Mohon tunggu...
Adie Marzuki
Adie Marzuki Mohon Tunggu... lainnya -

jurnalis teknologi & budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membangun Kembali Partai Sosialis Indonesia adalah Kewajiban Sejarah

8 April 2013   16:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:31 2350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Medan pertempuran berikutnya adalah sektor informal. Pelaku utama dalam perekonomian ini semakin vital perannya, karena jumlah pekerja formal atau buruh terus merosot, khususnya pekerja di sektor industri modern. Saat ini, jumlah pekerja informal mencapai 70-80% dari keseluruhan pekerja. Sedangkan pekerja di sektor manufaktur tidak melebihi 15 juta orang, dimana sekitar 55,21 juta orang atau 52,65 persen dari total angkatan kerja hanya mengantongi ijazah Sekolah Dasar. Industrialisasi pendidikan telah menutup jalan rakyat mayoritas untuk meraih kedaulatannya melalui pendidikan yang layak. Sementara Negara mendorong de-industrialisasi dengan mendorong sebagian besar usaha ekonomi untuk bergerak pada sektor informal dan Usaha Kecil Menengah yang terfragmentasi, yang lebih mirip dengan ekonomi keluarga ketimbang ekonomi kapitalistis yang bertumpu pada industri modern. Kondisi tersebut diperburuk dengan tertutupnya akses permodalan bagi masyarakat informal. Rakyat kelas informal yang bercirikan kepemilikan kecil, terfragmentasi, dan kurang politis ini terdiri antara lain mulai dari para pedagang kaki lima, perdagangan kecil, pengrajin kecil, pertanian dalam skala kecil, nelayan kecil, dan lain-lain sampai wiraswasta kelas menengah. Golongan rakyat informal inilah yang paling menderita akibat penyelewengan cita-cita negara oleh sekelompok elit pembawa kepentingan pemodal serta aparat politikusnya.

Medan pertempuran lainnya adalah yang disebut sebagai digital kolonialisme, yang semakin lama semakin memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan akumulasi modal di masyarakat lokal dan global, stratifikasi sosial, destabilisasi politik dan bahkan kemiskinan. Produk digital tersebut dapat dilembagakan secara parsial dan dipicu oleh efek dari imperialisme elektronik yang terlihat jelas di belahan dunia bagian selatan. Medan pertempuran berikutnya adalah sistem pendidikan, perburuhan, agraria dan seterusnya, sesuai acuan sosialisme kerakyatan yang disesuaikan dengan kondisi riil di masyarakat, yang selama beberapa tahun belakangan ini berada dalam pergolakan transformasi yang cepat. Selama satu dekade terakhir, ekonomi Indonesia terlihat sekilas seperti tumbuh lebih kuat, lebih stabil, dan lebih beragam, terutama jika tampak dari luar. Posisi Indonesia yang masih di tahap “efficiency driven”, tertinggal dari Malaysia yang sudah beranjak ke tahap peralihan menuju “innovation driven”, memperlihatkan kualitas pertumbuhan yang belum mampu memperkuat fondasi ekonomi domestik. Sektor yang berbasis padat modal masih menjadi kontributor utama PDB, sementara pertumbuhan sektor manufaktur, industri pengolahan dan sektor primer yang berkaitan langsung dengan rakyat serta berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara merata, justru melambat. Aspek lain dari pertumbuhan ekonomi yang semu ini nampak dari indikator gini ratio (rasio ketimpangan pendapatan) yang memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya dinikmati segelintir masyarakat, dan bukan diperoleh dari pembangunan nasional. Pada 2002 gini ratio Indonesia adalah 0,32, sementara pada 2011- 2012 adalah 0,41, dimana 0 (nol) merupakan angka sempurna atau tidak ada ketimpangan sama sekali, sementara 1 (satu) merupakan yang terburuk.

Embrio Partai Sosialis Indonesia yang akan menjawab tantangan-tantangan seperti yang dijabarkan diatas akan menjalani proses, dimana calon pemimpin yang ideal serta tangguh akan terseleksi atau dilahirkan dari seleksi alam yang ketat selama tahapan berlangsung. Calon pemimpin sosialisme kerakyatan tersebut dapat saja terlahir dari organisasi-organisasi lain yang senafas dengan visi-misi sosialisme kerakyatan, menjawab tantangan–tuntutan yang terjadi di tataran domestik maupun global, dan mampu menjalani proses yang berlangsung secara konsisten serta keikhlasan yang nyata. Dalam hal ini Struktur yang terdapat dalam embrio Partai Sosialis Indonesia akan menjadi pengawas sekaligus pengkader dan mentor bagi calon-calon pemimpin tersebut, selain mempersiapkan suprastruktur dan infrastruktur partai bagi Partai Sosialis Indonesia di masa datang, yang diharapkan hadir dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi.

*Penulis adalah salah satu pendiri Pusat Inovasi dan Kemandirian Indonesia Raya (PIKIR) dan pengurus Dewan Partai PSI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun