Mohon tunggu...
Adie Sachs
Adie Sachs Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Itu

Happy and Succesfull... #Alert #Reveal

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Penulis Puisi Itu: Jantan Tak Betelor? Raisopopo

17 April 2014   23:01 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:32 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam larik sindiran Melayu ada terdapat istilah "Jantan Tak Betelor" untuk menggambarkan seseorang yang tidak berjiwa ksatria. Istilah ini sebenarnya memperhalus pada kata vulgar "banci/bencong", dimana seseorang tidak menunjukkan perilaku sesuai jenis kelaminnya, sebagaimana umumnya. Lebih luas, istilah ini juga digunakan untuk menyindir seseorang yang tidak mengakui perbuatannya dan yang parah, tidak menerima dirinya sendiri.

Atas nama sastra, seorang politisi busuk menggunakan satir nuansa puisi dalam upayanya menyerang lawan yang dianggap akan menggagalkan kesempatan junjungannya berkuasa. Hasrat kuasa yang sudah memenuhi ubun-ubun membuatnya merasa berhak menuntut orang agar beretika, namun ianya sendiri lupa tata krama. Menyerang lawan tanpa dasar fakta berpembalut puisi adalah upaya membohongi publik secara membabi buta nihil bukti yang solid.

Puisi politik adalah sarana indah penuh makna jika gambaran yang ada didalamnya sesuai keadaan nyata. Meski masuk kategori fiksi yang penuh khayal, tetapi bahkan dongeng sekalipun harus berdasar logika dengan bumbu hiperbola. Tanpa logika ini, maka fakta nyata hanyalah sebuah isi keinginan membohongi publik untuk kepentingan politik kelompoknya.

Tidak ada keraguan bahwa puisi puisi FZ adalah serangan politik. Demikian intensnya serangan politik bagi seorang capres lain hingga kita harus bertanya, demikian birahi kah junjungannya ingin berkuasa?

Apakah ereksi politik partai itu setegang milik petugas kebersihan di JIS melihat bokong anak TK?

Apakah lawan politik mereka begitu kuat hingga mampu menghalangi nafsu bejat mereka mengangkangi kursi presiden?

Bahkan mereka menggunakan segala cara, termasuk media milik tetangga bernama the Japost memiringkan berita. Yang dengan senang hati para pengikutnya menyebarkan tanpa logika. Meski mengaku sering baca koran berita.

Baiklah....

Pertanyaan diatas perlu dipikirkan jawabnya, dengan jernih dan bijak, mengingat tak satupun serangan balasan dari pihak yang diserang. Mungkin ada sukarelawan yang balas serangan itu, tetapi bukan pejabat teras partai sekelas Ketua Dewan Pembina, Wakil Ketua atau Ketua Fraksi DPRD, misalnya.

Memang benar, bahwa puisi serangan politik terkadang tidak perlu memperkuat dengan bukti konkret karena yang terpenting adalah pesan yang ingin disampaikan mampu dimengerti oleh publik. Terlebih serangan itu tujuannya adalah untuk menjatuhkan semua yang menjadi lawan politik.

Akan tetapi, disinilah relevansi letak penggunaan "Jantan Tak Betelor" tadi. Karena sipembuat puisi selalu berkelit ketika ditanya : "Apakah puisi itu untuk si A?" "Apakah itu bermaksud menyerang calon dari partai x?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun