'Jokowi' India Obok-Obok Politik Nasional
[caption id="attachment_312242" align="aligncenter" width="600" caption="Arvin Kajriwal (tengah tak bertopi) diantara pendukungnya (LA Times)"][/caption]
Begitulah bunyi judul artikel yang ditayangkan oleh sebuah situs pro PKS, Republika.co.id hari ini (16/02). Saduran berita dari Los Angeles Timesyang digunakan Republika versi daring itu menyerempet ke nama Jokowi yang kebetulan mirip dengan tokoh yang dibahas dalam sedikit hal.
Sedikit hal yang saya maksud dapat dilihat setelah melihat tokoh dalam bahasan yang bernama Arvind Kejriwal itu setelah ini.
=====
======
New Delhi, ibukota India itu memiliki Menteri Besar terpilih dari partai baru terbentuk, yang bukan dari Partai Kongres atau pesaingnya dari Barathya Janata Party ( BJP ) yang konservatif. Kehadirannya dalam politik India yang sudah berdemokrasi sejak 66 tahun lalu adalah angin segar untuk mengurangi dominasi partai dinasti Gandhi atau BJP yang Hindusentris. Ini adalah persamaan yang sedikit itu, keduanya memenangi pemilu di ibukota negara sementara mereka sebelumnya dari antahberantah.
Soal partai? Mereka tidak sejalan. Karena yang satu memilih masuk ke partai sementara yang lain mendirikan partai.
Tetapi maksud Republika dalam berita itu menjadi janggal untuk sebuah media yang konon menyandang gelar 'arus utama'. Janggal karena sangat menonjolkan sisi opini redaktur daripada memberitakan atau apalagi menyadur sebagian berita dari laman asing. Hal ini terlihat dari kalimat yang menyebut Jokowi belum membentuk partai walau...dst....dst...
Republika seharusnya menayangkan berita seperti diatas, untuk ditempatkan di kolom opini, bukan berita internasional. Selain itu, laman LA Times tidak menyebut satu hurufpun dari inisial untuk Jokowi atau Indonesia, sehingga ada tebersit bahwa opini yang berkedok berita ini ingin agar Jokowi melepaskan diri dari partainya. Membentuk partai sendiri atas dasar potensi dukungan yang mungkin antara riil dan berhantu. Seolah menghidupi partai itu gampang walaupun mendirikannya mudah.
Terlepas dari gagasan republika yang dobel eksyen itu, sosok Arvind Kejriwal dalam pandangan Yogendra Yadav, Kepala Strategi partai AAP adalah seorang pegiat antikorupsi. Dan mereka bekerja keras memenuhi kesenjangan politik yang tidak bisa dipenuhi Kongres dan BJP di beberapa negara bagian yang populasinya dominan Islam. Sesuatu yang dinantikan rakyat India selama sejak merdeka tahun 1946 hingga kini, sampai sampai theHindu.com (29/06/2013) lalu, mengeluarkan opini yang populer berjudul "In search of the Indian Jokowi".
Kejriwal pada 14 Februari lalu sudah mengundurkan diri dari jabatannya setelah berkuasa hanya 49 hari. Ia mengundurkan diri karena gagal mendapatkan dukungan dari parlemen lokal untuk meloloskan RUU anti-korupsi menjadi Undang Undang. Singkatnya umur pemerintahan di ibukota negara demokrasi terbesar dunia itu menarik perhatian dan membuat dukungan mengalir deras bagi Arvind Kejriwal. Dukungan terutama dari kalangan muda usia yang sudah muak dengan perilaku korup para seniornya.
Disisi ini...
Klaim Jokowi dari India mungkin membanggakan bagi teman teman JokowiLovers. Atau harus diakui bahwa memang Jokowi sudah jadi barometer ideal kepemimpinan bersih dan efektif yang juga dinanti di beberapa negara lain. Negara negara yang berpenyakit kronis soal korupsi dan kekuasaan.
Tetapi haruskah membuat berita pragmatisme? Agar tokoh seperti Jokowi, Rustriningsih atau Tri Rismaharini membuat partai masing masing atas nama perubahan lalu terjebak politik pragmatis yang ujung ujungnya juga kekuasaan?.
Lalu siapa yang diuntungkan? Si tuan republika?
Itu saja dulu deh... tidak bermaksud terlalu dalam membahasnya. :)
=Sachsâ„¢=
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI