PADAHAL... diamnya Mega dan ketidakhadirannya adalah sinyal bahwa PDIP selama dibawah kepemimpinan Mega akan tetap mengambil posisi tandingan penguasa.
Diamnya Mega adalah isyarat kepada elit Partai agar tidak mudah dipecah belah pemenang dengan iming-iming jabatan dan kekuasaan.
Diamnya Mega adalah bentuk perlawanan tanpa koar-koar yang dapat menumbuhkan perlawan rakyat terhadap pemerintah yang sah.
Diamnya Mega adalah penempatan diri akan keteguhan dan komitmen serta pemenuhan keinginan para pedukungnya yang tidak sedikit.
TETAPI media yang di setir penguasa dan antek-anteknya sudah secara sepihak menempatkannya sebagai ANTAGONIS politik Negara ini dan ia menerimanya.
Tetapi yang paling terlihat adalah kenapa kampanye diam-diam dengan selalu mengekspose penjualan BUMN oleh pemerintahan Mega menjadi isu yang selalu diingatkan dalam setiap kesempatan, baik oleh pendukung karbitan SBY maupun politisi PD yang sengak nan angkuh di Senayan sana?
Padahal penjualan BUMN itu untuk mengurangi beban politik pemerintah karena AS dengan restu IMF mendesak Indonesia agar tidak mengganggu gugat perjanjian soal Freeport dan Caltex di Riau ( waktu itu ). Karena jika ada renegosiasi, maka IMF di tekan oleh AS agar tidak mencairkan bantuan Utang LN ke Indonesia.
Belum lagi persoalan genting saat itu yang mengancam kedaulatan RI, banyak yang tidak tahu bahwa Indonesia dan Malaysia sudah saling bidik senjata rudal dua minggu sebelum pengumuman soal Sipadan dan Ligitan oleh Mahkamah Internasional. Sementara pesawat tempur RI tidak bisa terbang karena banyak yang rusak dan tak beramunisi akibat embargo AS dan Eropa.
Kita butuh uang untuk mendekati Rusia dan Korea utara yang butuh pangan dengan imbalan persenjataan dan rahasia nuklir...
Kita butuh jual gas murah untuk mengambil hati China agar bisa menerima ekspor Indonesia sekaligus bantuan amunisi...
Lalu apa salahnya mengorbankan satu kekayaan untuk kesatuan Republik?? Kenapa itu menjadi isu untuk membunuh karakter pemimpin wanita itu?