Mohon tunggu...
Adie Sachs
Adie Sachs Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Itu

Happy and Succesfull... #Alert #Reveal

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Tes Perawan TNI, Bukaan Untuk Jenderal

17 Mei 2015   01:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:54 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) dan Kepolisian Republik Indonesia ( Polri ) tidak boleh mundur, meski seluruh dunia mencemooh dan berusaha menentang mereka.

Tes keperawanan yang dilakukan bagi perempuan yang hendak menjadi prajurit TNI dan petugas Polri mencuat dan menuai kontroversi. Padahal, tes tersebut sudah menjadi prosedur yang dilaksanakan sejak lama. Sehingga baik TNI maupun Polri tidak perlu menanggapi suara tidak setuju diluaran demi menurunkan standar perekrutan calon srikandi mereka.

Sebelum membahas lebih jauh terkait alasan yang pastinya bisa diperdebatkan sampai dua kutub Utara dan Selatan. Ada baiknya kita mengenal "inti" penerapan prinsip prajurit Sapta Marga dalam tiga kata: DISIPLIN, MAWAS DIRI, WASPADA.

Tiga kata di atas berhadiah dua hal, Kebanggaan (Pride) atau Penyesalan.

"Tidak ada penyesalan datang dari awal", itu semua kita sudah tahu. "Tidak ada yang tidak mungkin", itu juga kita sering dengar. Tetapi, bagaimana kita mendapat kebanggaan ketika kita dihantui penyesalan?

Seorang wanita yang kehilangan keperawanannnya, itu bisa dianggap tidak disiplin, tidak mawas diri. Ia tidak bisa menghargai dirinya sendiri. Ia mungkin bukan murahan, tetapi ia juga mudah ditaklukkan.

Bagaimana pula kebanggaan di dapat tanpa disiplin dan tidak mawas diri? Lalu bagaimana ia bisa menghargai sebuah pengabdian jika ia tidak menghargai tubuhnya sendiri?.

Itu adalah garis besar pemikiran dari internal TNI/Polri.

=====

Tidak Penting,

Beberapa pihak menilai tes keperawanan ini sebagai tidak penting. Mereka lupa bahwa dalam dunia keprajuritan, ada hal - hal yang tidak sekedar penting, tetapi luar biasa penting, moralitas.

Seseorang yang tidak bisa menjaga keperawanannya harus diakui bahwa ia mudah takluk atas nama cinta, nafsu sesaat atau intimidasi. Itu berarti ia tumbuh tanpa bekal mawas diri. Calon Prajurit yang mudah di intimidasi cenderung sulit "dibentuk" menjadi tangguh.

Budaya

Sementara pendapat tes itu dapat merusak budaya Indonesia yang dikental dengan adat ketimuran juga terlalu mengada-ada. Sebab tes dilakukan profesional dari Rumah Sakit Bhayangkara dan tidak dipertontonkan di hadapan khalayak ramai sebagaimana dilakukan terhadap Joan Of Arc' dahulu kala.

Bahkan, adat ketimuran yang menghendaki wanita menjaga auratnya juga dapat dikatakan sejalan dengan tes ini. Dimana TNI dan Polri ingin merekrut wanita wanita tangguh dan berprinsip untuk mempertahankan kebudayaan bangsanya, melalui dirinya sebagai prajurit.

Trauma,

Jika tes keperawanan yang dimaksud ternyata membawa dampak psikologis yang buruk hingga trauma, ini memang perlu diteliti lebih lanjut. Apakah trauma dimaksud karena yang melakukan tes bukan dokter wanita? Atau karena kekhawatiran berlebihan dari si calon prajurit yang tidak tahu apa itu keperawanan? Atau karena memang ia tidak yakin bajwa ia masih perawan?.

