Mohon tunggu...
Adie Marzuki
Adie Marzuki Mohon Tunggu... lainnya -

jurnalis teknologi & budaya

Selanjutnya

Tutup

Money

Sociopreneur v.s. People Economic Networks

12 November 2014   06:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:01 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis dalam kapitalisme global menyebabkanledakan kreativitas dalam kewirausahaan sosial bermunculan. Edelman TrustBarometer menemukan bahwa kepercayaan terhadap free market telah berada dibawah 50 persen sejak 12 tahun terakhir. Di seluruh Eropa, hanya sebagian kecilminoritas mengatakan masih percaya pada kapitalisme pasar bebas. Berangkat daripemikiran tersebut, pengusaha-pengusaha lokal mulai mengembangkan model bisnisyang inovatif, dengan menggabungkan kapitalisme tradisional dengan solusi yangmenjawab kebutuhan sosial secara regional.

Mereka mengatasi masalah sosial kronis,mulai dari pelayanan kesehatan di sub-Sahara di Afrika, transformasi pertaniandi Asia Timur dan pendanaan sekolah umum di Amerika Serikat. Wirausahawansosial beroperasi dalam kerjasama erat dengan masyarakat setempat, menjembataniterobosan inovatif, merintis kemitraan sinergis dengan pemerintah, perusahaan,serta badan amal tradisional, dan membangun bisnis model berbasis teknologiyang memungkinkan terciptanya win-win solution bagi investor dan konsumennya.

Usaha-usaha sosial yang sukses, umumnyatumbuh dengan memanfaatkan basis pelanggan yang kuat untuk menciptakan produkdan model distribusi yang tepat, sesuai dengan kebutuhan dan keinginanmasyarakat yang mereka layani. Di Bangladesh, seorang pengusaha sosial bernamaMohammed Rezwan mengoperasikan armada sekolah mengambang bertenaga surya yangmenyediakan pendidikan untuk anak sekolah pedesaan yang sering terisolasiselama banjir monsun. Daripada membangun sekolah dan meminta anak-anak untukmuncul, Rezwan mendatangkan sekolah untuk anak-anak, kapan dan di mana merekamembutuhkannya. Dengan mengembangkan model tersebut, Rezwan membangunkedaulatan penuh bagi dirinya di lokasi-lokasi operasinya.

Contoh lain di sektor pertanian di pedesaanMyanmar, dimana Jim Taylor dan rekannya Debbie Aung Din mengoperasikan DesainProximity, produk murah yang dirancang untuk meningkatkan produktivitaspertanian, dengan mempekerjakan etnografer dan desainer produk yang bekerjasama dengan petani lokal untuk mendapatkan kualifikasi yang sesuai. DesainProximity kemudian menguasai jaringan dealer pemasok pertanian di kota-kotakecil di Myanmar. Dengan dalih "design for development," dimanaprogram-program pembangunan disebutkan harus dirancang dengan masukan daripelaku lokal, sumber daya lokal akan disedot kedalam suatu mekanisme pasar yang“abu-abu”.

Tidak ada yang salah dalam kegiatan yangdilakukan Rezwan atau Taylor, dari sudut pandang kemanusiaan dan marketdevelopment dalam konteks industri. Hanya kebutuhan riil dari masyarakat darisudut pandang ekonomi kerakyatan, membutuhkan lebih dari sekedar alternatifpemenuhan kebutuhan. Dari kasus-kasus yang terlihat, dapat diasumsikan bahwawirausaha sosial adalah transisi inovatif dari pendekatan produksi konsumsimassa ke produksi kebutuhan tersegmentasi. Analisa kasus-kasus tersebutmenunjukkan bahwa wirausaha sosial adalah peristiwa revolusi kapitalisme globalyang sedang menciptakan fenomena distributed capitalism.

