SBY menunjukkan sifat aslinya melalui pidato tanggapannya seputar keputusan MA yang menganulir keberadaan BP Migas sore tadi (14/11'12). Maksud yang mungkin tertutup sangat rapi, terbersit dan terselip diantara usaha meyakinkan para investor yang pernah menandatangani sesuatu dengan BP Migas itu.
Terlepas dari komitmen pemerintah agar Investor tidak kabur dan mempengaruhi perekonomian Indonesia, mungkin kita perlu mengapresiasi SBY yang sudah berusaha sekuat tenaga untuk tidak menggunakan istilah SISTEMIK dalam pemaparannya.
Dalam pidato kenegaraan, ada istilah yang kita kenal sebagai "makna Ganda", atau lebih dikenal sebagai "TERSIRAT".
Kembali ke pidato,
==========
"Saudara tahu bahwa adalah UU No 22 tahun 2001, jadi pada era kepemimpinan Presiden Ibu Megawati yang memberikan amanah untuk dibentuknya BP Migas," SBY secara terang benderang dan fasih menjelaskan bahwa terbitnya UU BP Migas di masa pemerintahan Megawati.
Menjelaskan alasan UU ini untuk menghindari konflik kepentingan, menghindarkan Pertamina dari semacam monopoli/persaingan usaha karena menguasai usaha hulu hingga hilir, menetapkan aturan dan pelaku usaha juga.
"Dasar pemikiran yang kedua, lanjut SBY, kenapa dulu BP Migas bersifat independen, pada era pemerintahan Megawati itu adalah keinginan dipisahkannya antara tugas wewenang dan fungsi pemerintah sebagai regulator dan pembuat kebijakan, policy maker dan regulator"...
"Dan ketiga, dengan dibentuknya BP Migas waktu itu maka pemerintah tidak terlibat langsung dalam pembuatan kontrak kerjasama, dengan dunia usaha, private sector. Dengan demikian ada posisi yang lebih baik bagi negara, untuk pastikan kerjasama itu berjalan baik tanpa melibatkan diri secara langsung dalam pengaturan usaha hulu Migas itu,"
Kira-kira begitu kata SBY seraya mengulangi lagi UU ini dari jaman pemerintahan sebelumnya (Mega). Kalau tidak salah, SBY menyebut nama Ibu Mega hingga tiga kali seputar UU ini.
++=++
Di satu sisi, isi pidato ini dapat diartinkan sebagai pembelaan SBY atas keberadaan BP Migas warisan presiden Megawati itu, mengingat secara fair menjelaskan dasar lahirnya badan itu.
Namun, sebagai politisi penuh pencitraan, yang pernah "menenggelamkan" Megawati dengan kepura-puraannya selama dalam kabinet Mega dan masih belum akur hingga kini, SBY menunjukkan sifat aslinya.
Kita bisa melihat jelas karena secara langsung atau tidak, ia melempar tanggung jawab seolah ingin mengatakan bahwa BP Migas bukan produk pemerintahannya. Melainkan Megawati.
Keputusan MK, yang sepertinya membuat malu pemerintahan kini, adalah menganulir kebijakan lama, bukan kebijakan SBY.
Megawati adalah yang salah dalam keberadaan BP Migas ini, bukan SBY.
Kira-kira, begitulah makna ganda yang tersirat dalam pidato SBY tadi. Anda bisa melihat kembali rekamannya dan menganalisa sendiri jika sudah tersedia di situs media lokal.
SBY memang dikenal dikalangan pembantunya dan wartawan Istana yang masih netral sebagai "pemberi perintah secara tersirat tanpa harus tersurat melalui pidato atau konpers-nya"
Yang jadi dasar pertanyaan, jika ini memang produk Megawati dan atas pembubaran ini SBY cuci tangan karena tidak mau malu sendirian, lalu mengapa dia mempertahankan BP Migas hingga kemarin (saat putusan belum dibacakan MK) ???
Secara pribadi, penulis mensinyalir adanya niatan dari Presiden SBY, mengangkat 'musuh' politiknya dan 'menjatuhkannya' disaat bersamaan.
Anda punya pandangan sendiri?
Salam Sinyalir,
=SachsTM=
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H