Mohon tunggu...
Adie Sachs
Adie Sachs Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Itu

Happy and Succesfull... #Alert #Reveal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senyum Sesosok Bersayap

28 April 2013   04:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:30 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sesosok bersayap terlihat sibuk kian kemari mengurai awan hitam di kaki langit timur. Dengan lincah sosok itu menyibak gumpalan mega, ibarat dewi Aurora mempersiapkan jalan bagi putranya Apollo yang akan menyeberangi hari sejak pagi melepas embun hingga semak duri menutup daunnya di petang hari. Senandung riang suara surgawi terdengar kala ia mengejar, membelai dan meniup awan yang enggan terurai.

Dari balik kegelapan ia dikejutkan kemunculan sosok lain yang timbul tanpa salam. Sosok lain itu lebih gelap daripada tujuh lapis awan hitam yang tersibak dan lebih besar dari tumpukan gunung.

“Jangan berdiri disitu, kau menghalangi fajar yang segera hadir…” seru sosok bersayap.

“Aku tidak lama, begitu menangkapmu aku akan menjauh dan langitpun pasti terang.” sahut sosok hitam.

“Aku diperintahkan untuk mengurai awan awan ini sebab bukan saatnya hujan bagi bumi, aku tidak diperintahkan untuk ditangkap olehmu.”

“Aku tidak perlu ijinNya untuk hal itu,” sosok gelap itu seketika menjerat kaki sosok bersayap yang tidak waspada.

Tanpa mampu meronta, sosok bersayap menemukan dirinya terikat di ruang gelap yang muram. Hanya ada dian kecil menyedihkan yang berjuang menerangi dinding ruangan berlumut itu. Ia tidak berdaya sebab kaki dan sayap dan tangannya terikat sempurna.

“Kenapa kau menawanku? Tugasku belum selesai mengurai awan awan itu?” Tanyanya sedih.

“Aku sudah membereskannya untukmu, sekarang aku ingin kau membayar upahku.”

“Upah? Aku bahkan tidak meminta bantuanmu,” sosok bersayap tidak mengerti. “Lagipula aku tidak punya apa-apa!”

“Punya, kau punya asalkan kau bersedia,”

“Akan tetapi apa yang kau inginkan?” sosok sersayap mencoba menggerakkan sayapnya tak berdaya.

“Aku ingin kau menjadi malaikat bagi kerajaanku, mengabdi padaku dan kita akan miliki bumi dan semesta ini dengan seluruh isinya. Aku punya kekuatan, punya segala yang dibutuhkan hingga manusiapun akan menyembahku. Tetapi, aku butuh kau untuk membuat mereka berpaling padaku, Bagaimana?”

“Kau bilang punya segalanya, lalu kenapa masih butuh aku?”

Duarrr….

Sang malaikat mengaduh, sosok hitam itu sudah melibaskan api dari ekornya ke kulit lembutnya. Tapi malaikat itu kemudian tersenyum.

“Kenapa kau menolakku?” Seru sosok hitam dalam kemarahannya.

“Aku tidak utuh engkau dan segala yang kau miliki,” jawabnya. Masih dengan senyum yang menawan.

Duarrrr…

Ruangan gelap itu bergetar, menyala sekejap, membantu dian kecil yang masih berusaha tanpa menerangi. Dinding yang tidak membantu memantulkan sinar dian kecil seolah beringsut ketakutan.

Duarrr… Duarrrr…Duarrr…

Malaikat itu menerima cambukan saling susul. Sayapnya yang terikat menjadi lusuh, dan wajahnya yang kesakitan terwakili oleh pandangan matanya, sebab senyum tetap tersemat di bibirnya.

Senyum malaikat itu semakinmenambah murkasosok hitam. Pecutan api dari ekornya pun semakin menyala dan kuat.Dian kecil yang lelah juga ikut tersenyum seolah ia berhasil menerangi ruangan itu pada akhirnya.

Sosok hitam mengajukan lagi tawarannya, ditolak. Lagi dan lagi… Semakin kalap sosok hitam itu semakin indah senyuman sang malaikat, semakin keras cambukan sosok hitam semakin jelas keindahan senyuman malaikat.

“Kau membuatku marah…” gerungnya kelelahan, putus asa sosok hitam merasa sia sia.

Sementara sang malaikat hanya bias tersenyum tanpa berniat meronta untuk mencoba membebaskan diri. “Aku bisa melihat itu…”

“Dan kau tahu pasti aku takkan memenuhi permintaanmu,” tambah sang malaikat. “Lepaskalah, sebab kita tahu ini sia-sia…”

“Tidak! Aku akan mengakhirimu disini sampai kau melupakan dirimu sendiri” Tolak sosok hitam.

“Baiklah, kau boleh menjeratku seperti ini, sampai hari ketika semua harus diadili, dan kau tidak akan dapat apa apa sebab aku akan tetap menolak keinginanmu,” Tegas sang malaikat.

Betapapun tersiksa dan sakit, sang malaikat tetap tersenyum dan terlihat tabah. Senyumnya adalah kekuatannya. Senyum yang menerangi lebih terang dari ekor api sosok hitam. Senyum yang meringankan beban dian kecil di ujung sana.

Senyum yang membuat sosok hitam semakin terbakar emosinya setiap ia melihat bibir sang malaikat. Tersenyum.

====

Sementara itu, Gabriel menyampaikan berita itu kepada saudaranya, Panglima Para Malaikat.

“Ikutilah cahaya itu, akan mengantarmu padanya sebab cahaya itu berasal dari senyumnya,” Petunjuk Gabriel.

Tak lama kemudian, sangkakala pun dibunyikan...

***

;

;

=SachsTM= Cipanas, Puncak Gunung Gede, 29/08’10.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun