai merugikan para buruh dan menguntungkan perusahaan, sudah saatnya pemerintah memikirkan bagaimana memberikan solusi terhadap para buruh agar mereka bisa mengoptimalkan penghasilan yang mereka terima setiap bulannya dengan cara investasi untuk berwirausaha.

Bukan tanpa alasan penulis berpikir, sudah saatnya para buruh pandai mengelola keuangan dengan cara investasi sejak dini melalui wirausaha. Karena hal tersebut sesuai dengan program pemerintah yang akan mengurangi jumlah pengangguran dengan cara wirausaha. Kita bisa rasakan sendiri bahwa keinginan masyarakat Indonesia untuk berwirausaha saat ini masih rendah, data BPS mengatakan dari jumlah usaha kerja 169,33 juta jiwa, Indonesia hanya memiliki 564.240 unit wirausaha atau hanya 0,24% dari total jumlah penduduk Indonesia yang saat ini mencapai 238 juta jiwa.

Sekurang-kurangnya sebanyak 2% dari jumlah penduduk adalah orang-orang yang bergerak disektor usaha. Negara kita saat ini masih membutuhkan sedikitnya 4,07 juta wirausaha untuk mendukung optimalnya pertumbuhan ekonomi di tanah air. Bandingkan dengan AS jumlah wirausahanya mencapai 12% dari seluruh jumlah penduduk, singapura 7%, China dan Jepang 10%, India 7%, Malaysia 3%.

Pentingnya mencetak wirausahwan-wirausahawan baru melihat dari kenyataan bahwa negara-negara bekembang seperti Indonesia menghadapi persoalan-persoalan seperti, kemiskinan, keterbelakangan, ketenagakerjaan/pengangguran, pertumbuhan ekonomi rendah. Tentunya kita semua berharap Indonesia bisa segera keluar dari persoalan-persoalan tersebut. Penulis berpendapat bahwa program wirausaha sebagai suatu alternatif, karena wirausaha dinilai dapat mendorong terciptanya lapangan kerja baru, peningkatan pendapatan masyarakat, pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan sektor-sektor ekonomi tertentu. Atau dengan kata lain sikap mental wirausaha merupakan motor penggerak dalam pembangunan negara dalam hal memajukan ekonomi bangsa dan negara, meningkatkan taraf hidup masyarakat, ikut mengurangi pengangguran, dan membantu mengentaskan kemiskinan.

Disamping itu, suatu kenyataan pula bahwa sampai saat ini sebagian besar penduduk di Indonesia masih terpaku pada kebiasaan untuk mencari kerja (menjadi pekerja/buruh) bukan menciptakan kerja. Tentu saja persoalan ini akan selalu menjadi masalah bagi negara. Karena lapangan kerja selalu tidak sesuai dengan jumlah pencari kerja.

Penulis yakin, apabila program wirausaha tersebut dengan gencar digalakan oleh pemerintah, maka sedikit demi sedikit mental bangsa Indonesia yang selalu tergantung pada sektor Industri akan bisa dikurangi. Karena masyarakat akan lebih memikirkan bagaimana cara menciptakan lapangan pekerjaan ketimbang mencari pekerjaan. Tentunya dalam hal ini tanpa mengurangi peran sektor industri dalam membangun ekonomi bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun