Semua kepentingan di atas butuh seseorang yang sesuai keinginan dan menguntungkan sang Adidaya, dan itu adalah seseorang yang sebaiknya mirip SBY atau Pak Harto. Meski dari kalangan militer, bahkan keduanya adalah Jenderal, namun mereka adalah anak emas yang tidak segan tunduk pada Amerika. Amerika sangat tidak menyukai pemimpin yang idealis seperti Gusdur atau Megawati apalagi Soekarno yang Non Blok.
Kriteria presiden Indonesia yang diinginkan oleh Washington adalah latar belakang pengusaha atau militer, idealisme liberal, dan bukan nasionalis Sukarnois atau Islamis. Singapura sangat inginkan sosok Prabowo atau Wiranto yang memimpin Indonesia, keduanya adalah sahabat dekat Singapura.
Gangguan gangguan yang bernuansa kekerasan dan militer tiga negara tetangga itu ditujukan untuk memberi gambaran potensi perang Indonesia. Dalam keadaan kondisi geopolitik kawasan yang tegang, diharapkan rakyat Indonesia memilih pemimpin dari kalangan militer. Apa yang dilakukan oleh Singapura, PNG dan Australia adalah provokasi untuk menggiring opini bahwa Indonesia kini dan kedepan masih butuh presiden dari kalangan militer.
4. Â Laut China Selatan.
Beberapa hari yang lalu, China melakukan latihan perang di wilayah perairan internasional yang dekat dengan Pulau Christmas setelah melintasi Selat Sunda. Pihak Australia pun mengakui hal tersebut seperti diberitakan Sidney Morning Herald, Kamis (13/2/2014).
[caption id="attachment_312099" align="aligncenter" width="320" caption="AL China/okezone.com"]
Apa yang dilakukan China di laut selatan Jawa itu adalah legal menurut hukum Internasional karena latihan berlangsung di perairan internasional. Selain itu latihan mereka hanya bentuk manuver dan membidik tetapi tidak menggunakan amunisi persenjataan. Namun tindakan China ini disinyalir untuk menunjukkan kekuatan angkatan lautnya kepada dunia internasional. Dan itu semua dilakukan di tengah kebijakan pertahanan Australia lebih banyak berfokus kepada Indonesia dan kekuatan lain di Asia Timur.
Hal ini semakin menarik ketika posisi Indonesia yang tidak memihak pada konflik laut sengketa di Laut China Selatan, sementara China selalu mengingatkan dukungannya pada Indonesia terkait Papua. Kampanye kekuatan armada China memang tidak hanya ditujukan kepada Australia tetapi juga kepada wilayah Asia Pasifik secara keseluruhan. Ini juga termasuk memberikan pesan kepada Amerika Serikat (AS) dan India, bahwa kedua negara itu tidak bisa memblokir jalur laut yang vital melalui Selat Malaka.
Langkah China dianggap mendapat ijin restu dari Indonesia sebagai pemilik alur laut [ALKI] menuju perairan Samudera Hindia yang menjadi prioritas strategis baru mereka. Hal ini sekaligus menunjukkan kesiapan China dalam mengerahkan militer untuk melindungi kepentingannya di wilayah tenggara bila dibutuhkan. Termasuk membantu kepentingan geopolitik bersama Rusia di Indonesia khususnya.
China sebagai pemain utama baru yang menandingi dominasi Amerika perlu terus meningkatkan kekuatan di Asia dan secara global. Indonesia perlu melihat tindakan China, tanggapan Dubes Rusia dan provokasi tiga negara sebagai bentuk tarik menarik "perhatian" Indonesia sebagai negara seksi nan besar. Keberpihakan pemimpin yang akan dipilih, menakar kekuatan militer sesungguhnya, siapa pembela Indonesia selain Rusia hingga mengarahkan opini pemilih adalah "sekali dayung, dua tiga pula terlampaui". Itulah tujuan keusilan tiga negara tetangga tadi.
Mentalitas kita yang inferior sering menghambat rasa percaya diri, sehingga terjebak pada pemikiran bahwa masalah yang terjadi dengan negara tetangga hanyalah masalah antar dua negara (bilateral). Kita tidak terbiasa berpikir dan mencantumkan analisa betapa kita disegani dan ditakuti oleh pihak asing. Ini bukan bentuk narsisme, bukan pula superioritas, tetapi bentuk penghargaan dan rasa percaya pada diri sendiri.