Banyak alasan seseorang keperawanannya, tetapi bahaya sebenarnya adalah disiplin prajurit. Seorang yang tidak peduli organ intimnya sebagai sebuah harga diri, dikhawatirkan merusak tatanan dan budaya para prajurit. Contohnya:

Bagaimana si wanita menawarkan dirinya agar lolos dari hukuman indisipliner dari komandannya? Atau agar mendapat keistimewaan lain tanpa repot merayap dibawah kawat berduri? Supaya tidak perlu mandi di kolam penuh lintah? Dan lain sebagainya.

Tes keperawanan dilakukan berdasarkan Peraturan Kepala Polri Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Penerimaan Calon Anggota Polri. Pasal 36 menyebutkan calon anggota perwira perempuan harus menjalani pemeriksaan “obstetrics dan gynaecology” (rahim dan genitalia).

Mengukur moral seorang perempuan dari keperawanannya memang bukan sesuatu yang mutlak. Tetapi TNI dan Polri bukanlah lembaga "bengkel" moral atas masa lalu seseorang yang buruk. TNI dan Polri dapa membentuk mental dan daya juang prajuritny dari seorang yang pengecut menjadi singa lapar. Dari seorang yang mentah menjadi "matang", tetapi bukan dari kerusakan yang dihantui penyesalan.

Memiliki masa lalu yang buruk itu memang tidak salah? Tetapi TNI dan Polri bukanlah lembaga penampung untuk memperbaiki kehidupan seseorang yang tidak menghargai dirinya sendiri. Terlepas dari ada dorongan / peran orang lain ketika ia kehilangan keperawanannya diluar hukum pernikahan.

Tes Keperjakaan.

Komnas Perempuan sudah menyerukan agar Polri dan TNI menghapus praktik tes keperawanan. Kita harus menghargai upaya mereka sebagai bagian dari upaya demokrasi. Tetapi apakah upaya mereka juga tidak menyebabkan toleransi pada seks bebas tanpa penyesalan dikemudian hari?. Seks bebas bukanlah budaya ketimuran dan wanita juga selalu jadi pihak korban ketika itu terjadi.  Apakah seks bebas lebih ringan dari tes keperawanan?

Tes itu memang terkesan diskriminatif dan bias jender jika dilihat dari kacamata bahwa tidak ada tes keperjakaan pada pria. Salah besar, bagi pria juga dilakukan tes atau pemeriksaan saluran kemih dan anus. Kerusakan pada saluran kemih bisa berarti banyak hal, seperti apakah pria tersebut sudah menikah atau tidak tetapi mengaku lajang. Sementara pemeriksaan anus dilakukan demi menghindari - atau setidaknya meminimalisir - praktek homoseksual diantara sesama prajurit.

Jadi tes tersebut tidaklah dilatari prasangka berbasis gender, apalagi tidak sama sekali untuk merendahkan kaum perempuan. Sebaliknya, itu untuk kemuliaan perempuan prajurit Indonesia.

HAM

"Tes dua jari" terhadap perempuan calon tentara dan calon Polwan sebenarnya sudah jadi rahasia umum. Kasus ini meledak baru-baru ini setelah Human Rights Watch (HRW) mengeluarkan hasil wawancara mereka dengan 11 perempuan.

Sebelumnya, beberapa LSM dan komnas-komnasan berhasil memaksa pemerintah agar berkompromi pada kemalasan. Mereka berargumen, berapologi dan seterusnya demi penghapusan Ujian Nasional bagi pelajar SD sampai SMA.

Kemudian, ada juga yang sedang melakukan ini - itu agar Hukuman Mati dihapus dari sistem peradilan negeri ini. Juga dengan alasan ini-itu meski kejahatan yang diganjar vonis mati adalah kejahatan luar biasa.

Sekarang kita akan melihat TNI - Polri berupaya mereka ubah sebagai lembaga penuh toleransi pada disiplin, mawas diri dan waspada-nya. Baiklah, soal jilbab kita sudah sepakat, tetapi apakah standar perlu diturunkan demi merek bernama HAM yang lain lain?

"Tidak membahayakan negara dan itu baik. Jangan mundur Jenderal..."

=Sachs™=

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun