Kebersamaan SBY dan Prabowo secara lebih spesifik adalah menjajaki kesepakatan penyerangan dari dua blok yang berbeda dan keduanya cukup berseberangan  untuk berada dalam satu atap opposisi.
Sebagai orang yang dikenal penuh perhitungan, SBY seharusnya tahu bahwa ia sedang diajak atau lebih tepatnya dimanfaatkan untuk menyerang Jokowi.
Dan sebagai orang yang juga dikenal cerdas, SBY yang pernah berkuasa sepuluh tahun juga pasti tahu bahwa Perppu adalah sebuah  produk undang-undang. Dimana dalam mengeluarkan Perppu pasti ada mekanismenya lanjutannya di DPR sebagaimana diutarakan presiden.
Jadi, tudingan SBY soal kekuasaan absolut dan abuse of power menurut saya sangat konyol. Meski Jokowi menyebutnya sebagai berlebihan.
====
Kesopanan atau  keberanian yang kurang dari SBY dalam melancarkan "tembakan"  boleh juga dianggap sebagai kecerdasan bahwa ia  sedang dimanfaatkan. Namun, secara positif kita boleh berucap selamat pada beliau.
Selamat, sebab SBY akhirnya bertemu lagi dengan Prabowo. Dan selamat juga, Â ternyata bukan lagi seorang peragu.
Ya... SBY tidak ragu melontarkan curhatan yang "konyol".
Sementara  bagi Jokowi, penerbitan  Perppu No 2 tahun 2017 sebagai perubahan atas UU No 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas), bisa jadi sebagai "tameng" baru.
Dengan Perppu Ormas itu, tudingan bahwa Jokowi seorang PKI tidak lagi ampuh diputar ulang. Logikanya,  jika Jokowi kembali dituding sebagai PKI, mana mungkin presiden itu menerbitkan Perppu yang mencegah  ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Sebab PKI, seperti halnya  ormas Hizbut Tharir Indonesia ( HTI ), pasti juga akan menentang keberadaan Perppu itu. Sebagaimana mereka menafikan Pancasila dan UUD 1945.