Kita akan tetap berterima kasih kepada mereka yang memberi setitik asa ketika negeri ini di tepi jurang kehancuran. Ada empat tokoh yang secara bersamaan muncul dan "bersatu" menyelamatkan republik ini dari cengkraman penguasa orde baru. Empat tokoh yang kemudian "tidak bersatu" dan memilih jalan masing-masing dan... memiliki takdir masing masing.
Kita tidak bicara takdir, tapi kita sebagai generasi muda atau mungkin satu jaman dengan mereka masih segar dalam melihat rekam jejak keempat tokoh itu hingga kini.
Keempat tokoh reformasi itu sekarang sudah hampir terlupakan dan mungkin mulai/sudah melewati "masa petang" dalam usia dan karya untuk negeri yang tidak menghargai kebaikan ini. Mengingat kita lebih suka membesar-besarkan keburukan, tanpa melihat hasil yang baik secara objektif.
Abdurrahman Wahid / Gus Dur
Tolong koreksi saya jika menuliskan nama beliau dengan keliru, karena sebutan Gus Dur lebih terkenal daripada nama asli beliau. Ulama kharismatik dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum NU, organisasi Islam terbesar di Indonesia yang tak luput dari penyakit "Demam RI-1.", sebuah sifat manusia umumnya yang selalu ingin berkuasa dan menguasai. Berbagai cara ditempuh termasuk "menikam" Megawati dengan memanfaatkan kecerdasan Amien Rais dalam proses pemilihan Presiden RI di MPR. Tujuan dan ambisi Gus Dur untuk menjadi orang Nomor 1 di Republik berhasil.
Gus Dur yang bergelar "Presiden Wisata tanpa hasil" (kunjungannya ke luar negeri sangat intens-red) sempat terpuruk saat berkuasa dan setelahnya (juga oleh MPR-Amien Rais), namun beliau kembali mendapatkan "kehormatannya" yang sempat hilang dengan gelar "Guru Bangsa" setelah media secara sepakat lebih mengekspos prestasi Gus Dur sebelum dan saat reformasi.
Megawati SoekarnoPutri
Simbol penindasan Orde Baru ini boleh dibilang sebagai yang paling aktif hingga kini. Beliau masih "melahirkan" dan selalu menentukan pemimpin-pemimpin tingkat daerah. Bahkan beberapa diantara mereka sudah boleh disebut "berkaliber nasional" mengingat pemberitaan media yang massive, sebut saja Walikota Surabaya Tri Rismaharini, Wagub Jawa Tengah Rustriningsih, Joko Widodo atau Jokowi yang belakangan mampu "menenggelamkan" ketenaran beberapa tokoh nasional dan beberapa gubernur dari Kalimantan. Walaupun mereka belum tentu kader asli PDIP, tapi peran partai pimpinan Megawati dan faktor Megawati sendiri dapat mengangkat seseorang menjadi tokoh yang patut di perhitungkan di masa depan.
Orang banyak mungkin lebih melihat kegagalan Megawati sebagai Presiden dengan bekal APBN Rp.300 Triliyun dan negara ketika itu hampir bangkrut, tapi masih mampu membuat Amerika "tunduk" karena berdansa dengan Rusia dan China serta Korut. Bandingkan dengan APBN Rp.1800 Triliyun jaman SBY sekarang...
Tapi Megawati masih menjadi salah satu tokoh yang masih berpengaruh dan disegani saat ini. Popularitas beliau mungkin tidak bertambah tapi juga tidak jauh berkurang.
Sultan Hamengkubuwono X
Beliau juga tokoh Reformasi yang diduga memiliki ambisi kuat menduduki kraton Republik. Ambisi yang diperlihatkan dan seperti "jualan kunci" telah menyebabkan Sri Sultan menjadi permainan elit politik Partai Golkar. Seorang Sultan yang mungkin saja potensial jika menjadi Presiden tapi rakyat terkadung anti dengan Golkar dan Orde Baru menjadi hambatan bagi beliau. Jika saja beliau bukan orang Partai terutama Golkar dan setia sebagai penerus Takhta untuk Rakyat, mungkin tidak ada yang menolak dipimpin oleh Sultan.
Sekarang dengan UU keistimewaan Yogyakarta yang prosesnya melelahkan itu, Sri Sultan kembali menjadi milik seluruh rakyat Indonesia terutama Yogyakarta. Beliau diharapkan menjadi seorang Begawan bangsa dan kembali menjadi seorang "Indonesia seutuhnya" - bukan seseorang dengan orientasi atau berpihak pada partai politik tertentu.
Citra dan popularitas Sri Sultan mungkin tidak pernah tinggi tapi juga tidak pernah dianggap tercela...
Amien Rais
Tokoh yang satu ini termasuk yang paling cerdas dari ketiga tokoh diatas, MPR di bawah kepemimpinan beliau adalah yang terkahir yang berdaulat atas negara ini. Kepopuleran beliau diiringi blunder-blunder yang mengkhawatirkan, sehingga beliau termasuk tokoh yang dihindari oleh rakyat untuk posisi pengendali negara.
Amien Rais juga termasuk tokoh yang mudah setir dan dimanfaatkan oleh pihak - pihak yang ingin berpengaruh atas negeri ini tanpa disadarinya. Disaat rakyat ingin pemimpin seperti Megawati, Amien tanpa ragu bergerak mengkhianati rakyat dengan poros tengahnya, tak pelak hal ini menuai antipati dari rakyat. Amien merasa mampu memanfaatkan Gus Dur, tapi justru Gus Dur yang memanfaatkannya dalam proses pemilihan RI - 1 di MPR kala itu. Ia benci Amerika, tapi Amerika makin kuat mempengaruhi kebijakan Indonesia saat ini dengan memanfaatkan Amien Rais dan kelompok disekitarnya.
Amien rais semakin tenggelam dengan ide Federalnya, Poros tengahnya, kegagalan pen-capres-annya dan sekarang blunder pernyataanya yang sering menyengat malah berbalik menggigitnya.
Komentar soal kepopuleran Jokowi (walikota terbaik menyesatkan) saat Pilgub DKI, menjadikan berita di KOMPAS.com menjadi berita terpopuler sepanjang masa, dengan komentar yang bejibun.
Setelah kemenangan Jokowi pun, Amien masih mencoba menuai kontroversi di mata media dan para netter. Terbaru beliau juga menebar kecurigaan seputar orang -orang kuat dan kaya dibelakang Cawagub DKI "terpilih" Basuki atau Ahok.
Gus Dur mungkin sudah tiada, tapi nama beliau sudah ditulis dengan tinta emas, Megawati melalui partai dan prinsip serta Ideologi "Indonesian Dream-nya" masih terus menghasilkan generasi pemimpin di daerah - daerah. Sri Sultan sudah kembali pada singgasananya dan akan tetap sebagai seorang terhormat sebagaimana beliau adalah orang "berdarah biru". Suatu saat Sri Sultan dan penerusnya diharapkan dengan pasti kembali jika Negara ini dalama krisis. Tiga tokoh reformasi masih mampu meraih nama mereka kembali.
Sayang sekali jika Amien Rais yang paling cerdas diantara ketiganya itu , disaat senja usia dan pengaruhnya, malah sibuk membuat bibit perdebatan dan kecurigaan yang beresiko perpecahan di tengah masyarakat yang pernah dia perjuangkan.
Kenapa ia tidak mencoba mendidik dan menghasilkan calon pemimpin mendatang atau hidup tenang dengan kembali ke tempat dimana ia layak dihormati sebagai seorang yang pernah berjasa atas peran kecilnya di masa reformasi??? Ataukah apa yang beliau lakukan selama ini hanya karena ingin imbalan dan penuh pamrih? sehingga ketika imbalan itu tidak diterima sesuai harapannya membuatnya menjadi frustasi dan kecewa?
Jangan sampai beliau - Amien Rais - terjungkal dan tidak bangkit lagi... Jangan menjadi "THE FALLEN ONE"
=SachsTM=
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H