Dalam salah satu artikel Harvard BusinessReview tahun lalu, Dominic Barton, managing director McKinsey, telahmengemukakan pendapatnya bahwa kapitalisme global berada di titik balik. Bartonberpendapat bahwa kapitalisme bisa direformasi, atau membiarkan kapitalismedireformasi melalui langkah-langkah politik dan tekanan publik yang intens. ProfesorHarvard Business School Michael Porter memvalidasi fenomena ini denganmenyatakan bahwa kapitalisme telah mengkhianati janjinya, dengan berfokus padapersamaan nilai yang sempit serta keuntungan ekonomi jangka pendek, dimanaseharusnya kapitalisme menghasilkan nilai ekonomi sekaligus menciptakan nilaibagi masyarakat dengan mengatasi tantangan dan pemenuhan kebutuhan.

Porter mengacu kepada antara lain upaya TheCoca-Cola Company, Unilever, dan Royal DSM yang memperlihatkan bagaimanaperusahaan mereka membaurkan keuntungan dan tujuan sosial, dengan mendesain modelpenguasaan rantai pasokan yang canggih. Sementara itu, usaha sosial yang telahdiprofilkan dalam esai ini mengarah pada asumsi tentang model baru hubunganantara bisnis dan masyarakat, yang menciptakan rantai nilai baru sekaligus menghasilkankeuntungan dalam tujuan-tujuan sosialnya. Hal tersebut adalah argumen langsungterhadap diktum Milton Friedman, bahwa tujuan sosial bisnis adalah untukmenghasilkan keuntungan bagi pemegang saham.

Salah satu ujian penting dari setiap bisnisyang dikemas dalam bentuk usaha sosial adalah terjadinya dampak serta perubahanyang berkelanjutan pada masyarakat yang mereka layani. Masalah akan muncul ketikatidak terjadi peningkatan ekonomi yang signifikan pada masyarakat di luarproses “business as usual”, sementara skala ekonomi dari inisiator dan operatorusaha tersebut meningkat pesat. Terutama dalam konteks Indonesia yangmencita-citakan ekonomi kerakyatan, dimana meningkatkan kemampuan masyarakat Indonesiadalam mengendalikan ekosistem ekonomi adalah prioritas utama.

Ekonomi kerakyatan sebagai tatalaksanaekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan dan keseluruhan aktivitasperekonomian yang dilakukan oleh sektor-sektor berbasis kebutuhan rakyat,mensyaratkan suatu tahapan-tahapan pembangunan kapasitas rakyat dalam pencapaiantujuannya. Maka kontrol masyarakat dan keberpihakan pada kebutuhan rakyatbanyak adalah mutlak. Pada kondisi dimana wirausaha sosial mendominasiceruk-ceruk bisnis di masyarakat, maka kendali perekonomian tidak berada padarakyat, dan tujuan kesejahteraan rakyat banyak bukan menjadi prioritas utama.

Dalam konteks ini, PIKIR Institute telahmerintis suatu model usaha sosial berbasis ekonomi kerakyatan. Model ini fokus khususnyaadalah di model kepemilikan, yang disebut People Economic Networks atau PEN.Model PEN di komunitas pedesaan saat ini mulai membentuk formasinya dimasyarakat. Konsep PEN adalah model bisnis yang dapat diterima oleh komunitasmasyarakat segala lapisan. Faktor kunci yang menjadi basis kekuatan modeltersebut adalah distribusi kepemilikan, dengan tujuan self sufficiency ataukedaulatan. Dalam konsep ini, investasi dilakukan secara kolektif, dimanainvestor adalah juga sekaligus menjadi konsumen dari produk yang dihasilkan.

Pendekatan bisnis yang dikembangkan PIKIRadalah pembangunan berkelanjutan berbasis pasar. Usaha yang dibangun PIKIR terstruktursebagai perusahaan patungan di mana masyarakat setempat mengambil sahammayoritas, sementara PIKIR mengkoordinasikan suatu dana inisiasi atau seedcapital dari usaha yang dikembangkan, yang berasal dari ekuitas pemegang sahamminoritas. PIKIR juga mendesain varian usaha yang dikembangkan melalui kemitraandengan pemerintah daerah. Sektor yang digarap meliputi pengolahan air minumberbasis BUMDes, Usaha Bersama Komunitas yang memproduksi Consumer Goods,instalasi pengolah energi terbarukan, sampai pertanian intensif yangterintegrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun