Mohon tunggu...
Dimas Handi
Dimas Handi Mohon Tunggu... Sales - Yes, it's me.

Marketing buku Perguruan Tinggi, Alumni FPBS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar dari Truk

4 Februari 2020   15:47 Diperbarui: 4 Februari 2020   20:38 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Nun, dan demi apa yang mereka tuliskan." (Q.S. Al-Qalam, ayat 1)

Lagi-lagi menulis. Ya, menulis bagi Saya akhirnya menjelma sesuatu menjadi katarsis. Melepas ketegangan, kepenatan, kelelahan. Nah, loh, kok masih bisa menulis di sela-sela kelelahan, apa nggak semakin capek? Tidak. Justru melegakan. Menyembuhkan. Apalagi hanya sekadar menulis hal-hal yang ringan saja. Apalagi dalam Al Qur'an, ada Surat tersendiri yaitu surat Al-Qalam yang artinya pena.

Tentunya ini menyiratkan bahwa kita disyariatkan untuk dapat menulis. Apa pun, ya apa pun, selama tentunya tulisan kita bisa bermanfaat untuk orang lain, memberikan pencerahan, tidak mengandung unsur SARA, tidak memancing permusuhan, dan yang terpenting tidak mengandung hoax.

Kali ini, ringan saja, Saya akan menulis sesuatu hal yang berhubungan dengan truk. Supaya gak bingung, mari baca tulisan ringan saya ini.

Hampir setiap hari, bagi orang-orang yang menghabiskan sedikit banyak waktunya di jalanan, misalnya ketika pergi atau pulang bekerja, mengantar anak sekolah, pergi ke mall untuk cuci mata, mau tidak mau pasti mengendarai kendaraan, baik umum ataupun pribadi. 

Nah, ini yang menarik, acapkali pula di depan kendaraan yang kita tumpangi, ada truk. Biasanya pada bagian belakang bak truk itu seringkali kita lihat gambar-gambar artis, perempuan-perempuan yang seksi, sampai tulisan-tulisan yang seronok. 

Tetapi itu tidak semua, acapkali juga ada tertulis tulisan-tulisan humor, atau bahkan kata-kata mutiara yang terkadang menyadarkan kita akan sesuatu, yang selama ini tidak kita sadari.

Sekadar memberikan contoh, ada beberapa tulisan menarik yang ada di bak truk sebagai berikut:

"Ngebut adalah ibadah, semakin ngebut semakin dekat dengan Tuhan"

"Teu kudu loba dulur, lobakeun mah duit, geus loba duit mah batur ge ngaraku dulur" (Tidak usah banyak saudara, yang diperbanyak itu uang, sudah banyak uang, orang lain pun pasti mengaku-aku saudara)

"Lagu kita masih sama, Indonesia Raya"

"Putus cinta soal biasa, putus rem mati kita"

"Sambil nyetir kita dzikir"

"New Fear The Me Is 3" (Nyupir demi istri)

"Pulang malu gak pulang rindu"

"Berat rindumu tak seberat muatanku"

"Gara-gara sms bojoku minggat"

dan yang paling fenomenal adalah tulisan "kutunggu jandamu".

Dari beberapa contoh di atas, tulisan-tulisan yang pendek tersebut, acapkali membuat kita tersenyum simpul, tertawa, bahkan sampai membenarkan isi tulisannya. Saya tidak akan jauh untuk mengupas tulisan-tulisan tersebut dari kajian pragmatik atau sosiolinguistik bahasa Indonesia. Cukup dari pandangan subjektif saja, tanpa membawa-bawa teori, agar tulisan ini menjadi tetap ringan dan renyah.

Banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari tulisan-tulisan di belakang bak truk tersebut. Walaupun sebagian besar hanya tulisan-tulisan asal-asalan, asal jeplak, asal tulis, asal menghiasi truk, sebagian seakan mewakili keluh kesah sang sopir, sebagian malah "menyentil" si pembaca, tapi beberapa memang ada benarnya, dan membuat kita introspeksi diri.

Seperti ini "putus cinta soal biasa, putus rem mati kita", kalimatnya puitis, berima layaknya puisi, dan memberi banyak pelajaran pada kita (khususnya remaja ya yang masih cinta-cintaan), bahwa soal putus cinta bukan sesuatu yang sampai menyebabkan lupa makan, lupa segalanya sampai inisiatif "beli tiket" kematian lebih dulu. Beda dengan jika mobil yang dikendarai seorang supir remnya putus, mungkin bukan hanya sopir yang melayang, tapi pengendara yang lain.

"Lagu kita masih sama, Indonesia Raya", ini kalimat bagus loh, menyiratkan kebhinnekaan, bahwa kita itu selagi masih ada dan tinggal di bumi Indonesia, suku apapun, kita masih satu bangsa, yang harus senantiasa rukun, damai, tidak saling bermusuhan.

"Ngebut adalah ibadah, semakin ngebut semakin dekat dengan Tuhan". Ini tentunya hanya sekadar guyon, sebuah satir. Kita sama-sama tahu, beribadah adalah jalan untuk membuat kita dekat dengan Sang Pencipta. 

Tapi kalau ngebut adalah sebuah jalan ibadah tercepat menuju Tuhan, ya memang betul juga, ngebut, kalau sampai nabrak, meninggal. Semakin dekat kita dengan (pengadilan) Tuhan.

Poinnya adalah, apapun yang ada di sekeliling kita adalah media pembelajaran bagi kita semua. Belajar tidak hanya bisa kita dapatkan dari lembaga formal seperti sekolah, perguruan tinggi atau kursus-kursus. Jika kita peka terhadap apa yang terjadi di sekeliling kita, semuanya bisa menjadi bahan pembelajaran bagi kehidupan kita. Ambil pelajaran yang baiknya, abaikan hal-hal yang buruknya. Belajar sepanjang hayat.  ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun