Mohon tunggu...
Adie Sachs
Adie Sachs Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Itu

Happy and Succesfull... #Alert #Reveal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Moeldoko Menjilat, Alihkan Pelecehan Australia?

10 Januari 2014   08:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:58 1475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tunduknya Panglima TNI pada permintaan Panglima Australia yang melecehkan kedaulatan NKRI coba dijawab Jenderal TNI Moeldoko dengan menjilat atasannya. Bukan hanya dengan jawaban yang jauh dari kenyataan tetapi juga menjadi tidak masuk akal. Termasuk wacana mencari perhatian dari Presiden SBY dengan mengiming imingi gelar Panglima Besar.

Seperti diketahui, Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengusulkan adanya anugerah kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Anugerah yang dimaksud Moeldoko adalah gelar jenderal besar. SBY yang tahu diri dan sudah bergelar Ksatria dari kerajaan Inggris tentu saja menolak anugerah ini. Meskipun kelemahan SBY adalah mabuk gelar kehormatan, namun kali ini SBY sepertinya kuat iman.

Upaya Moeldoko yang seolah menjilat SBY kali ini bisa jadi adalah bagian dari pengalihan perhatian dari kritik yang ramai diperbincangkan di media, termasuk oleh penulis sendiri. Meskipun di lain hal, kita bisa juga melihat hal ini sebagai ungkapan terima kasih pada presiden yang mengangkatnya sebagai Panglima TNI. Tetapi apa yang dilakukn oleh Moeldoko selaku pimpinan tiga matra TNI menjadi terkesan berlebihan.

Jika dia merasa SBY berjasa berikan saja penghargaan lain berupa bintang jasa atau lainnya yang memungkinkan dan sesuai jika ditinjau dari segi aturan. Bagaimanapun SBY adalah seorang presiden RI yang akan tertulis dalam sejarah republik ini. Apapun yang beliau lakukan baik terhadap negara dan terutama TNI sebagai penjaga negara adalah sudah semestinya. Sehingga tidak perlu memberikan pangkat jenderal besar atau yang macam-macam, karena bagi Indonesia, hanya ada Panglima Besar Sudirman seorang saja sejatinya Jenderal Besar.

Moeldoko sebagai seorang Jenderal seyogyanya memperlihatkan diri sebagai seorang yang tidak perlu mencari perhatian lebih dari sesiapa termasuk presiden. Presiden yang memberinya kesempatan untuk memimpin TNI memang berjasa bagi seorang Moeldoko tetapi presiden tidak meminta imbalan gelar melainkan keutuhan NKRI dan menjunjung Kedaulatan RI.

Apa kata negara tetangga jika kita punya presiden yang diam termangu saat mereka menembaki para TKI? Dimana presiden ketika ada TKW yang terancam hukuman mati sementara mereka sudah dianiaya, disetrika, disiksa dan diperjual belikan tubuhnya? Apa kata dunia ketika presiden hanya diam melihat ikan di laut dijaring nelayan asing semaunya? Itukah jenderal besar ala Moeldoko meskipun hanya karena alutsista TNI meningkat?

Dalam kesempatan berikutnya setelah Rapim TNI POLRI di STIK-PTIK Jakarta, Kamis (9/1), Jend. Moeldoko juga berusaha menjelaskan perihal percakapannya dengan Panglima Angkatan Bersenjata Australia, Jenderal David Hurley, yang akan mengembalikan manusia perahu meskipun menaiki kapal Indonesia. Namun Moeldoko hanya menekankan langkah TNI selalu beriringan dengan kebijakan politik negara dan tidak berseberangan apalagi tidak kompak.

Moeldoko tidak mengklarifikasi tudingan betapa lemahnya dia dihadapan Australia terutama ketika dia tidak melakukan protes keras atas pelanggaran kedaulatan di laut Rote. The Royal Australian Navy yang menggiring para manusia perahu hingga k Pulau Rote, NTT adalah bentuk pelanggaran batas negara oleh tentara asing.

Apa yang dilakun oleh David Hurley adalah untuk kepentingan nasional Australia, lalu apa yang dilakukan oleh Moeldoko untuk kepentingan Indonesia? Sementara dia sudah tahu bahwa akan ada potensi pelanggaran kedaulatan?


SBY boleh jadi teramat marah pada jenderal pilihannya itu, yang malah membuatnya nanar dengan gelar gelar yang memberatkannya.


#Diluar semua hal diatas..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun