Mohon tunggu...
Adie Sachs
Adie Sachs Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Itu

Happy and Succesfull... #Alert #Reveal

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

MK Terjebak Ahli Bahasa, Salah Artikan Pilar dan Dasar

4 April 2014   03:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:06 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Analisa Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada (PSP UGM ) terlalu sempit menurut saya, karena bukankah dengan "menempatkan" Pancasila dalam 4 pilar, akan "mengangkat" nilai kesakralan NKRI, UUD '45 dan semboyan Bhineka Tunggal Ika?

Jadi keberadaan Pancasila telah menarik posisi tiga pilar lainnya ke posisi yang lebih tinggi, lebih sakral. Dengan itu, tidak ada yang mempermainkan UUD '45 dengan amandemen sembarangan, tidak ada yg meremehkan / apalagi mengutak atik konsep NKRI untuk dijadikan Negara Federal, dll. Dan tidak ada yang rasisme dan rasa unggul antar suku karena sejajar dalam Bhineka Tunggal Ika.

Kalau yang digugat istilah "pilar" atau "dasar".....nah disinilah kelemahan Mahkamah Konstitusi. Sadar atau tidak MK tidak hanya menghakimi produk undang undang, melainkan menghakimi bahasa. Dalam hal ini frasa 4 Pilar Berbangsa dan bernegara.

PSP UGM dan MK sepertinya tidak bisa melihat perbedaan antara "4Pilar Berbangsa dan Bernegara" versus ( jika seandainya yang digunakan ) "4 Pilar Bangsa dan Negara".

MK seharusnya melihat istilah 4 pilar Kebangsaan secara utuh dan menyeluruh, lalu membandingkannya dengan frasa "dasar negara"

Pancasila dikenal dengan istilah "dasar negara" bukan "dasar kebangsaan dan bernegara". Demikian pula dengan "4 Pilar Kebangsaan" digunakan bukan menggantikan apalagi mereduksi nilai Pancasila karena kita tidak mendengar istilah "4 Dasar Negara".

Kalau penggagas 4 Pilar Kebangsaan menggunakan istilah 4Dasar Negara, itu baru keliru. Karena yang namanya "dasar", pondask atau lantai biasanya satu, kecuali negara dianggap gedung bertingkat.

PSP UGM harus memberi istilah alternatif yang lebih baik dari gugatan frasa mereka setelah istilah pilar dibatalkan MK. Lagipula, 4 Pilar Kebangsaan adalah strategi terkini yang digagas MPR dalam membumikan Pancasila. Agar Pancasila bisa merasuk kembali ke sanubari anak anak muda negeri ini. Karena kenyataannya, belum ada ide kreatif dari siapapun hingga kini dalam memasyarakatkan Pancasila.

Ataukah PSP UGM tidak ingin Pancasila bertahan sebagai dasar negara? Seperti biasa... kita hanya bisa menggugat tapi tidak bisa memberi solusi atau ide yang lebih baik.

Disisi MK, tentu mudah ditebak jika permohonan akan dikabulkan. Sebab setiap permohonan yang diajukan ke MK adalah permohonan uji materi undang undang terhadap induk segala UU di Indonesia yaitu, UUD '45. Dimana UUD '45 itu tidak dan tidak akan mengatur cara memasyarakatkan Pancasila.

Bahkan jikalau ada yang ingin menggugat penggunaan Lambang Burung Garuda di kostum punggawa tim nasional dari PSSI sekalipun, maka seharusnya MK tidak akan ragu melakukan pelarangan. Sebab tidak ada dalam UUD '45 yang menganjurkan penggunaan lambang negara secara spesifik untuk PSSI.

Sadar atau tidak, tugas MK adalah menguji undang undang, namun sesungguhnya ( dalam kasus ini ) mereka hanya menguji KATA dan Bahas. Apakah mereka ( MK ) adalah ahli bahasa? Entahlah....

=Sachsâ„¢=

# artikel ini sebagai bahan tambahan bagi artikel Hendra Wardhana. Awalnya ditulis dikolom komentar :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun